Kekerasan seksual pada anak masih saja terjadi. Berkaca dari berbagai kasus yang terjadi, orangtua memilih anaknya bermain di dalam rumah. Tapi rumah tak selalu aman juga, kekerasan seksual pada anak bisa terjadi. Nyaris tak ada ruang aman untuk anak.
Anak-anak seharusnya menikmati segala permainan yang melibatkan fisik di alam terbuka dengan bebas. Aktivitas tersebut untuk menunjang kebutuhan gerak anak agar bisa tumbuh dengan optimal.
Akan tetapi, kekhawatiran orangtua pada keamanan buah hatinya seakan merenggut kebebasan yang seharusnya anak dapatkan. Bukan tanpa alasan, di media massa, media sosial, bahkan di depan mata terjadi pelecehan dan kekerasan seksual. Orangtua jadi overprotektif terhadap anak. Mereka tidak mau tragedi itu sampai menimpa buah hatinya. Orangtua lebih merasa tenang jika anak di rumah saja. Akhirnya terpaksa memberikan gadget agar anak tak merasa bosan di dalam rumah. Di ruang digital pun kekerasan seksual masih bisa terjadi.
American Heart Association menyarankan agar anak-anak berusia dua tahun atau lebih sebaiknya setiap hari melakukan setidaknya 60 menit aktivitas fisik dengan intensitas sedang yang menyenangkan dan bervariasi sesuai perkembangan menurut usia anak.
Vidya Dwina Paramita dalam bukunya “Hari-Hari Montessori untuk Anak Usia Dini” mengatakan, agar tumbuh kembang anak optimal setidaknya ada tiga kebutuhan utama anak yang harus dipenuhi, yaitu nutrisi, stimulasi, dan rasa aman. Rasa aman sendiri salah satunya mencakup keamanan anak dari kekerasan fisik, verbal, dan psikis.
Cara mengajarkan anak agar terhindar dari kekerasan seksual
Psikolog, Elly Risma saat diwawancara oleh Kompas TV dalam program Sapa Indonesia menuturkan, untuk mencegah kekerasan seksual pada anak, orangtua bisa memberikan edukasi pada anak bahwa tubuhnya sangat berharga. “Pemberian edukasi tersebut bisa dimulai sejak anak memasuki usia 2,5 tahun,” tuturnya.
Masih kata Elly, anak harus diberitahu bahwa tubuhnya tidak boleh disentuh oleh siapa saja. Ada batasan-batasan yang harus dipahami. Orangtua bisa memberitahukan kepada anak bahwa tubuhnya hanya bisa disentuh oleh mama, papa, dokter, serta bisa menambahkan beberapa orang namun jangan lebih dari lima orang agar anak mudah mengingatnya.
Elly menyebutkan, ada tiga titik sentuhan yang harus diberitahukan kepada anak yaitu sentuhan baik, membingungkan, dan buruk. Sentuhan baik atau bagian tubuh yang boleh disentuh yakni dari bahu ke atas dan dari lutut ke bawah.
Kemudian, sentuhan membingungkan. Ini biasanya bisa berarti sayang, tapi kadang bisa juga berarti buruk. Bagian tubuh yang dimaksud adalah dari bahu sampai di atas lutut. Sedangkan, sentuhan buruk atau bagian tubuh yang tidak boleh disentuh yakni bagian tubuh yang tertutup pakaian dalam atau baju renang.
“Dua hal yang harus diingat orangtua, otak anak masih belum bersambung jadi diperlukan pengulangan-pengulangan, lalu harus dengan roleplay. Orangtua juga harus memperagakan atau menunjukkan secara detail bagian tubuh yang masuk dalam kategori ketiga titik sentuhan tersebut,” ujarnya.
