digiatalMamaID – Bullying atau perundungan selalu menjadi topik yang hangat diperbincangkan, baik di dunia maya maupun media televisi. Setiap hari, kita menyaksikan berita tentang kasus bullying yang tak kunjung usai. Ini menjadi perhatian serius, terutama bagi orang tua dengan anak-anak yang bersekolah. Kekhawatiran akan bullying di sekolah semakin meningkat, karena kenyataannya, kasus bullying masih sering terjadi di lingkungan pendidikan.
Salah satu kasus terbaru yang ramai di media adalah bullying yang menimpa seorang anak SD di Bekasi dengan inisial F, menjadi korban bullying yang berujung pada amputasi kakinya. Kejadian ini dimulai ketika F dijegal oleh teman-temannya di kantin sekolah hingga jatuh. F mengalami luka pada kakinya yang kemudian terinfeksi, memaksa dokter untuk melakukan amputasi. Sayangnya, pihak sekolah dianggap lalai dalam menangani kasus ini, bahkan menganggapnya sebagai bullying yang terjadi hanya candaan.
Namun, kasus bullying seperti ini mungkin hanya puncak gunung es. Banyak kasus bullying lain yang tidak mendapatkan perhatian media. Bullying sering dimulai dari tindakan merendahkan dan mencemarkan nama baik seseorang, dan bisa berkembang menjadi kekerasan fisik.
Tiga peran utama dalam bullying
Miftahul Huda, Project Coordinator PeaceGeneration Indonesia, sebuah lembaga yang fokus pada Pendidikan Perdamaian, menjelaskan bahwa bullying di sekolah sering dimulai dari pelabelan. Biasanya pelabelan ini dilakukan terhadap mereka yang dianggao berbeda dari yang lain. Misalnya perbedaan dari segi tapilan fisik, suku atau ras, agama, maupun perbedaan lainnya.
“Biasanya dimulai dengan ngata-ngatain fisik antar teman, yang kemudian bisa berujung pada permusuhan,” katanya dalam Podcast Aku Ingin Tahu yang tayang di YouTube digitalMama ID, 22 Oktober 2023.
Huda mengatakan, banyak pelaku bullying tidak menyadari bahwa tindakan mereka menyakiti perasaan korban. Oleh karena itu, penting bagi orangtua untuk terus mendidik anak-anak tentang cara menghadapi atau melawan bullying. “Anak-anak perlu diajari untuk berani menegur pelaku bullying dan mengatakan bahwa tindakan mereka itu salah dan menyakitkan. Selain itu, penting untuk tetap tenang, karena pelaku bullying cenderung akan semakin agresif jika korban menunjukkan emosi,” tambahnya.
Ketika korban bullying berani melawan, siklus bullying dapat terputus. Akan tetapi, seringkali korban justru menjadi pelaku bullying terhadap anak lain. Hal ini karena saat melawan, ia justru melakukan hal yang sama dengan pelaku.
Huda menjelaskan bahwa dalam bullying, ada tiga peran utama: pelaku, korban, dan penonton. Penonton ialah mereka yang menyaksikan bullying terjadi. Biasanya mereka akan diam atau cenderung membela pelaku karena takut menjadi korban bullying. Ketiganya akan terus bergantian jika siklus ini tidak diputus.
Kampanye anti-bullying
Salah satu langkah yang diambil dalam upaya mengurangi bullying adalah kerjasama antara PeaceGeneration Indonesia dan Pramuka dalam pembuatan modul anti-bullying dengan tagline “Ambil Andil.” Program Pramuka memberikan wadah bagi anak-anak sekolah dasar untuk mengurangi bullying, karena mereka dapat berinteraksi dengan banyak orang dengan latar belakang yang beragam melalui kegiatan Pramuka.
Selain itu, Peacegen aktif dalam kampanye “Happy Tanpa Bully” yang mendorong anak-anak untuk mencintai diri mereka sendiri dan menerima keberagaman fisik. Bullying berbasis fisik sering terjadi di usia sekolah dasar, sehingga penting untuk memberikan anak kepercayaan diri tentang penampilan mereka. PeaceGeneration juga memberikan pelatihan kepada guru di sekolah menengah dan atas, membantu mereka menjadi guru yang lebih baik dan menjadi penangkal bullying di sekolah. Hal ini juga membantu mengubah pandangan generasi lama yang mungkin telah memandang biasa bullying. Selama ada normalisasi, bullying tidak akan pernah hilang.
Selain upaya di sekolah, orang tua juga dapat melakukan edukasi tentang bullying di rumah. Mendengarkan anak dan berbicara dengan mereka saat mereka ingin berbicara adalah langkah pertama. UNICEF memberikan saran kepada orang tua untuk menjadi pendengar yang baik dan membangun kepercayaan diri anak. Selain menciptakan lingkungan sekolah yang aman, menciptakan rumah yang aman dan nyaman juga sangat penting bagi anak-anak agar terhindari dari peran korban atau pelaku bullying. [*]