Mama, Waspadai Diabetes pada Anak!

Ilustrasi diabetes pada anak/Puhhha/Getty Images Pro
Share

digitalMamaID Jagat maya kemarin sempat dibuat salah fokus dengan unggahan Chrissy Teigen bersama dua anaknya di laman Instagram miliknya saat mendukung timnas Amerika Serikat di Olimpiade Paris lalu. Pasalnya dalam foto tersebut, Miles, anak laki-lakinya yang berusia enam tahun menggunakan monitor diabetes di lengannya. Hal ini pun mengundang banyak simpati sekaligus pertanyaan dari warganet.

Chrissy dalam unggahannya, menjelaskan bahwa putranya, Miles, terkena diabetes tipe 1. Berawal dari Miles yang beberapa minggu sebelumnya mengalami shigella parah atau infeksi usus akibat bakteri di makanan dan air. Miles harus dilarikan ke rumah sakit setelah berkemah bersama teman-temannya. Namun, setelah pemeriksaan, dokter menemukan ada yang salah dalam darahnya. “Sejak itulah saya mengetahui bagaimana anak saya didiagnosis diabetes tipe 1,” ungkap Crissy.

Diabetes tipe 1 pada anak

Lalu, apa itu diabetes tipe 1? Kementerian Kesehatan, diabetes tipe 1 maksudnya tubuh benar-benar berhenti memproduksi insulin karena perusakan sel pankreas yang memproduksi insulin oleh sistem kekebalan tubuh. Organ pankreasnya tidak memproduksi insulin lagi sehingga mereka harus menerima supply insulin dari luar tubuh secara rutin. Penyakit ini merupakan bawaan yang tidak dapat dicegah atau disembuhkan namun, bisa dikendalikan dengan terapi insulin.

Kasus diabetes tipe 1 pada anak usia 12 hingga 18 tahun memang meningkat saat ini. Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonedia (IDAI) dr Piprim Basarah Yanuarso, SpA(K) dalam wawancaranyanya dengan Detikcom mengatakan, meningkatnya jumlah kasus diabetes tipe 1 pada anak ini lantaran banyak orang tua yang sudah mulai sadar akan kondisi kesehatan anak. “Masalah diabetes (anak) tipe 1 memang ada kenaikan, salah satu penyebabnya adalah deteksinya bagus,” ujar dr Piprim pada akhir Juli lalu.

Diabetes tipe 2 pada anak

Anak yang mengalami diabetes tipe 2 juga tak kalah banyaknya. Diabetes tipe 2 ini terjadi karena gaya hidup yang buruk. Sekitar 80% anak diabetes disertai obesitas. “Ketika anak obesitas, ada hipertensi, ada resistensi insulin. Nanti larinya bisa ke mana-mana. Ini salah satu penyakit karena gaya hidup yang buruk,” sambungnya.

Ketua Unit Kerja Koordinasi Endokrinologi IDAI Muhammad Faizi dikutip dari RRI, menyatakan hal serupa. Kasus diabetes tipe 2 pada anak semakin banyak dilaporkan. Bahkan kasus diabetes tipe 2 ini ditemukan pada anak usia enam tahun. Utamanya, diabetes ini terjadi karena kebiasaan konsumsi makanan dan minuman yang tinggi kandungan gula. Misalnya seperti susu kental manis atau minuman berperisa lainnya. Kebiasaan keliru ini tidak hanya berisiko terhadap obesitas dan diabetes, tapi juga tumbuh kembang anak dalam jangka panjang.

IDAI merilis data yang menunjukkan prevalensi anak penderita diabetes meningkat 70 kali lipat pada Januari 2023 dibanding 2010. Hampir 60% penderitanya adalah anak perempuan. Sedangkan berdasarkan usianya, sebanyak 46% berusia 10-14 tahun, dan 31% berusia 14 tahun ke atas. Data itu berasal dari 15 kota di Indonesia dan paling banyak berasal dari Jakarta dan Surabaya.

