digitalMamaID – Shilpi Yanti, perempuan asal Bandung ini jadi satu-satunya perempuan dalam tim Homeless World Cup (HWC) Indonesia 2023.
Shilpi Yanti, 29 tahun tinggal di Gang Hanura, Jatayu, salah satu kawasan padat penduduk di Kota Bandung. Dia tinggal berdekatan dengan tetangganya yang hanya tersekat tembok. Akses masuk ke sana, gang selebar dua meter.
Tidak ada halaman pada rumah-rumah di sana. Akses masuk ke sana jadi tempat bermain sekaligus akses menuju perumahan warga.
Shilpi besar dan tinggal di sana bersama kedua orang tua dan tiga adiknya. Anak pertama dari empat bersaudara ini berjualan hijab untuk olahraga secara daring sejak 2019. Dia juga merupakan satu dari belasan staf di Rumah Cemara, organisasi komunitas memimpikan Indonesia tanpa stigma dan diskriminasi terhadap konsumsi obat-obatan dan orang dengan HIV.
Perempuan yang gemar bermain bola ini jadi satu-satunya perempuan dalam tim Homeless World Cup (HWC) Indonesia 2023. Timnya terdiri dari delapan pemain. Perempuan lainnya adalah Rin Aulia, manajer tim.
“Mau mengetes kemampuan sekaligus membuktikan karena selama ini tidak ada kiper perempuan (di tim putra),” jawab Shilpi soal alasannya memberanikan diri ikut seleksi tim HWC Indonesia 2023 usai pelepasan tim di Rumah Cemara, Bandung, Rabu, 5 Juli 2023.
Tim yang beranggotakan Shilpi, Muhammad Azka Vidriansah, 21 tahun, Aditya Triana, 32 tahun, Andi Kurniawan, 25 tahun, Dena Adryana, 29 tahun, Oka Setiawan, 23 tahun, Raisal Anugrah, 21 tahun, dan Riki Rismanto, 36 tahun ini mewakili komunitas pengguna napza (narkotika, psikotropika, dan zat adiktif), miskin kota, dan perempuan. Namun saat berlaga di HWC, mereka membawa satu nama, Indonesia.
Shilpi dan timnya akan bersaing dengan 28 tim putra dari berbagai negara pada HWC 2023 di Hornet Stadium, California State University, Sacramento, Amerika Serikat. Tidak banyak negara yang menurunkan tim campuran dalam kompetisi street soccer atau sepakbola jalanan ini. Kehadiran Shilpi dalam tim ini melanjutkan jejak Eva Dewi Rahmadiani yang tergabung dalam tim HWC Indonesia di Mexico pada 2018 lalu.
“Daya tariknya gede banget untuk tiap orang. Tiap individu punya ceritanya yang edan”.
Hijab dan olahraga
Putri sulung pasangan Carda Saepudin, 52 tahun dan Haryanah, 46 tahun ini ingat pengalaman pendahulunya, Hendra Firdiansyah, yang mewakili Indonesia pada HWC 2019 di Cardiff City, Inggris pada 2019 lalu. Hendra lari dari rumahnya setelah kecanduan narkotika dan obat-obatan terlarang. Bertahun-tahun merantau hingga ke Bali dan Lombok, kembali ke Bandung namun tetap tidak berani pulang ke rumah. Dia dihantui rasa takut.
Selepas lolos seleksi dan memastikan jadi anggota tim, Hendra memutuskan untuk berhubungan kembali dengan keluarganya. Setiap orang punya kesempatan mengubah hidupnya lewat kompetisi ini.
“Isu yang mau saya bawa ke sana adalah persoalan hijab dalam dunia olahraga. Memakai hijab bukan penghalang, pakai hijab juga bukan untuk dibuka tutup,” tutur Shilpi seraya menambahkan HWC sebagai momentum baginya untuk menyuarakan kesetaraan gender.
Semangat melawan stigma ini sejalan dengan visi pengiriman tim Indonesia ke HWC sejak 2011 lalu di Paris, Perancis. Kompetisi tahunan yang digagas Mel Young dan almarhum Harald Schmied ini sempat vakum pada 2020, 2021, dan 2022 karena pandemi COVID-19.
Keikutsertaan Shilpi ini tidak semata-mata karena dirinya adalah staf di Rumah Cemara. Interaksinya dengan HWC sudah berlangsung sejak 2017, satu tahun setelah dirinya mengetahui apa saja yang dikerjakan oleh organisasi nirlaba, tempat kerjanya sekarang. Dia terkesan dengan penggunaan olahraga, khususnya sepakbola sebagai media untuk mengikis stigma.
“Selepas main bola diajak diskusi. Topiknya soal bagaimana penularan HIV, program harm reduction (pengurangan dampak buruk), serta apa itu bahaya napza,” tuturnya Shilpi.
