Speech delay atau keterlambatan bicara pada anak seringkali diketahui terlambat. Kebanyakan orangtua menganggap permasalahan tersebut biasa saja. Padahal, speech delay pada anak bisa mempengaruhi tumbuh kembangnya di kemudian hari dan menjadi masalah yang cukup serius.
Tidak dimungkiri, di era digital ini sebagian besar orangtua memperbolehkan anak memakai gadget. Tujuannya agar memberikan tontonan atau sebatas hiburan untuk melepaskan kebosanan anak. Selain itu, gadget juga sering digunakan agar anak bisa duduk diam tanpa merengek meminta berbagai hal. Dengan begitu, orangtua bisa leluasa mengerjakan berbagai pekerjaan yang tertunda.
Gadget dan speech delay pada anak
Speech delay salah satunya ditandai dengan jumlah kosa kata yang dikuasai anak kurang dari yang seharusnya sesuai dengan usianya. Lalu, benarkah speech delay pada anak berkaitan dengan pemberian gadget yang berlebihan atau karena kurangnya stimulasi?
Restu Yulia Hidayatul Umah dalam dalam publikasinya berjudul Gadget dan Speech Delay: Kajian Perkembangan Kemampuan Berbahasa Anak yang diterbitkan oleh Indonesian Journal of Islamic Early Childhood Education menjelaskan, speech delay adalah salah satu penyebab gangguan perkembangan cara anak berbahasa.
Speech delay memiliki jenis yang berbeda-beda. Hal ini ditunjukkan dengan gangguan yang dialami oleh anak.
Restu mengungkapkan, anak-anak yang menggunakan gadget berlebihan terutama pada usia dini dapat membuat anak hanya menjadi pendengar pasif. Saat diajak berkomunikasi, respons anak hanya mendengar. Anak hanya akan berperan sebagai penerima tanpa harus mencerna dan memproses informasi yang masuk.
Menurutnya, seharusnya otak mendapat banyak stimulasi dari orangtua atau lingkungan untuk kemudian memberikan feedback. Apabila yang lebih banyak memberikan stimulasi adalah gadget, maka sel-sel otak yang berperan dalam bahasa dan bicara akan terhambat perkembangannya.
Menurut Restu dalam risetnya, saat anak pada usia dini menggunakan gadget berlebihan tanpa pendampingan orangtua, anak memiliki kemungkinan lebih tinggi mengalami speech delay.
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyebutkan, keterlambatan bicara dan bahasa dialami oleh 5-8 persen anak usia prasekolah.
IDAI menuturkan, penyebab anak terlambat bicara bisa karena gangguan pendengaran, gangguan pada otak (misalnya retardasi mental, gangguan bahasa spesifik reseptif dan/atau ekspresif), autisme, atau gangguan pada organ mulut yang menyebabkan anak sulit melafalkan kata-kata (dikenal sebagai gangguan artikulasi).
Apa yang orangtua bisa lakukan?
IDAI menyarankan, jika terjadi speech delay pada anak, orangtua dapat melakukan berbagai hal, seperti rajin berbicara dan berkomunikasi dengan anak, dimulai pada masa bayi kapan pun dan dimana pun.
Membacakan cerita untuk anak juga bisa dilakukan oleh orangtua. Cara ini baik untuk meningkatkan kosakata anak. Bayi dan anak kecil biasanya tertarik pada cerita yang bersajak. Sembari membaca, anak dapat diajak menunjuk gambar dan menyebut nama benda yang ditunjuk.
Vidya Dwina Paramita dalam bukunya Hari-Hari Montessori untuk Anak Usia Dini menjelaskan, anak harus memiliki kemampuan reseptif sebelum menguasai kemampuan ekspresif.
Kemampuan reseptif adalah kemampuan untuk memahami makna suatu hal. Misalnya, anak dapat dengan tepat memberikan buah apel kepada ayahnya ketika orangtua memberikan perintah kepadanya.
Mungkin, saat itu anak belum dapat mengucapkan kata Ayah, tetapi ketika anak dengan benar memberikan buah apel tersebut, saat itulah ia sudah memiliki kemampuan reseptif.
Sementara, kemampuan ekspresif adalah ketika anak sudah secara konsisten menyebutkan kata Ayah. Kemampuan reseptif dan ekspresif dapat dianalogikan ketika kita mengisi air dalam gelas, pada tahapan ini kita bisa memberikan tabungan kosakata kepada anak.
Dan setelah air dalam gelas itu luber atau bisa dikatakan pada kemampuan ekspresif, saat itulah anak sudah mampu mengucapkan berbagai kosakata yang diberikan.
Menstimulasi anak sejak usia dini sangat diperlukan untuk tumbuh kembangnya, salah satunya kemampuan berbicara. Mengajak anak berkomunikasi dua arah sedini mungkin bisa memperbanyak tabungan kosakata yang didengar oleh anak. Terlebih komunikasi yang melibatkan kontak mata, nada suara, bahasa, dan umpan balik secara langsung. Bukan komunikasi satu arah dengan cara memberikan tontonan dari layar gadget.
Montessorian dan Praktisi Pendidikan Anak Usia Dini ini juga mengatakan, American Academy of Pediatrics (AAP) menyarankan sebaiknya tidak ada penggunaan gadget untuk anak di bawah 2 tahun kecuali untuk video call dengan keluarga yang dibatasi waktunya. Sementara, waktu penggunaan gadget untuk anak usia 2-5 tahun adalah 1 jam per hari.