Penerapan cukai minuman manis

Dikutip dari BBC, pendiri sekaligus CEO Center for Indonesia’s Strategic Development Initiative (CISDI) Diah Saminarsih prihatin dengan situasi saat ini. Anak-anak telah mengadopsi pola hidup tidak sehat, salah satunya akibat konsumsi kandungan gula tinggi. Makanan dan minuman manis begitu mudah dijangkau, sementara kebijakan pemerintah sejauh ini belum cukup dan lebih banyak menggantungkan pembatasan konsumsi gula pada keputusan masyarakat sendiri. Padahal literasi kesehatan masyarakat masih rendah.

Oleh sebab itu, CISDI mendesak pemerintah mengintervensi situasi ini dengan mengenakan cukai pada Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) hingga 20% dari harga minuman. Selain itu, membentuk regulasi yang mewajibkan produsen memberi label yang tidak hanya mencantumkan informasi kandungan gula namun, juga soal batas konsumsi gula per hari.

“Harus diatur sama pemerintah untuk itu. Kita sudah bicarakan (regulasi) itu setidaknya enam atau tujuh tahun terakhir, tapi regulasinya tidak pernah keluar,” kata Diah. Ia menambahkan, kebijakan pembatasan gula semacam ini selalu terhambat dan bertentangan dengan kepentingan industri.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2013, anjuran konsumsi gula tambah per orang per hari adalah sebesar 50 gram atau setara dengan empat sendok makan. Namun, Diah menilai masih banyak masyarakat yang belum paham sehingga dibutuhkan regulasi dari pemerintah yang mengatur secara detil mengenai itu. Seharusnya perlu ada dua lapis kebijakan.

Peran strategis pemerintah

Peningkatan kasus diabetes pada anak sungguh mengkhawatirkan, mengingat diabetes adalah penyakit kronis yang dapat memicu komplikasi seperti jantung bahkan gagal ginjal. BPJS Kesehatan sendiri sudah mengeluarkan Rp20 triliun pada tahun 2020 untuk menangani penyakit katastropik, salah satunya diabetes. International Diabetes Federation (IDF) juga memperkirakan biaya penanganan diabetes akan meningkat 33% pada tahun 2045.

Penting bagi pemerintah turut andil dan membuat kebijakan yang ketat dan terukur bersama kementerian-kementerian terkait. Masyarakat juga perlu diedukasi secara masif mulai dari edukasi dan skrining awal di posyandu sampai melakukan pengawasan, memperketat peredaran MBDK di lapangan. Menurut CISDI, penerapan cukai MBDK sebesar 20% akan menjadi langkah efektif untuk menurunkan konsumsi gula masyarakat dan mencegah 1,4 juta kasus diabetes selama 25 tahun.

Pola serupa juga telah diadopsi negara lain. Meksiko berhasil menurunkan jumlah pembelian MBDK sebanyak 19% melalui penerapan cukai MBDK sebesar 10%. Kebijakan cukai MBDK di Inggris mendorong penurunan kadar gula sebesar 11% pada 2016-2017. Hal itu sekaligus mendorong produsen pangan memformulasikan ulang produk mereka menjadi lebih sehat.

Sejauh ini pemerintah Indonesia belum menerapkan aturan apa-apa. Regulasi hanya sebuah wacana, pemerintah hanya mengandalkan ‘pilihan masyarakat sendiri’. Oleh karena itu, penting untuk kita mengedukasi diri sendiri. Kita sebagai orang tua juga punya peranan penting dalam memilih dan membatasi konsumsi gula pada anak. Mulailah mencontohkan kebiasaan makan dan minum yang baik dan sehat untuk menciptakan generasi emas menuju Indonesia Emas 2045. [*]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Terpopuler

ORDER MERCHANDISE

Bingung cari konten yang aman untuk anak?
 
Dapatkan rekomendasi menarik dan berikan pendapatmu di Screen Score!
Ilustrasi melatih anak bicara/Bukbis Ismet Candra Bey/digitalMamaID