digitalMamaID – Presiden Republik Indonesia telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 87 Tahun 2025 tentang Peta Jalan Perlindungan Anak di Ranah Dalam Jaringan Tahun 2025–2029. Perpres ini diharapkan mampu memberi perlindungan anak di ranah digital.
Perpres ini hadir membawa secercah harapan, di tengah meningkatnya kerentanan anak terhadap berbagai risiko di ranah digital. Mulai dari kekerasan seksual, penyalahgunaan data pribadi, hingga paparan konten berbahaya.
Dengan adanya Perpres ini, harapannya anak-anak Indonesia bisa tumbuh di ranah digital dengan aman. Anak bebas dari kekerasan, eksploitasi, dan jebakan konten yang tidak ramah anak. Sebab, semakin maju perkembangan teknologi, semakin besar pula tantangan untuk menjaga anak-anak tetap aman di dunia maya.
Perjuangan panjang demi ruang digital yang aman untuk anak
Perjalanan menuju lahirnya Perpres Nomor 87 Tahun 2025 tentang Peta Jalan Perlindungan Anak di Ranah Digital 2025–2029 bukanlah hal yang instan. Ada kerja panjang, kolaborasi lintas lembaga, dan semangat besar untuk memastikan anak-anak Indonesia aman tumbuh di dunia maya.
Diena Haryana, pendiri Yayasan Sejiwa sekaligus Wakil Ketua ID-COP (Indonesia Child Online Protection) mengungkapkan, peta jalan ini merupakan perjalanan panjang bertahun-tahun yang di dorong oleh banyak pihak. “Kami enggak sendirian ya. Jadi ada ID-COP, ada Kementerian Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak (KemenPPPA), ada juga berbagai pihak yang ada dalam terjadinya peta jalan ini,” ungkap Diena.
Peta jalan ini, lanjutnya, sebenarnya merupakan hasil kelanjutan dari upaya sebelumnya yang diinisiasi oleh Kominfo (sekarang Komdigi). Kominfo saat itu menjadi pihak yang pertama kali menginisiasi peta jalan perlindungan anak di ranah digital. Lalu KemenPPPA dan ID-COP membuat inisiatif serupa.
“Intinya itu semuanya tidak lepas satu sama lain ya. Karena kita juga belajar dari apa yang dibuat oleh Kominfo. Ada kelanjutan-kelanjutan lah, para penulisnya juga ada yang dari ID-COP juga begitu,” jelasnya.
“Jadi intinya Perpres kemarin itu perjuangan banyak tahun dari teman-teman, Kementerian yang memang sangat peduli dengan keamanan anak di ruang digital,” sambungnya.
Negara tak lepas tangan
Upaya untuk melindungi anak di dunia digital sebenarnya sudah dimulai Yayasan Sejiwa sejak 2008 dengan mempromosikan digital parenting. Hal ini untuk menyampaikan isu-isu yang ada di ruang digital agar orangtua waspada.
Menurut Diena, cukup banyak hal-hal yang menjadi catatan di ranah digital terkait adanya orang-orang yang mencoba menghubungi anak dengan tujuan yang merugikan anak. Contohnya predator anak, mengajak judi online, cyberbullying, mengirimkan konten-konten buruk (pornografi) kepada anak, hingga mengjarkan paham terorisme, dan termasuk masalah screen time.
“Masalah screen time juga kan yang sangat tinggi karena orangtuanya tidak waspada sehingga terjadi obsesi di sana. Obsesi bisa menjadi adiksi, adiksi bisa merusak tentunya tumbuh kembang anak,” jelasnya.
Ketika orangtua juga pendidik tidak paham dengan isu di rtanah digital, anak-anak akan terjebak di dalamnya. “Perpres ini sangat jelas sekali peduli untuk melindungi anak dan pemerintah hadir untuk itu. Buat kami sesuatu kepastian ya bahwa pemerintah kita tidak lepas tangan,” lanjutnya. Meski begitu, ia menambahkan, peta jalan ini masih perlu turunan-turunannya lagi agar bisa di dilaksanakan.
Literasi digital dari rumah hingga sekolah
Ia berharap, Perpres Nomor 87 Tahun 2025 ini bisa menjadi landasan untuk memperkuat literasi digital bagi orangtua, guru, atau siapapun yang ada di sekitar anak. “Anak-anak tidak bisa dipisahkan dari dunia digital, tapi mereka tetap harus dihidupkan dengan keterampilan hidup yang sehat,” katanya.
Ia menyebut konsep “empat sehat lima sempurna” sebagai analogi. “Empat sehatnya itu keterampilan hidup, keterampilan sosial, keterampilan fisik, dan keterampilan spiritual. Baru, yang kelimanya, keterampilan lain yang membuat anak lebih unggul, yaitu keterampilan digital,” ungkapnya.
Ia menekankan, orangtua jangan berpikir terbalik mengedepankan keterampilan digital sebagai yang utama. Menurutnya, justru empat keterampilan hidup yang sehat harus menjadi yang utama. Keterampilan digital memang membuat anak menjadi lebih unggul jika diberikan dengan porsi yang tepat juga dengan perlindungan yang tepat untuk anak-anak.
Jika semua pihak memahami ini baik orangtua, pendidik, hingga pembuat kebijakan, ia yakin anak-anak Indonesia bisa tumbuh lebih terlindungi, lebih baik tumbuh kembangnya dan terampil di ranah digital. “Mereka akan mampu berkata cukup di dunia maya, dan tetap tumbuh sehat di dunia nyata. Seperti itu kira-kira, tips sukses untuk mereka,” pungkasnya. [*]






