digitalMamaID – The Smartest Kids in The World jadi salah satu buku populer dalam beberapa tahun terakhir. Dengan atribut “New York Times Best Seller”, buku ini sudah diterbitkan di 15 negara, termasuk Indonesia.
Dari judulnya, mungkin kita bisa menebak bahwa buku ini tentulah berhubungan dengan parenting, pendidikan dan tentunya orang-orang pintar. Yang menarik, ternyata buku ini menyajikan cerita bukan hanya lewat kacamata orang dewasa tapi juga dari objek utama persoalan ini: anak.
Tentang apa buku ini?
The Smartest Kids in The World yang ditulis oleh Amanda Ripley memberikan cerita komprehensif dari 3 negara yang dianggap jadi “adidaya dunia pendidikan”, yaitu Finlandia, Korea Selatan dan Polandia.
Sebagai seorang jurnalis, Ripley tentu bisa saja datang ke negara-negara tersebut dan mengamati sendiri sistem pendidikan di sana. Namun, ia ingin mendapatkan laporan dari anak-anak yang memang merasakan langsung bagaimana jalannya pembelajaran di sana.
Ripley akhirnya mengajak 3 remaja Amerika Serikat untuk menjadi saksi sekaligus narasumber utamanya dalam menulis buku ini. Mereka ditempatkan di masing-masing 3 negara itu untuk merasakan langsung perbedaan pendidikan di sana dengan di tanah air mereka, AS.
Dari hasil program pertukaran pelajar yang 3 remaja ini ikuti, Ripley mendapati banyak cerita yang mungkin luput dari sorotan orang dewasa. Mulai dari kekaguman mereka terhadap guru yang berpengaruh pada prestasi, hingga tingkat stress pelajar yang bisa merenggut nyawa.
Buku ini cocok untuk siapa?
- Guru atau tim pendidik lainnya yang ingin meningkatkan kualitas pendidikan
- Orang tua yang mau pilih sekolah terbaik bagi anaknya
- Anak-anak yang ingin mendapat pendidikan lebih baik
- Semua pihak yang concern dengan dunia pendidikan
Apa saja poin penting dalam buku ini?
Buku yang pertama kali dirilis pada 2013 ini banyak menampilkan ugly truth yang mungkin tak banyak dibahas sebelumnya. Ripley menyajikan pendidikan sebagai fokus utama yang kompleks dan mendalam di buku ini.
Walau banyak pelajaran yang bisa membuka wawasan kita tentang dunia pendidikan, namun kami mencoba merangkumnya dalam beberapa poin. Berikut beberapa diantaranya:
Guru jadi pekerjaan prestigious di Finlandia
Finlandia jadi salah satu negara yang dalam beberapa dekade terakhir menunjukan kualitas pendidikan yang signifikan. Salah satu kuncinya adalah menaikkan kualitas guru.
Profesi guru di sana dianggap sebagai pekerjaan sangat bergengsi dan bergaji tinggi. Pemerintah Finlandia tahu betul bahwa guru jadi salah satu indikator untuk membangun kualitas pendidikan.
Maka, seleksi tenaga pendidik pun dibuat sangat ketat dan tentunya hanya mereka yang qualified yang terpilih. Tak hanya memenuhi kriteria dalam segi akademik, tapi juga attitude.
Terbukti dari cerita dalam buku ini dijelaskan bahwa banyak guru yang sangat bisa merangkul muridnya tanpa harus menjadi terlalu dekat secara personal.
“Saya tidak mau membangun empati yang berlebihan kepada mereka. Saya ingin memperlakukan mereka dengan sama.” ujar salah satu guru yang disambangi Ripley dalam buku ini.
Hasilnya, para guru tak lagi mementingkan latar belakang murid, entah mereka dari keluarga berada atau sebaliknya. Tak adanya pelabelan pada murid juga jadi pemicu semangat belajar anak-anak di Finlandia semakin meningkat.
Menjamurnya program bimbel di Korea Selatan
Bimbingan belajar atau biasa disebut bimbel disebut jadi salah satu rahasia Korea Selatan punya ranking pendidikan yang luar biasa. Les sepulang sekolah yang disebut hagwon ini, mencetak banyak lulusan pelajar yang bisa tembus ke Universitas bergengsi di Korea maupun dunia.
Sistem di sebagian besar hagwon cukup ketat. Mereka akan memberikan program intensif untuk murid setiap hari hingga larut malam.
Semakin tinggi dan berkualitas program yang ditawarkan, semakin tinggi pula biayanya tentunya. Disebutkan bahwa pada tahun 2011, orang tua di Korea Selatan mengeluarkan hampir $18 miliar (Rp 279 Triliun) untuk bimbingan belajar seperti ini.
Di sisi lain, tren hagwon menempatkan Korea Selatan jadi tempat “terkejam” untuk masalah pressure pendidikan. Gimana enggak, anak-anak dituntut untuk terus belajar hingga larut malam setelah bersekolah.
Pemerintah Korea pun sampai harus memberlakukan jam malam maksimal untuk kegiatan belajar ini. Sejumlah personel keamanan diturunkan setiap harinya untuk menertibkan hagwon yang masih beroperasi di atas jam 10 malam.
Tapi, ya culture yang mungkin dianggap toxic ini terbukti berhasil melahirkan bibit-bibit unggul para generasi muda yang punya semangat belajar tinggi.
“Anak-anak (dari Korea Selatan) tahu bagaimana cara bergulat dengan gagasan yang rumit dan mampu berpikir di luar zona nyaman.”
Revolusi Pendidikan di Polandia
Berakhirnya Perang Dunia II memporak porandakan Polandia dari bebagai aspek, termasuk pendidikan. Banyak sekolah yang sudah tak layak secara infrastruktur juga semangat belajar yang kian sirna pascaperang.
Namun, dalam kurun waktu yang singkat, negara bekas persemakmuran Rusia ini bisa bangkit dari keterpurukan dan mengalahkan sistem pendidikan negara maju sekalipun.
Rahasianya ada di revolusi metamorfosis yang dicanangkan Menteri Pendidikan saat itu, Miroslaw Handke. Salah satunya adalah mengadakan ujian bertaraf nasional yang sebelumnya tak pernah terjadi di Polandia.
Selain itu, pemerintah juga membangun lebih dari 4.000 sekolah dalam waktu yang singkat untuk memenuhi kebutuhan wajib sekolah untuk anak-anak. Guru-guru juga dibiayai untuk melanjutkan pendidikan supaya bisa menghasilkan pengajaran yang lebih berkualitas.
Dari sejumlah revolusi inilah, terbentuk budaya berpikir kritis dan cerdas dari para pelajar yang duduk di bangku sekolah. Sistem ini terus diberlakukan hingga pada tahun 2012, Polandia secara resmi masuk dalam kelompok negara adidaya pendidikan.
“Hasil itu memberi harapan baru untuk dunia, anak-anak miskin mungkin bisa belajar lebih banyak dari yang mereka pelajari.”
Buku The Smartest Kids in The World edisi Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Renebook bisa Mama baca sebagai referensi untuk memberi pendidikan yang tepat untuk anak. Selamat membaca! [*]