digitalMamaID – Program Tular Nalar mulai mengantisipasi maraknya hoaks politik menjelang Pemilu 2024. Kurikulum Tular Nalar disempurnakan dengan mengakomodasi isu-isu politik.
Tular Nalar merupakan program literasi digital yang diselenggarakan oleh Mafindo, Ma’arif Institut, dan Love Frankie. Program ini menyasar beberapa kelompok usia, yaitu anak muda (berusia 17-21 tahun), pendamping lansia (usia di bawah 45 tahun), pra lansia (usia 45-60 tahun), dan lansia (di atas 60 tahun). Mereka dilatih untuk berpikir kritis sehingga mampu mengenali dan mengatasi hoaks, serta bisa turut menyebarkan kebenaran.
“Kurikulum program ini kan berevolusi terus. Selain 10 tema saat ini, sekarang sedang menyusun terkait politik menjelang pemilu. Sehingga masyarakat bisa berpikir kritis dan cerdas menghadapi risiko disinformasi pemilu,” kata Project Manager Tular Nalar Santi Indra Astuti ditemui, Senin, 2 Agustus 2023.
Beberapa tema yang sudah ada antara lain Berdaya Internet, Internet dan Ruang Kelas, Internet dan Kesehatan, Menjadi Warga Digital, Internet dan Keluarga, Internet Damat, Internet dan Siaga Bencana, Internet Merangkul Sesama.
Topik baru
Menghadapi tahun politik, Tular Nalar melengkapi kurikulumnya dengan pengetahuan tentang pemilu dan mengantisipasi kabar bohong yang sering beredar saat pesta demokrasi digelar. Santi mengatakan, ada topik hal yang masuk dalam kurikulum baru ini. Pertama, terkait tanggal-tanggal penting pemilu seperti penetapan daftar pemilih, penetapan calon legislatif, masa kampanye, penghitungan suara, dan sebagainya. “Di tanggal-tanggal tersebut biasanya jadi gorengan bahan hoaks,” ujar Santi.
Kedua, terkait praktik demokrasi. Santi menjelaskan, hoaks politik yang begitu banyak membuat masyarakat tidak percaya demokrasi. Masyarakat, khususnya anak muda jadi tidak tertarik dengan politik.
Pengetahuan politik hanya didapat secara formal. “Tapi tidak diaplikasikan sebagai warga yang bertanggung jawab. Anak muda tidak punya ruang mempraktikkan, memilih dan memahami konteks dari citizen yang bertanggung jawab itu seperti apa. Jadinya skeptis, ngapain sih ada pemiu toh tidak ada yang berubah,” tuturnya.
Ketiga, keterampilan menghadapi hoaks politik yang semakin masif beredar ketika pemilu. Santi mengatakan, saat ini yang diarahkan bukan sekadar debunking atau membongkar hoaks tetapi kesiapan mengantisipasinya lewat prebunking. “Sebelum hoaks muncul, kita sudah punya imunitasnya,” ujarnya.
Konsep prebunking, kata Santi, bertujuan untuk mengisi informasi yang menjadi penyebab lahirnya hoaks. Saat masyarakat sudah mendapat informasi yang cukup, maka tidak akan mudah termakan hoaks.
Mama bisa ikut belajar online bersama Tular Nalar juga. Berbagai materi belajar bisa diakses di website Tular Nalar. [*]