Media sosial sekarang menjadi tempat masyarakat mendapatkan informasi. Banyak lembaga resmi juga tenaga profesional, seperti dokter, perawat, guru, ekonom, dan lainnya yang aktif membagi informasi lewat media sosial. Mereka bahkan mempunyai pengikut yang besar. Tentu hal ini menuntut tanggung jawab yang besar pula, ya! Informasi yang disampaikan harus valid agar masyarakat tidak malah kebingungan.
Menurut data We Are Social 2022, terdapat 191,4 juta pengguna media sosial di Indonesia atau sekitar 68,9% populasi Indonesia. Sementara hasil survei Status Literasi Digital 2021 menunjukkan, 73% responden menyebut media sosial sebagai sumber informasi.
Begitu banyak orang yang mengandalkan informasi dari media sosial. Jika informasi yang disampaikan tidak valid, masyarakat akan kebingungan.
Berkaca dari berbagai informasi soal kasus gagal ginjal akut pada anak. Masyarakat sempat dibuat kebingungan. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) memberikan pernyataan lewat media sosialnya pada 18 Oktober 2022 terkait hal tersebut. Di akun Instagram @ikatandokterindonesia, IDAI mengimbau masyarakat agar mewaspadai dan menghindari penggunaan sirup Paracetamol. Namun, setelah pernyataan tersebut viral, IDAI malah mengklarifikasi bahwa imbauan tersebut tidak pernah disampaikannya.
Tak berapa lama, Kementerian Kesehatan RI melarang penggunaan obat sirup anak jenis apapun. Bahkan, penarikan obat sirup tersebut sudah dilakukan oleh setiap daerah di berbagai apotek.
Penyampaian informasi yang simpang siur ini membuat masyarakat bingung dan dilanda kekhawatiran. Dan menjadi sorotan dari berbagai kalangan, salah satunya oleh Pengamat Media Sosial dari Komunikonten, Hariqo Satria. Ia menyayangkan tidak adanya komunikasi antara IDAI dan Kementerian Kesehatan dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat terkait kasus gagal ginjal akut pada anak.
“Jadinya kan masyarakat sendiri yang bingung. Awalnya IDAI hanya menyuruh masyarakat untuk mewaspadai dan menghindari obat sirup Paracetamol yang disampaikan dalam live instagram. Namun, setelah itu muncul pernyataan dari Kemenkes yang melarang semua obat sirup,” ujar Hariqo lewat sambungan telpon.
Ia meyakini, informasi awal yang diterima oleh masyarakat tidak semudah itu hilang, bahkan terlupakan. Padahal, profesi dokter itu salah satu yang dipercaya masyarakat.
“Setelah informasi awal itu viral dan ditelan mentah-mentah oleh masyarakat lalu muncul klarifikasi IDAI. Saya yakin informasi awal yang sudah disampaikan tidak mudah hilang begitu saja. Bahkan, informasi tersebut masih tersebar di media sosial,” katanya. Dengan adanya kekeliruan tersebut, Hariqo menghawatirkan kepercayaan masyarakat kepada dokter jadi berkurang.
Informasi yang dapat dipercaya
Ia menyarankan, untuk persoalan yang urgen seperti kasus gagal ginjal akut ini, perlu adanya konferensi pers yang terstruktur antara IDAI dan Kementerian Kesehatan dalam menyampaikan informasi kasus gagal ginjal akut pada anak. Pasalnya, tidak semua masyarakat, khusunya para ibu yang bisa mengikuti informasi tersebut di media sosial.
“Tidak semua ibu-ibu di Indonesia sudah melek teknologi. Mereka juga punya kesibukan baik yang bekerja maupun memutuskan untuk menjadi ibu rumah tangga. Kalau bisa ya bikin konferensi pers seperti yang dilakukan pemerintah saat menangani kasus Covid-19,” jelasnya.
Konferensi pers tersebut, kata Hariqo, harus benar-benar informasi yang valid, kuat dan dapat dipercaya. Selain itu, pemerintah juga harus transparan mengenai data-data.
Jangan telan mentah-mentah
Hariqo juga mengapresiasi para dokter yang sudah meluangkan waktu untuk memberikan informasi seputar kesehatan melalui media sosial pribadinya. Banyak orang yang terbantu dengan informasi yang disampaikan tersebut.
Ia mengingatkan, semua informasi yang disampaikan tersebut hendaknya yang sudah diuji secara ilmiah. Para dokter pun harus tetap berpegang pada kode etik saat menyampaikan informasi melalui media sosial, selayaknya saat mereka bertugas langsung.
Hariqo bahkan menyarankan, para tenaga profesional seperti dokter bisa membuat website yang khusus menjadi sarana menyampaikan informasi sesuai keahliannya. Website memberi ruang yang lebih leluasa sehingga informasi yang disampaikan bisa lebih lengkap. “Media sosial ruangnya terbatas juga tidak semua masyarakat mengerti media sosial,” ujarnya.
Di sisi lain, masyarakat juga diimbau agar tidak langsung menelan mentah-mentah informasi yang beredar di media sosial. Ia menyarankan untuk mencari sumber informasi resmi, seperti di website resmi. Tidak semata-mata dari media sosial, apalagi dari akun yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.