digitalMamaID – Kasus dugaan pencemaran nama baik yang menjerat Koordinator KontraS 2020-2023, Fatia Maulidiyanti dan Pendiri Lokataru, Haris Azhar berujung putusan bebas. Putusan untuk Fatia-Haris ini jadi harapan untuk demokrasi Indonesia.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur yang mengadili perkara ini menyatakan Fatia-Haris tak terbukti bersalah melanggar hukum. Putusan dibacakan di persidangan yang digelar pada Senin, 8 Januari 2024.
Kasus ini berawal dari laporan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan ke Polda Metro Jaya pada September 2021. Saat itu, Luhut merasa nama baiknya dicemarkan oleh Fatia dan Haris melalui siaran podcast yang berjudul “Ada lord Luhut di balik relasi ekonomi-ops militer Intan Jaya!! Jenderal BIN juga ada!!>NgeHAMtam”.
Dalam siaran yang diunggah di YouTube itu, Haris dan Fatia menyebut Luhut “bermain” dalam bisnis tambang di Intan Jaya. Luhut tak terima disebut demikian. Ia pun membawa kasus ini ke ranah hukum hingga akhirnya bergulir di meja hijau.
Dituntut penjara
Pada pertengahan November 2023, jaksa menuntut Haris dihukum 4 tahun penjara dan denda Rp 1 juta subsider 6 bulan kurungan. Jaksa juga meminta link YouTube Haris dihapus dari jaringan internet. Sementara untuk Fatia, Jaksa menuntut hakim menjatuhkan hukuman 3 tahun enam bulan penjara.
Menurut jaksa, perbuatan keduanya telah memenuhi unsur pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 27 Ayat 3 juncto Pasal 45 Ayat 3 juncto UU ITE Pasal 55 ke-1 KUHP.
Hingga pada Senin, 8 Januari 2024, Majelis Hakim PN Jakarta Timur membacakan amar putusannya. Hakim tak sependapat dengan jaksa.
Vonis bebas
Berdasarkan siaran pers Kontras, dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menyatakan bahwa penyebutan kata “lord” bukan masuk ke dalam unsur pencemaran baik.
Begitu juga dengan kalimat yang diucapkan oleh Fatia dalam video podcast, yakni “Jadi penjahat juga kita”. Menurut hakim, perkataan itu tidak ditujukan kepada Luhut sehingga tidak dapat diklasifikasikan sebagai penghinaan.
Sementara itu, untuk kalimat “Bisa dibilang bermain tambang yang terjadi di papua hari ini”, hakim menilai bahwa apa yang diucapkan Fatia itu dapat dibuktikan.
Atas dasar itu, hakim menilai, unsur-unsur Pasal 27 Ayat 3 tentang pencemaran nama baik dalam dakwaan pertama terhadap Haris dan Fatia tidak terbukti.
Hakim juga menilai keduanya tidak terbukti melakukan perbuatan pidana dalam dakwaan lainnya, yakni Pasal 14 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang pemberitahuan bohong. Menurut hakim, apa yang diucapkan Haris dan Fatia dalam podcast tersebut berdasarkan riset koalisi masyarakat sipil, atau bukan berita bohong.
Fatia-Haris juga dinyatakan tidak terbukti melanggar Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, khususnya berkaitan dengan keonaran seperti yang dituduhkan jaksa dalam dakwaan kedua subsidair.
Begitupun dengan Pasal 311 KUHP sebagai dakwaan ketiga dalam perkara ini. Seperti pada pasal-pasal lainnya, hakim menyatakan unsur pidana dalam dakwaan itu tak terbukti.
Menurut Majelis Hakim, yang dilakukan Fatia dan Haris bukanlah melanggar kehormatan dan nama baik, melainkan sebuah kenyataan sehingga delik pada unsur pasal ini tidak terpenuhi.
Jangan takut berpendapat
Terkait putusan ini, Muhammad Isnur dari Tim Advokasi untuk Demokrasi menuturkan, vonis hakim mengandung pesan penting. Masyarakat harus terus mengkritik, berbicara, dan menyampaikan pendapat.
“Apa yang disampaikan hakim adalah kebenaran, karena menyebut demokrasi dan kebebasan berekspresi. Putusan ini menyampaikan pesan bahwa jangan takut dan jangan berhenti,” kata dia.
Ia pun berharap Mahkamah Agung akan konsisten. Sehingga membuat putusan yang sama jika perkara ini dibawa ke tingkat kasasi oleh jaksa penuntut umum. [*]