digitalMamaID – Dikelilingi pegunungan dengan udara sejuk, Bandung sudah sejak lama menjadi daya tarik pariwisata, kuliner, mode, hingga inovasi. Namun, di balik pesona itu, kota ini juga menyimpan ancaman geologi yang tak bisa diabaikan, Bandung berdiri di atas ancaman senyap, Sesar Lembang.
Patahan yang membentang sepanjang 29 kilometer di bagian utara Kota Bandung ini, terhitung mengalami peningkatan aktivitas dalam dua bulan terakhir. Rentetan gempa skala kecil berkali-kali tercatat oleh Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Gempa pertama terjadi pada 29 Juni 2025 di Kota Cimahi dengan 2,7 magnitudo, disusul gempa 1,8 magnitudo pada 24 Juli 2025, 2,1 magnitudo pada 28 Juli 2025, 1,9 magnitudo pada 14 Agustus 2025, 1,8 magnitudo pada 15 Agustus 2025 dan 2,3 magnitudo pada 19 Agustus 2025.
Pelepasan energi
Dilansir dari Detik, Direktur Gempa dan Tsunami Daryono menjelaskan bahwa rentetan gempa kecil yang terjadi di sekitar Sesar Lembang perlu diwaspadai.
“Fenomena seperti ini yang dikhawatirkan adalah gempa pembuka (fore shocks). Saya tidak katakan peningkatan aktivitas ini akan memicu gempa kuat, karena belum dapat diprediksi kapan gempa besar akan terjadi,” ungkap Daryono.
“Tapi dari tiga tipe gempa, salah satu tipenya itu adalah gempa kuat yang didahului oleh aktivitas gempa pembuka,” sambungnya.
Sementara Penyelidik Bumi Ahli Madya pada Badan Geologi, Supartoyo menduga bahwa rentetan kegempaan bermagnitudo kecil yang diyakini dari aktivitas Sesar Lembang kali ini merupakan fase pelepasan energi.
“Tren pelepasan energi ini pelan-pelan, cukup positif dibanding langsung melepaskan energi berkekuatan besar seperti di Cianjur,” kata Supartoyo.
Hal serupa juga diyakini oleh Peneliti Gempa Bumi pada Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Mudrik Rahmawan Daryono bahwa sekarang Sesar Lembang berada pada siklus pelepasan energi.
Berdasarkan penelitian, siklus atau periode gempa Sesar Lembang antara 170 tahun sampai 670 tahun. Event (Earthquake Event), kejadian gempa besar terakhir berdasarkan rekaman sedimentasi geologi terjadi pada abad ke-15.
“Jadi sudah 560 tahun hingga saat ini, artinya sudah masuk rentang siklus ulang tahun gempa. Bisa terjadi sekarang atau 100 tahun lagi kita tidak tahu pastinya,” ujar Mudrik dikutip dari Detik.
Awal terbentuknya Sesar Lembang
Sesar Lembang terbentuk sejak sekitar 500 ribu tahun lalu pada Zaman Kuarter atau Pleistosen. Proses awalnya berkaitan dengan runtuhnya Kompleks Gunung Api Sunda–Burangrang yang kemudian memunculkan patahan aktif penyebab gempa.
Penelitian paleoseismologi menunjukkan Sesar Lembang sudah beberapa kali bergerak di masa lalu. Bukti geologi mengindikasikan pergerakan besar terjadi sekitar 15.000 tahun lalu, 5.600 tahun lalu, 2.000 tahun lalu (gempa bermagnitudo sekitar 6,8 yang menurunkan bagian utara sesar hingga 1,7 meter), serta sekitar 500 tahun lalu yang kembali menyebabkan penurunan 0,5–1 meter.
Dalam catatan sejarah tertulis, memang tidak ada laporan jelas mengenai gempa besar di Bandung. Namun, analisis geologi memperkirakan peristiwa gempa signifikan kemungkinan terjadi pada abad ke-15 hingga ke-17.
Hingga kini, Sesar Lembang masih dikategorikan aktif. Pergeseran patahannya berlangsung dengan kecepatan 0,2 hingga 5 milimeter per tahun. Energi yang terus menumpuk ini berpotensi dilepaskan sebagai gempa besar. Para ahli memperkirakan kekuatan maksimum gempanya bisa mencapai magnitudo 6,5–7,0 bila seluruh segmen sesar patah sekaligus, dengan periode ulang sekitar 170 hingga 670 tahun.
Upaya Pemkot Bandung
Dilansir dari @Infobdg Pemkot Bandung sudah menyiapan enam titik evakuasi untuk menghadapi potensi gempa besar akibat aktivitas Sesar lembang. Wakil Walikota Bandung Erwin, menegaskan ancaman gempa tidak bisa dipandang sebelah mata karena berdekatan dengan wilayah padat penduduk. Oleh sebab itu, kebijakan pemerintah diarahkan pada kesiapsiagaan, termasuk menyiapkan enam lokasi evakuasi.
Lokasi tersebut, yaitu Taman Tegalega, Stadion GBLA, Gasibu, Alun-Alun Kota Bandung, Sabuga dan Lapangan Olahraga Arcamanik.
Sejumlah upaya dilakukan, mulai dari pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bandung, pemetaan wilayah rawan gempa bersama ITB, hingga edukasi kesiapsiagaan melalui simulasi di sekolah, kantor, dan lingkungan warga. Langkah ini diharapkan memberi masyarakat panduan jelas dalam menghadapi situasi darurat.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bandung Didi Ruswandi mengatakan dalam Tempo, kesiapsiagaan masyarakat adalah kunci keselamatan. “Mereka harus tahu apa yang harus dilakukan,” ujarnya.
Galakkan edukasi
Sebagai antisipasi, warga diajari soal ruang-ruang aman di rumah maupun tempat kerja sejak dini. Didi menyebut setiap anggota keluarga juga perlu mengetahui titik berlindung masing-masing agar tidak panik di tengah gempa. Ada beberapa titik aman yang bisa dipilih, mulai dari area di bawah meja, pojok dinding, atau ruang yang jauh dari kaca.
Selain itu juga ada beberapa edukasi lain, seperti menempeli stiker ke kaca untuk mengurangi potensi pecah. Barang-barang yang berat ditempatkan di bawah. Lemari disarankan menempel ke dinding supaya tidak mudah roboh. Bermitra dengan komunitas kreatif, BPBD Kota Bandung juga menyusun media edukasi untuk anak, bisa lewat film kartun maupun buku cerita.
Didi juga menyinggung soal rencana BPBD menggelar geotrek atau tur edukasi lapangan untuk menunjukkan kondisi terkini Sesar lembang. Peserta disuguhi visualisasi perubahan permukaan tanah, jenis batuan, hingga potensi getaran.
Meski para ahli belum bisa memastikan kapan gempa besar dari Sesar Lembang akan terjadi, potensi ancamannya nyata dan tidak bisa diabaikan. Bandung, dengan segala pesonanya, berdiri di atas patahan aktif yang terus bergerak dan bergeser. Kesiapsiagaan masyarakat, edukasi, mitigasi kebencanaan, serta kesiapan pemerintah menjadi kunci agar kota ini tidak hanya siap menghadapi bencana, tetapi juga mampu bangkit dan bertahan. [*]