Elly menambahkan, pengulangan-pengulangan ini harus selalu diberikan kepada anak agar anak tetap mengingatnya. Dimana anak hanya bisa berpikir konkrit belum bisa berpikir abstrak. Ketika anak memasuki SD atau berusia lebih dari 5 tahun pun harus tetap diajarkan roleplay tentang ketiga titik sentuhan tersebut, sentuhan baik, membingungkan, dan buruk.
“Jangan lupa juga menanyakan perasaan anak, jadi orangtua jangan hanya menanyakan tentang belajar apa di sekolah melainkan orangtua juga harus menanyakan perasaan anak,” tambahnya.
Tanda-tanda anak menjadi korban kekerasan keksual
Dalam kanal Youtube Halosehat dijelaskan beberapa tanda anak mengalami kekerasan seksual yang patut orangtua ketahui, antara lain:
Tanda-tanda Fisik
- Anak mengalami infeksi menular seksual (IMS)
- Anak dapat mengalami tanda-tanda trauma pada area genital, seperti pendarahan tanpa alasan yang jelas, memar, atau terdapat darah pada seprai atau pakaian dalamnya
- Adanya masalah saat anak berjalan atau duduk
Tanda-tanda Perilaku
- Sulit tidur
- Berbicara berlebihan tentang atau pengetahuan topik seksual
- Tidak banyak bicara seperti biasanya
- Tidak ingin ditinggal sendiri dengan orang-orang tertentu atau takut berada jauh dari pengasuh
- Kembali sering menghisap jempol atau mengompol
- Perilaku yang terlalu patuh
- Perilaku seksual yang tidak sesuai dengan usia anak
- Menghabiskan waktu yang tidak biasa sendirian
- Mencoba menghindari melepas pakaian untuk berganti atau mandi
Tanda-tanda Emosional
- Perubahan kebiasaan makan
- Sering menangis
- Perubahan suasana hati atau kepribadian, seperti peningkatan agresi
- Penurunan kepercayaan diri atau citra diri
- Kekhawatiran atau ketakutan yang berlebihan
- Kehilangan atau penurunan minat ke sekolah, aktivitas dan teman
- Mimpi buruk atau takut sendirian di malam hari
- Perilaku menyakiti diri sendiri
Apa yang harus dilakukan orangtua?
Orangtua bisa melakukan cara-cara ini ketika anak mengalami kekerasan seksual yakni mendorong anak untuk bercerita, memberikan waktu, dan jika perlu meminta bantuan ahli. Pada dasarnya, anak tidak akan mengungkapkan hal yang baru saja dialaminya, karena berpikir bahwa itu mungkin adalah kesalahannya atau juga diyakinkan oleh pelaku bahwa perbuatan itu normal, bisa juga anak mendapatkan ancaman dari pelaku.
Kekerasan seksual mengakibatkan kerugian yang parah baik secara fisik, pikologis maupun sosial. Anak-anak yang mengalami kekerasan seksual menderita trauma psikologis, isolasi sosial, peningkatan risiko infeksi menular seksual seperti HIV/AIDS dan kehamilan dini.
Dengan banyaknya kasus kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia, sebaiknya para orangtua sedini mungkin memberikan edukasi kepada anak tentang bagian-bagian tubuh mereka. Bagian tubuh mana yang boleh disentuh dan tidak serta siapa saja yang boleh menyentuhnya.
Hingga anak beranjak dewasa pun edukasi tentang sentuhan bagian tubuh masih harus orangtua berikan agar anak selalu mengingatnya dan tertanam dalam benak mereka. Peran orangtua, guru dan keluarga sangatlah penting untuk memberikan rasa aman bagi anak dimana pun mereka berada.
3 thoughts on “Kekerasan Seksual pada Anak, Kenali Tanda-tandanya”
Pingback: Hope, Kisah Pilu Anak Korban Kekerasan Seksual - digitalMamaID
Pingback: Kekerasan Seksual pada Perempuan dan Ketimpangan Relasi
Pingback: Cegah Kekerasan Seksual pada Anak dengan Edukasi Seksualitas