digitalMamaID – Perempuan punya peran strategis di keluarga untuk melawan hoaks. Jika ibu tidak punya kekuatan melawan hoaks, maka sangat mungkin pengambilan keputusan di keluarga dipengaruhi oleh hoaks. Yuk, jadi ibu antihoaks!
Pengambilan keputusan harus didasari pada informasi yang benar. Jika tidak, keputusan yang diambil jadi tidak berkualitas. Bahkan, bisa menimbulkan permasalahan lain untuk keluarga. “Ada banyak kasus ketika perempuan tidak menyadari terkena hoaks dan menyebarkan hoaks, akhirnya malah berdampak ke karir suami,” kata Dewan Penasihat TikTok Asia Pasifik Anita Wahid saat menjadi pembicara Perempuan Bercerita di Ramadan Volume 3 “Ibu Antihoaks: Benteng Pertama Penyebaran dalam Keluarga” yang diselenggarakan oleh SheStarts Indonesia, Jumat, 22 Maret 2024.
Contoh yang dimaksud Anita itu terjadi sekitar 2019, sekitar pelaksanaan Pemilu. Seorang istri perwira TNI menyebarkan hoaks yang mengakibatkan suami dimutasi.
Di era pandemi, penyebaran hoaks juga menjadi perhatian. Banyak ibu yang terkena hoaks tentang vaksin Covid-19. Mereka mempercayai informasi yang menyebut vaksinasi itu untuk memasukkan benda yang menjadikan generasi muslim jadi anak yang bodoh. Hoaks tersebut membuat banyak ibu memutuskan tidak memberi vaksin pada anak-anaknya. Akibatnya, anak tidak memiliki daya tahan untuk melawan penyakit.
Mengenali hoaks
Hoaks yang diedarkan sengaja bertujuan untuk memanipulasi targetnya. Menurut Anita hal tersebut dilakukan dengan berbagai motif, termasuk uang atau ekonomi.
Anita menjelaskan, pada dasarnya hoaks adalah informasi yang salah. Jenisnya bisa berupa:
Misinformasi
Seseorang menyebarkan hoaks karena tidak tahu kalau itu informasi yang salah. Ia menyebarkan secara tidak sengaja, tanpa ada niat jahat menyakiti orang atau kelompok tertentu.
Disinformasi
Hoaks yang sengaja dibuat untuk menyakiti orang atau kelompok tertentu. Motifnya bisa agenda politik atau juga ekonomi. Pembuat hoaks ingin mengambil keuntungan. Tapi bisa juga sekadar iseng belaka.
Malinformasi
Konten atau informasi yang disebarkan benar, bukan berita palsu. Tapi informasi itu disebarkan bertujuan untuk menyakiti orang atau kelompok tertentu. Misalnya informasi yang disebarkan untuk menyerang kandidat supaya kalah dalam pemilihan.
Anita menambahkan, hoaks mempunya dua target korban, yaitu
- Seseorang atau kelompok tertentu. Biasanya hoaks yang disebarkan menyebut nama targetnya, baik seseorang atau kelompok. Misalnya saja hoaks yang menyebut nama politisi.
- Siapapun yang menerima informasi. Hoaks ini ditujukan kepada siapa saja yang menerimanya agar mempercayai informasi tidak benar.
Daya rusak hoaks
Siapapun targetnya, hoaks tetap berbahaya. Hoaks mempunyai kekuatan untuk memanipulasi emosi dan perilaku atau tindakan penerima hoaks.
Di sinilah peran ibu menjadi penting untuk mengenali hoaks. Ibu antihoaks tidak mudah dimanipulasi untuk melakukan tindakan tertentu. “Seperti dalang yang main wayang. Kita jadi wayangnya, dalangnya yang buat hoaks,” ujar Anita.
Ia mengatakan, dampak hoaks ini bisa sangat merusak masyarakat. Hoaks membuat orang curiga terhadap orang atau kelompok tertentu. Kecurigaan yang disebarkan dan ditularkan akhirnya berubah menjadi kebencian.
“Di Pemilu 2019 ada cebong kampret. Kita masuk ke media sosial dan ikut melakukan serangan-serangan ke pihak-pihak tertentu. Tanpa menyadari kita melakukan itu karena manipulasi,” tutur Anita.
Ibu-ibu sering dianggap sebagai kelompok yang gemar menyebar hoaks. Perkumpulan ibu-ibu bahkan diberi istilah “transfer data”. Anita mengatakan, kegiatan komunal oleh ibu-ibu tidak selalu negatif. Ada banyak yang melakukan kegiatan positif, bahkan sampai memecahkan masalah bersama.
Kesadaran dari perempuan sendiri itu penting. Sehingga mereka bisa meregulasi apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan di komunitasnya. “Ada yang punya aturan, sebelum informasi diverifikasi maka tidak boleh disebarkan,” katanya.
Ibu harus bagaimana?
Ibu harus memperkuat dirinya sehingga mampu menangkal hoaks. Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk menjadi ibu antihoaks:
Verifikasi informasi
Sebelum mempercayai sebuah informasi, perlu untuk memastikan kebenarannya. Dalam Islam dikenal istilah tabayyun atau mencari tahu. Jika menerima informasi lewat media sosial bisa ditanya ke yang bersangkutan, misalnya lewat pesan langsung (direct message).
Saat ini sudah ada juga organisasi dan lembaga yang membantu membongkar hoaks. Mama bisa memeriksa informasinya di Cek Fakta atau Mafindo dan memanfaatkan layanan-layanan antihoaks yang mereka miliki.
Jangan gunakan satu sumber informasi saja
Saat menerima informasi, pastikan untuk mencarinya sumber lain sehingga mendapatkan perspektif yang utuh.
Gunakan cara yang santun disertai bukti saat mengingatkan orang lain
Ketika mengetahui seseorang menyebarkan hoaks, misalnya saja di WhatsApp Group keluarga atau komunitas masyarakat, Mama bisa mengingatkan dengan cara yang santun. Mama bisa menjangkau yang bersangkutan lewat jalur pribadi (japri). Mama bisa tunjukkan bukti-bukti hasil verifikasi hoaks tersebut. Cara ini akan kebih diterima ketimbang menyanggah langsung di ruang publik.
Perkuat value atau nilai yang dipegang dalam hidup
Mama dan keluarga perlu menebalkan kembali prinsip atau nilai apa saja yang dipegang dalam hidup. Ini bisa jadi senjata saat hoaks dijadikan alat oleh pihak tertentu dalam kontestasi politik, ideologi, agama, dan sebagainya. “Saat kita dimanipulasi oleh hoaks, kita jadi sering mencederai nilai-nilai yang kita pegang sendiri,” ujar Anita.
Mama sudah siap jadi ibu antihoaks? Siap dong! [*]