digitalMamaID – Di tengah perkembangan teknologi yang makin pesat, masihkah membaca nyaring relevan? The Read-Aloud Handbook versi terbaru menumbuhkan keyakinan bagi orang tua dan pendidik, membaca nyaring tetap relevan.
Jika hanya punya 30 menit untuk berhadapan dengan anak-anak, hal terbaik apa yang bisa Mama lakukan? Kalau pertanyaan tersebut ditanyakan pada Jim Trealease, penulis buku The Read-Aloud Handbook pasti dia akan menjawab, “ Membacakan buku dengan nyaring.”
Membacakan nyaring (read aloud) adalah sebuah kegiatan sederhana di mana ada pembaca, buku yang dibacakan, serta pendengarnya. Selain sebagai sumber informasi dan imajinasi, membacakan buku juga mampu mempererat ikatan antara orang tua dan anak. Membaca nyaring juga mampu menambah kecintaan membaca sehingga membuat anak bergairah dalam belajar apapun. Begitulah menurut Trelease dalam bukunya.
Sejak diterbitkannya buku ini secara indie pada tahun 1979, The Read-Aloud Handbook dinilai telah membantu jutaan orang. Buku ini membuat orang tua, pendidik, dan anak-anak menemukan kenikmatan membaca dan menjadikannya pembaca seumur hidupnya.
Buku laris yang direkomendasikan oleh The Washington Post ini sudah diterjemahkan ke berbagai bahasa. Saat ini ada tujuh edisi, yaitu Amerika Serikat, Inggris, Australia, Jepang, Cina, Spanyol dan Indonesia. Versi Bahasa Indonesia diterbitkan oleh Noura Publishing.
“Lebih dari sekadar membaca nyaring. Ini adalah tentang orangtua, guru dan anak-anak yang menghabiskan waktu bersama dan berbagi dengan penuh cinta,” begitu testimoni The Washington Post mengenai The Read Aloud Handbook.
Pentingnya pengalaman membaca
Berbekal pengalamannya sebagai seorang anak, ayah, jurnalis serta pegiat literasi. Trelease melakukan riset dan wawancara langsung dengan para orang tua dan pendidik serta mencatut pengalamannya sendiri ke dalam buku tersebut. Kemudian secara detail menampilkan serangkaian data dan studi kasus pada sebagian besar babnya. Contohnya bisa ditemui di bab awal tentang minat baca anak serta kemampuan literasi anak usia dini pada bab awal.
Menurut Trelease, kemampuan literasi tersebut bukan hanya terukur pada proses membacakan saja, tapi juga mengenai proses pembentukan kebiasaan membaca. Selain itu, adanya diskusi di dalamnya serta cara-cara untuk mengatasi tantangan di sekitar. Trealease juga berbagi pengalaman para orang tua dan para pendidik yang memiliki cara efektif agar anak tidak hanya sekedar membaca, tetapi juga memahami bacaan dan menjadikannya gemar membaca.
Diawali dengan sebuah kutipan dari Eric Hofler, “Tugas utama pendidikan adalah untuk menanamkan sebuah keinginan dan fasilitas untuk belajar: bukan untuk menghasilkan orang-orang terpelajar melainkan orang-orang yang terus belajar. Peradaban sejati adalah peradaban pembelajaran, ketika kakek-nenek, orangtua, dan anak-anak sama-sama menjadi murid.”
Menjadikan anak dan orang tua sebagai pembelajar lewat kegiatan membaca, itulah yang secara tersurat ingin disampaikan Jim Trealease lewat petikan tersebut. Lebih dari itu, dia meyakini perlu adanya pengalaman membaca yang menyenangkan dalam setiap perkenalan pertama anak dengan buku. Dimana pengalaman tersebut akan banyak didapat dari dalam rumah bersama orangtua.
Dua fakta dasar membaca untuk kehidupan yang disampaikan Trealease adalah bahwa manusia itu menyukai hal-hal yang membahagiakan begitu juga dengan menumbuhkan kecintaan anak terhadap aktivitas membaca. “Kalau seorang anak jarang mengalami nikmatnya membaca, tetapi lebih banyak menemui ketidaknikmatan, maka reaksi alami si anak adalah menarik dirinya dari membaca,” tulis Trealease.
Penjelasan tersebut kemudian membawa pada fakta kedua bahwa membaca adalah keahlian yang di dapat perlahan-lahan, dimana keterampilan itu perlu dilatih berulang-ulang hingga menjadi mahir dan makin senang dengan aktivitasnya. Untuk itu, peran orang tua memberikan pengalaman membacakan anak perlu dimulai sedini mungkin dan serutin mungkin.