Lulusan SMK Negeri 1 Bandung ini mengaku tidak pernah mendapatkan materi serupa saat masih jadi pelajar. Dari sana, Shilpi pelan-pelan mencari tahu soal Rumah Cemara. “Ternyata punya layanan rehab bagi pengguna narkoba juga,” imbuh Shilpi mengenang peristiwa tahun 2016 silam.
Pergaulannya di Rumah Cemara mengantarkan Shilpi mengikuti kegiatan Young Leader yang diselenggarakan City in the Community, program tanggungjawab sosial klub Manchester City, Inggris pada 2017 dan 2018. Lewat program ini, ungkap Shilpi, dirinya mendapatkan ilmu untuk mengajar sepakbola kepada komunitas-komunitas.
“Pelatihan orang dewasa dan anak-anak beda. Perlu pendekatan khusus yang lebih menyenangkan bagi mereka sembari tetap berolahraga,” kata dia.
Salah satu momen yang berkesan baginya adalah saat membantu peserta Young Leader lainnya. Dia ikut melatih sepakbola bagi anak-anak jalanan di sekitaran Pasar Ciroyom, Bandung. Sebagian besar dari mereka bermain bola tanpa sepatu. “Kadang ada yang habis nge-lem (mabok),” imbuh Shilpi.
Semangat berkarya
Pengalaman itu jadi pelajaran berharga baginya. Mereka menerapkan aturan yang disepakati bersama anak-anak asuhnya. “Efek yang mau dibangun mengurangi penggunaan zat-zat terlarang. Selama make (memakai) mereka tidak mungkin main di lapang. Itu isu sosialnya,” kata dia mengingat masa-masa main bola dengan anak-anak jalanan usia SMP di sana.
Semangat berkarya lewat sepakbola itu kemudian dia coba wujudkan dengan Shilori Futsal Academy sejak awal 2023 lalu. Shilori sendiri diambil dari jenama hijab, legging, dan manset olahraga produksi Shilpi.
Bersama sang ayah, Shilpi melatih anak-anak di sekitar rumahnya untuk bermain bola. Shilpi mengandalkan bekalnya sebagai peserta kepelatihan sementara ayahnya punya pengalaman sebagai pemain bola amatir.
“Suka kasian dengar anak tetangga dimarahin karena main bola di gang. Jadi setiap Sabtu dan Minggu dibawa latihan ke taman sekitar rumah,” ungkap Shilpi seraya menambahkan ayahnya sehari-hari bekerja di pabrik pengolahan karet mentah.
“Sekarang sudah ada sekitar 38 anak,” kata Haryanah, ibunda Shilpi yang membantu urusan administrasi tim futsal itu.
Shilpi dan ayahnya tidak memungut biaya buat latihan futsal. “Buat bayar lapang saja, kadang-kadang juga suka nombok. Mereka juga Shilpi minta menabung kalau mau buat kaos tim,” imbuhnya.
Melalui komunitas ini, Shilpi berharap bisa menyebarkan informasi terkait bahaya merokok sejak usia anak, penggunaan napza, hingga HIV/AIDS. Soal bisnisnya, Shilpi juga ingin agar bisa berkembang agar bisa mendanai aktivitas sepakbola di komunitasnya.
Kegiatan latihan rutin tiap akhir pekan ini terpaksa ditunda dulu selama Shilpi berkompetisi di HWC 2023. “Nanti mungkin mau ajak anak-anak nonton bareng,” kata Carda, ayah Shilpi.
HWC 2023
Pada HWC 2023 ini, Indonesia berada dalam Grup A putra bersama tim Bulgaria, Meksiko, Amerika Serikat, Italia, Korea Selatan, dan Pakistan. Di pertandingan pertamanya, Indonesia harus mengakui keunggulan Meksiko yang unggul 1 gol lewat penalti setelah imbang 3-3.
Pada pertandingan kedua, Indonesia kalah 8-3 dari tuan rumah Amerika Serikat. Kekalahan ketiga didapat saat melawan Bulgaria dengan skor 7-6. Indonesia, menang 11-1 melawan Pakistan serta menang 8-3 melawan Italia. Satu pertandingan di eliminasi yang tersisa adalah melawan Korea Selatan pada 11 Juli 2023, pukul 6 sore, waktu setempat.
HWC merupakan turnamen tahunan sepak bola jalanan internasional yang mempersatukan lebih dari ratusan ribu orang dengan masalah ketunawismaan dan yang termarjinalkan secara sosial. Setiap pemain hanya bisa sekali saja mewakili negaranya sekaligus mendapatkan pengalaman yang bisa mengubah hidupnya. Kompetisi ini sudah berlangsung sejak 2003 di Graz, Austria.
“Saya akan berusaha tampil sebaik mungkin jika diberi kesempatan oleh pelatih. Sejak masih latihan juga, saya sudah bilang ke yang lain, kalau menendang jangan karena saya perempuan jadi melemah. Saya tidak mau dimanjakan,” kata Shilpi yang berharap bisa membawa hasil terbaik bagi tim Indonesia. [*]