digitalMamaID – Ibu-ibu sering dituduh sebagai penyebar hoaks. Di lain sisi, ibu-ibu kerap tidak diikutsertakan pada berbagai peningkatan kapasitas untuk mengenali dan melawan hoaks. Literasi digital jadi senjata penting melawan hoaks, terutama menjelang Pemilu 2024.
Dasar emak-emak Facebook! Emak-emak sering membagi hoaks di grup WhatsApp!
Seberapa sering Mama mendengar ujaran seperti itu? Hal seperti ini sering ditemukan di perbincangan netizen, bahkan disampaikan secara langsung saat tatap muka, lho!
“Jadi kalau disebut menyebar hoaks, ya itu karena tidak tahu (kalau itu hoaks,” kata Anastasya Andriarti, Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Bakrie saat menjadi pembicara kegiatan Literasi Digital Lawan Hoaks Pemilu 2024 di SDN 064 Padasuka Kota Bandung, Sabtu, 28 Oktober 2023.
Itu sebabnya, ibu-ibu perlu dilatih untuk mampu mengenali hoaks agar tidak meneruskannya lagi. Apalagi dengan bentuk hoaks yang semakin canggih, yang nyaris tak bisa dikenali. Siapa saja, tak terkecuali ibu-ibu, bisa terkecoh dengan konten hoaks.
Lawan hoaks jelang Pemilu 2024
Menjelang Pemilu 2024, pertarungan informasi di ruang publik, termasuk ruang digital, semakin sengit. Hoaks semakin banyak ditemui di linimasa. Masyarakat perlu dipersenjatai dengan pengetahuan dan keterampilan terkait pola hoaks politik yang selama ini beredar.
Universitas Bakrie bekerja sama dengan digitalMamaID menggelar pelatihan Literasi Digital Lawan Hoaks Pemilu 2024 di SDN 064 Padasuka Kota Bandung. Pesertanya ialah ibu-ibu walimurid sekolah tersebut.
Pada pelatihan tersebut, para ibu diberi keterampilan untuk mengenali hoaks, baik berupa disinformasi, misinformasi, maupun malinformasi. Mereka juga diperlihatkan berbagai contoh hoaks yang banyak beredar di masyarakat. Termasuk bagaimana hoaks saat ini telah menggunakan teknologi artificial intelligence (AI).
“AI ini merupakan teknologi kecerdasan buatan. Alat ini dilatih menggunakan data-data sehingga dia bisa sepintar manusia,” kata Dita Nurmadewi, Dosen Sistem Informasi Universitas Bakrie yang juga menjadi pembicara pada kegiatan ini.
Hal penting lainnya ialah, peserta diajak untuk mengenali pola penyebaran hoaks. “Hoaks itu sering didaur ulang. Masih ingat hoaks tentang beras plastik? Konten yang sama disebarkan lagi ketika harga beras naik seperti sekarang ini,” kata Anastasia.
Pola serupa juga terjadi pada masa-masa menjelang pemilu ini. Hoaks politik yang sudah pernah beredar, biasanya akan muncul kembali.
Membuat konten antihoaks
Pada akhir pelatihan, peserta diajak untuk turut serta membuat konten antihoaks. Dengan cara ini diharapkan konten positif di media sosial akan semakin banyak. Konten-konten tersebut kemudian akan dilombakan.
Dalam pelatihan ini pula, peserta diberi materi soal bagaimana membuat konten media sosial yang menarik. Pengetahuan ini menjadi bekal peserta untuk mengikuti lomba membuat konten. Konten terbaik akan mendapatkan hadiah menarik dari panitia.
“Menyenangkan bisa ngobrol bareng ibu-ibu orangtua siswa SDN 064 Padasuka Bandung. Pengetahuan mereka akan hoaks dan bagaimana mencari informasi yang benar sudah baik. Setidaknya tidak langsung menelan apa yang diterima dan mencoba menelusuri kebenarannya melalui berita atau mesin pencari,” tutur Anastasia. [*]