Tahapan membacakan cerita untuk anak usia dini
“Saya membaca karena satu alasan, karena ayah saya membacakan saya buku dan hal itu membuat saya senang, perasaan yang tidak bisa saya lupakan,’’ itulah ingatan indah Trelease mengenai pengalaman dibacakan buku oleh ayahnya. Hingga dia memiliki anak dan ingin semua anak di dunia merasakan kebahagiaan serupa lewat kegiatan membacakan buku bersama orang tuanya.
Di buku ini, Trelease menjelaskan tahapan membacakan cerita untuk anak usia dini. Dimulai dengan mengenalkan buku yang menstimulasi penglihatan dan pendengaran, bertahap dari buku high contrast atau hitam putih, board book saat usia anak memasuki eksplorasi tinggi dan cerita gambar penuh warna dan bunyi-bunyi menyenangkan. Serta pengalaman-pengalaman para orang tua dan guru yang membacakan novel untuk anak-anak didiknya di sekolah. Juga kisah guru yang berhasil membuat siswa narapidana berusia 13-19 tahun tidak sabar ingin mendengar lanjutan read aloud dari gurunya itu.
Selanjutnya, lebih lengkap Trelease membahas mengenai berbagai hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan ketika membacakan cerita. Mama bisa menemukan cara membangun suasana yang menyenangkan saat membacakan cerita dengan anak di buku ini. Tips praktik yang ditulis Trelease bisa dengan mudah Mama ikuti di rumah.
Mulai dari bagaimana menyimpan buku yang bisa dengan mudah dilihat oleh anak, tidak memaksa anak, memulai saat orangtua dan anak siap di posisi yang dekat dan nyaman. Selain itu, bagaimana mendorong keterlibatan anak dengan memilih buku sendiri, membiarkan anak membolak-baik halaman buku, mulai membaca dengan membahas sampul terlebih dahulu, kemudian berdiskusi saat selesai membacakan cerita.
Membaca nyaring di era digital
Buku edisi ke-tujuh yang terbit tahun 2017 di Indonesia adalah seri terbaru dari buku klasik yang terbit kali pertama pada 1982. Pada edisi terbarunya ini, Trelease melengkapinya dengan hasil penelitian pembelajaran digital yang sesuai dengan perkembangan teknologi.
Trelease tidak memungkiri bahwa buku pembelajaran digital adalah bagian yang tidak terpisahkan dari rumah dan sekolah di masa kini. Dimana akses informasi yang lebih cepat dan ragam cerita yang bisa dinikmati kapanpun oleh siapa saja.
“Buku-buku elektronik memperpanjang hidup sebuah buku hingga bertahun-tahun, e-tablet menjadikan multimedia sebagai pengalaman membaca,” ungkap Trelease saat membahas kemudahan akses belajar online untuk anak-anak.
Dua bab penuh Trelease memaparkan secara lengkap sisi positif dan negatif media eletronik sebagai bahan bacaan dan bahan ajar. Mulai dari e-book, audio book, televisi dan media eletronik lain. Tentu saja dilengkapi dengan pengalaman orang tua dan guru yang berhasil menyiapkan anaknya untuk tetap senang membaca dan melek digital.
Dari sudut objektifitasnya, Trelease menekankan pada orang tua dan pihak sekolah berperan sejak dini dan rutin mengenalkan kegiatan membaca nyaring dengan buku fisik atau media cetak pada anak, sebelum mengenalkan buku digital atau media elektonik yang lain. Selain itu, memposisikan orang dewasa sebagai pembaca juga perlu diupayakan. Melihat orang tua dan gurunya menjadi seorang pembaca buku lebih dulu tentu bisa memotivasi anak untuk tertarik membaca juga.
Siapkan waktu dan energi Mama ya untuk membaca buku setebal 359 halaman ini. Mama ditantang untuk menjadi pembelajar dengan menelisik data ilmiah dan studi kasusnya. Kemudian dibesarkan hatinya untuk mengenalkan rasa cinta anak terhadap bacaan dari kisah inspiratif di dalamnya. Ternyata, banyak pencapaian besar yang muncul dari kegiatan sederhana seperti membacakan cerita. Buku ini juga bisa sebagai bahan referensi untuk para guru dan pengambil kebijakan di lembaga pendidikan maupun pemerintahan.
Selamat membaca para orang tua dan pendidik! [*]
2 thoughts on “Membaca Nyaring di Era Digital, Pelajaran dari The Read-Aloud Handbook”
Pingback: Melatih Fokus Anak dengan Membacakan Nyaring - digitalMamaID
Pingback: Tumbuhkan Minat Baca Lewat Story Telling untuk Anak Usia Dini