digitalMamaID – Hari ini, 8 Maret 2024, perempuan sedunia merayakan Hari Perempuan Internasional atau International Women’s Day.
Sebuah pengingat bahwa perempuan punya sejarah perjuangan untuk mendapatkan keadilan, kesetaraan, serta kesejahteraan dan upah yang layak.
Diawali pada 8 Maret 1908 di Amerika saat 15.000 perempuan pekerja menuntut pemerintah atas kelayakan upah kerja, jam kerja, serta hak memilih.
Perjuangan berlanjut ke belahan negara lain di Rusia pada 8 Maret 1917, yang setelah itu di tanggal yang sama dijadikan pengingat menjadi Hari Perempuan Internasional.
RUU PPRT yang mandek
Pada International Women’s Day 2024 di Indonesia, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyoroti soal perempuan belum sepenuhnya terlindungi oleh hukum. Melalui siaran pernya, YLBHI menyoal RUU PPRT.
RUU PPRT atau Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga mengatur pemberi kerja dan penyalur pekerja, serta mencakup bahasan tentang diskriminasi terhadap pekerja, kekerasan, dan upah yang kurang layak bagi pekerja perempuan.
Sejak Mei 2023, belum ada lagi pembahasan lebih jauh kapan pengesahan RUU PPRT akan terlaksana dan kemungkinan akan kembali tertunda karena Pemilu 2024.
Selain menyoroti soal belum disahkannya RUU PPRT, YLBHI mengkritik kinerja Presiden Joko Widodo selama dua periode pemerintahan ini.
Menurut YLBHI, pada akhir periode pemerintahan Jokowi, demokrasi seolah hancur. Lahirlah kebijakan di sejumlah sektor yang menjadi ancaman serius bagi hak asasi manusia.
Masalah ini ditandai dengan sinyal keberpihakan Presiden Joko Widodo terhadap salah satu pasangan calon presiden-calon wakil presiden di Pemilu 2024.
Catatan untuk pemerintah
YLBHI menilai, ada kebijakan negara yang tidak memihak rakyat, khususnya perempuan. Berikut catatan Lembaga Bantuan Hukum (LBH)-YLBHI dalam peringatan Hari Perempuan Internasional 2024:
- Kekerasan, diskriminasi, dan kriminalisasi terhadap perempuan pembela HAM dan lingkungan, serta pengabaian negara pada perlindungan mereka.
- Keterlambatan pengesahan RUU PPRT dan kebijakan yang merugikan pekerja rumah tangga (PRT).
- Dampak buruk UU Cipta Kerja pada buruh perempuan, dengan PHK massal dan pengurangan upah.
- Tidak maksimalnya implementasi Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), terutama dalam penanganan kasus kekerasan berbasis gender dan perspektif aparat penegak hukum.
- Perda diskriminatif pada kelompok minoritas gender dan seksual di berbagai daerah.
- Ketidakseriusan negara dalam memastikan keterwakilan perempuan dalam politik, terutama dalam Pemilu 2024.
Desakan ke Presiden Jokowi
Berdasarkan catatan di atas, LBH-YLBHI mendesak Presiden dan DPR RI untuk:
- Mengakomodasi perlindungan bagi perempuan pembela HAM dan lingkungan
- Segera membahas dan mengesahkan RUU PPRT
- Mencabut UU Cipta Kerja yang merugikan buruh perempuan.
- Mempercepat pengesahan peraturan presiden dan peraturan pemerintah sesuai UU TPKS.
- Menghentikan diskriminasi, kekerasan, dan penindasan terhadap perempuan dan kelompok minoritas gender.
- Mencabut atau merevisi perda-perda diskriminatif.
- Memastikan pendidikan dan kultur dalam aparat penegak hukum terkait UU TPKS.
- Menjamin keterwakilan perempuan dalam politik dengan serius.
Selamat merayakan Internatonal Women’s Day untuk Mama semua! [*]