digitalMamaID – Perubahan iklim semakin tak terelakkan. Cuaca panas atau dingin yang ekstrim, serta ketidakpastian pergantian musim, rupanya tidak hanya berdampak pada kenyaman saja. Ketidak pastian iklim ekstrem saat ini, pada akhirnya mampu merampas hak-hak anak.
Bagaimana tidak, cuaca yang tidak menentu menyebabkan gagal panen. Orangtua jadi kesulitan memenuhi kebutuhan anak-anaknya. Perubahan iklim yang drastis juga berdampak pada terganggunya kesehatan anak. Ada banyak cerita akan dampak perubahan iklim yang pada akhirnya membuat anak dan remaja kita, berpotensi kehilangan hak-haknya.
Melihat fenomena perubahan iklim yang semakin meresahkan, Child Campaigner Save the Children Indonesia di Jawa Barat menyelenggarakan West Java Children & Youth Festival: Bumi Suaka 2023 di Dago Tea House Bandung, Minggu, 17 Desember 2023. Acara ini bertujuan untuk melibatkan generasi muda dalam pembahasan serta berkontribusi memberikan solusi pada isu lingkungan, khususnya dampak krisis iklim. Tujuannya untuk mendorong kesadaran dan partisipasi aktif anak-anak dan orang muda dalam menjaga keberlanjutan alam.
Pendekatan shift
Menurut Koordinator Child Campaigner Jawa Barat Rahman, kegiatan ini menjadi ruang yang aman untuk anak-anak dan orang muda saling berjejaring, berbagi pengalaman dan berdiskusi tentang aksi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Rangkaian ini merupakan bagian dari kampanye nasional Save the Children Indonesia yaitu Aksi Generasi Iklim. Kampanye ini telah dicanangkan sejak tahun 2022, dan diinisiasi oleh anak- di tujuh provinsi, yaitu DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Jawa Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur dan Aceh.
“Pada kegiatan ini, kami juga berkolaborasi dengan organisasi-organisasi yang diinisiasi anak dan anak muda yang concern pada isu lingkungan. Ada Ocean Young Guard, Forestisme, dan Markapada. Seperti Ocean Young Guard yang berfokus pada kebersihan pantai, laut, dan hutan mangrove nya. Juga Foretisme yang mendatangi sekolah-sekolah SMP untuk mengedukasi pentingnya keberadaan hutan. Lalu Markapada yang berkampanye soal lingkungan melalui media visual dan digitalnya,” terang pemuda 19 tahun tersebut.
Rangkaian aksi telah dilakukan oleh masing-masing organisasi yang menjadi kolaborato. Misalnya saja melalui aksi peningkatan kesadaran dan adaptasi perubahan iklim, baik di lingkungan sekolah, masyarakat maupun di wilayah yang terdampak langsung dari krisis iklim. Sebanyak 200 anak-anak dan orang muda berkumpul dan melakukan aksi nyata terutama terkait upaya pengurangan risiko bencana dan aksi iklim di wilayah Jawa Barat seperti penanaman mangrove, serta edukasi tentang vertical garden dan pentingnya hutan kepada siswa SMP.
Salah satu pendekatan yang dilakukan dalam pemberdayaan anak-anak dan orang muda dalam Kampanye Aksi Generasi Iklim adalah menggunakan pendekatan shift. Pendekatan ini menitikberatkan pada pengalihan kepemimpinan (transfer of power) kepada anak dan orang muda yang telah melakukan aktivitas kampanye terkait isu yang paling penting menurut mereka. Shift mendorong kolaborasi yang kuat antara anak muda untuk melakukan percepatan tersebut. Pendekatan ini diterapkan di pilot program di Bandung dan Sumba.
Peran child campaigner sebagai penggerak
Child Campaigner yang dibentuk oleh Save the Children Indonesia memiliki peran yang krusial. Terutama dalam hal mendorong kesadaran anak dan orang muda di Indonesia terhadap pemenuhan hak-hak mereka.
Brand & Media Manager at Save the Children Indonesia Dewi Sri Sumana, Child Campaigner diharapkan menjadi penggerak anak-anak dan anak muda yang berfokus pada isu-isu tertentu. Child Campaigner sebenarnya sudah dibentuk sejak tahun 2021 yang pada awal pembentukannya bertujuan untuk mengangkat isu-isu pendidikan.
“Di tahun 2021 kita sadar bahwa pandemi membuat akses pendidikan anak-anak kita berubah menjadi full online dan ini sangat sulit diterapkan. Untuk itu, pada awal pembentukannya Child Campaigner mengkampanyekan soal save our education. Seiring berjalannya waktu, tentu kami dan para penggerak Child Campaigner melihat isu-isu lainnya juga yang bisa berdampak pada pemenuhan hak anak-anak,” ujarnya.
Di tahun 2022, secara global Save the Children memutuskan untuk mengangkat isu krisis iklim. Jika secara global, Child Campaigner menyerukan generation hope, khusus di Indonesia sebutan ini dijadikan sebuah aksi yang dinamai Aksi Generasi Iklim. Ini kemudian menjadi cikal bakal kampanye krisis iklim yang menyerukan situasi iklim di Indonesia dan dunia sedang tidak baik-baik saja.
Pada awal pembentukannya, Child Campaigner hanya berada di tiga provinsi, yaitu Jawa Barat, Yogyakarta dan Sulawesi Tengah. Kini menjadi enam provinsi, bertambah Aceh, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Selatan.
“Kegiatan West Java Children & Youth Festival: Bumi Suaka 2023 ini menjadi semacam acara selebrasi sekaligus apresiasi terhadap para Child Campaigner dan organisasi-organisasi anak dan anak muda lainnya yang sudah sama-sama berjuang menyerukan isu krisis iklim. Hal ini jadi momentum agar para Child Campaigner bisa berjejaring di ruang aman ini dan menjadi wahana untuk bisa saling menginspirasi satu sama lain,” kata Dewi.[*]