digitalMamaID – Hanya dua bulan berselang setelah pelarangan pameran lukisan Yos Suprapto di Galeri Nasional Indonesia karena dianggap mengandung unsur politik, hal serupa terjadi lagi. Pada 20 Februari lalu, lagu “Bayar Bayar Bayar” karya band post-punk Sukatani yang berisi kritik terhadap oknum polisi dilarang beredar sekaligus ditarik semua peredarannya dari platform seperti Spotify dan YouTube.
Di akun Instagram resmi @sukatani.band, duo asal Purbalingga ini mengunggah permohonan maaf kepada Kapolri atas lagu “Bayar Bayar Bayar” yang memuat lirik ‘bayar polisi’. Mereka juga mengajak warganet yang sudah mengunggah lagu tersebut di banyak platform untuk menariknya dari peredaran. Yang mengejutkan dalam video tersebut adalah Sukatani memperkenalkan diri dengan lengkap dan tampil tanpa topeng yang biasa menjadi ciri khas penampilan mereka.
Diminta minta maaf
Pelarangan peredaran lagu tersebut dikarenakan bahwa lagu “Bayar Bayar Bayar” dianggap mencoreng nama kepolisian. Penulisan lirik ‘bayar polisi’ dianggap merusak citra polisi sehingga band Sukatani harus meminta maaf dan menarik peredaran lagunya tersebut. Buntut dari masalah ini membuat sang vokalis Sukatani, Twister Angel (Novi Citra Indrayati) dipecat dari sekolah tempatnya bekerja.
Kabar ini menyulut amarah warganet. Tagar #kamibersamasukatani sempat ramai di platform X. Tak lupa di Instagram, dukungan moril untuk Sukatani mengalir deras dengan ribuan repost story berisi dukungan terhadap Sukatani.
Salah satu cuitan yang mendapat perhatian adalah cuitan @Dandhy_Laksono, Co-Founder Watchdoc ini mencuit “Lirik lagu ini pakai kosakata umum: Polisi (police). Sama sekali tak menyebut polisi India, Zimbabwe, atau Kepulauan Solomon. Di mana masalahnya? Apa liriknya perlu ditambah: “Mau bikin lagu, bayar polisi”?. Cuitan Dandhy ini mendapat 11 ribu retweet dan 1,9 juta tayangan.
Pelarangan lagu “Bayar Bayar Bayar” oleh Sukatani ini berbarengan dengan rentetan demo Indonesia Gelap yang diselenggarakan di beberapa kota di Indonesia. Lagu yang awalnya dilarang beredar akhirnya malah makin lantang terdengar dan sempat dinyanyikan bersama-sama oleh demonstran saat demo berlangsung, seperti diberitakan oleh Tempo.co.
Saat ramai dukungan terhadap Sukatani menggema di banyak platform media sosial juga pemberitaan nasional, grup band ini tidak langsung menampilkan diri untuk klarifikasi lebih lanjut. Satu-satunya sumber kredibel yang diandalkan adalah dari akun resmi Instagram mereka. Kurang lebih sepekan setelah unggahan video Sukatani tentang permintaan maafnya, pada 1 Maret 2025 band yang digawangi oleh Muhammad Syifa Al-Lutfi dan Novi Citra Indrayati kembali mengunggah feed tentang kabar terkini dari mereka.
Dalam postingannya duo ini mengupdate kabar terakhir mereka yang banyak ditunggu warganet. Dari mulai info bahwa video permintaan maaf atas lagu “Bayar Bayar Bayar” adalah buntut dari intimidasi yang dilakukan oleh polisi sejak tahun lalu, tawaran menjadi Duta Polisi yang ditolak keduanya, kabar pemecatan sepihak vokalis Sukatani yakni Twister Angel (Citra Novi Indrayati) dari sekolah tempatnya bekerja. Postingan tersebut diakhiri bahwa Sukatani akan didampingi LBH Semarang-YLBHI untuk proses lanjutan.
Kebebasan berpendapat dilindungi undang-undang
Sikap polisi yang melarang lagu “Bayar Bayar Bayar” oleh Sukatani tidak sesuai dengan prinsip demokrasi dan kebebasan berekspresi. Padahal Indonesia menjamin kebebasan berpendapat melalui Pasal 28E UUD 1945 dan UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM. Larangan yang terjadi kepada Sukatani atau Lukisan Yos Sudarso terdahulu menunjukkan sikap anti-kritik yang bertentangan dengan prinsip negara demokratis.
Upaya pelarangan ini justru menjadi bumerang untuk kepolisian. Lagu “Bayar Bayar Bayar” malah menjadi viral walaupun sudah ditarik dari peredaran di banyak platform. Warganet khususnya di platform X ramai menyebut bahwa fenomena ini adalah Efek Streisand, yaitu ketika upaya sensor meningkatkan perhatian publik.
Jika praktik pembungkaman semacam ini dibiarkan, maka seniman dan musisi akan semakin takut menyuarakan kritik sosial. Masyarakat akan kehilangan ruang berdialog secara kritis terhadap kebijakan publik, dan citra polisi akan semakin buruk di mata publik. Sekaligus menjadi preseden buruk bagi kebebasan berpendapat di Indonesia.
Sehari setelah Sukatani mengunggah video permintaan maaf dan kasusnya viral, Polda Jateng kembali membolehkan lagu tersebut beredar kembali di masyarakat. Namun, sampai saat ini lagu “Bayar Bayar Bayar” masih hilang dari YouTube maupun Spotify resmi Sukatani. [*]