McKinsey, sebuah lembaga konsultan manajemen global asal Amerika Serikat, pada 2018 telah memprediksi 27 pekerjaan akan hilang akibat digitalisasi dan otomatisasi. Di saat yang sama, akan lahir 47 juta pekerjaan baru. Bagaimana mempersiapkan kompetensi anak yang siap menghadapi masa depan?
Studi McKinsey sebelumnya telah memprediksi sekitar 60% pekerjaan di dunia akan menjadi otomatisasi. Sedangkan 30% pekerjaan di dunia akan digantikan dengan teknologi tinggi.
Apa yang diprediksi oleh McKinsey sebenarnya sudah menjadi kenyataan. Dulu, di pintu tol selalu ada petugas yang menerima pembayaran. Kini hanya ada palang pintu dengan mesin elektronik yang menerima pembayaran nontunai. Sekarang kita juga tidak perlu repot-repot antre di bank atau loket untuk sekadar membayar berbagai tagihan rutin, semua bisa diselesaikan dengan layanan digital. Berbekal smartphone dan sambungan internet, semua urusan beres!
Digitalisasi dan otomatisasi yang hadir setelah era komputer dan internet telah menghadirkan berbagai layanan dengan lebih mudah. Pelanggan atau pengguna kini banyak dilayani oleh mesin. Akibatnya, beberapa pekerjaan yang tadinya dilakukan oleh manusia, kini cukup dengan mesin.
Studi di Indonesia menunjukkan, ada 52,6 juta pekerjaan di Indonesia yang berpotensi untuk diganti. Sementara itu, ada 3,7 juta pekerjaan baru yang lahir seiring pertumbuhan ekonomi digital pada tujuh tahun ke depan.
“Teknologi digital telah mempengaruhi perubahan kehidupan masa depan,” kata CEO Educourse dan Founder Ibu Pembelajar Inndonesia Mutiara Hikma Mahendradatta saat menjadi pembicara dalam Webinar Mempersiapkan Anak Cerdas di Era 5.0 pada Sabtu, 5 November 2022.
Evolusi pekerja
Ia mengatakan, menjadi seseorang yang dengan kemampuan teknis yang tinggi tidak cukup. Sebab pada era serba digital dan otomatis ini yang diperlukan ialah inovator yang memiliki keterampilan tinggi. Pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan keterampilan rendah akan dibereskan dengan mesin atau robot. Manusia diperlukan sebagai creator atau inovator.
Para ahli juga telah mengemukakan, karyawan atau pekerja akan mengalami evolusi. Aktivitas yang semula identik dengan bekerja nine to five sudah mulai berganti dengan work anytime alias bekerja kapan saja. Bekerja juga tidak lagi harus berlangsung di kantor. Pekerja bisa bekerja dari mana saja. Pandemi membuktikan, banyak pekerjaan bisa diselesaikan dari rumah. Remote working kini semakin diminati, khususnya bagi anak muda.
Pilihan jenjang karir sebelumnya terbatas, relatif kaku dan membutuhkan waktu yang cukup lama. Kini semua orang bisa menciptakan jenjang karirnya sendiri. Banyak anak muda yang memulai usahanya sendiri dan menjadi CEO di usia belia. Anak muda semakin didengar, bukan lagi tenaga kerja junior yang tidak punya hak berbicara.
Teknologi menyediakan sumber belajar yang melimpah sehingga fokus seorang pekerja bukan hanya soal knowledge tapi bagaimana ia bisa menjadi pembelajar yang adaptif. Orang yang bisa adaptif pada perkembangan baru mempunyai nilai lebih. Dan banyak perubahan cara kerja yang dipengaruhi oleh perkembangan teknologi.
Kompetensi yang penting dimiliki anak
Dengan situasi itu, anak-anak kita akan menghadapi dunia yang berbeda dengan yang kita hadapi saat ini nih, Mama! Menurut Mutiara, ada beberapa kompetensi anak yang penting disiapkan untuk menghadapi masa depan, yaitu
- berpikir kritis dan pemecahan masalah
- komunikasi
- kolaborasi
- kreativitas
- penguasaan teknologi
- etika kerja dan profesionalisme
- project management dan kepemimpinan
Empat poin pertama biasa disebut dengan 4C (critical thinking and problem solving, communication, collaboration, dan creativity) yang merupakan keterampilan abad 21 yang sebaiknya dimiliki anak-anak kita untuk mempersiapkan mereka menyongsong era baru.
Pergeseran pembelajaran
Era society 5.0 yaitu konsep masyarakat yang berpusat pada manusia dan berbasis pada teknologi, kata Mutiara, perlu antisipasi dari cara belajar juga mengajar. Sebab pada era 5.0, masyarakat diharapkan mampu menyelesaikan berbagai tantangan dan permasalahan sosial dengan memanfaatkan berbagai inovasi untuk meningkatkan kualitas hidup manusia.
Kurikulum berubah karena harus menambahkan berbagai kemampuan yang dibutuhkan di masa depan seperti yang disebutkan sebelumnya. Guru dituntut menguasai dan beradaptasi dengan teknologi agar bisa meningkatkan kualitas proses belajar mengajar. Fungsi guru lebih ditekankan untuk mengajarkan nilai-nilai, etika, budaya, kebijaksanaan, serta pengalaman. “Mengapa? Karena semua itu tidak bisa diajarkan oleh teknologi,” ujar Mutiara.
Kegiatan belajar dulu berpusat pada fasilitator atau guru. Sekarang bergeser pada pelajar. Di masa yang akan datang, pembelajaran didorong oleh pada pelajar. Para pembelajar ini yang akan menentukan apa-apa saja yang akan dipelajari. Setelah bergeser dari ruang kelas menjadi e-learning, selanjutnya akan bergerak ke arah mobile learning. Kegiatan belajar bisa dilakukan di mana saja.
Kegiatan belajar mengajar dulu berfokus pada individu. Kini bergeser ke kelompok. Pada masa yang akan datang fokusnya akan bergerak ke komunitas atau masyarakat.
Mutiara mengatakan, model belajar juga berkembang. Pembelajaran diarahkan dengan menggunakan pendekatan saintifik, rekayasa, dan teknologi. Misalnya dilakukan melalui model project based. Anak-anak bisa mengamati, bertanya, mencoba, menganalisis, serta mengkomunikasikan.
Wah, kalau anak-anak saja harus disiapkan menghadapi begitu banyak perubahan, Mama sudah siap belum? Harus siap juga, dong! Tidak ada kata lain selain terus belajar ya, Mama. Agar kita bisa membersamai anak-anak meraih masa depannya.
1 thoughts on “Kompetensi Anak yang Penting untuk Menghadapi Masa Depan”
Pingback: Pentingnya Pengabaian Kritis di Era Internet - digitalMamaID