Hari kesehatan mental sedunia telah diperingati pada tanggal 10 Oktober yang lalu. Di masa pandemi ini, memang tidak hanya kesehatan jasmani yang perlu diperhatikan. Kesehatan mental pun patut mendapat perhatian lebih karena terjadinya banyak perubahan di hampir semua aspek kehidupan yang memaksa banyak orang untuk beradaptasi dalam waktu yang singkat.
Tak hanya orang dewasa, kehidupan anak juga ikut terpengaruh dengan adanya pandemi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Anak jadi terbatas untuk berkegiatan di luar rumah, bersekolah, dan berinteraksi secara langsung dengan orang lain. Selain hadirnya resiko mengalami gangguan kesehatan fisik terkait pandemi itu sendiri, aspek sosial, emosional, dan mental anak juga bisa menerima dampak negatif dari perubahan yang terjadi.
Tantangan Kesehatan Mental Selama Pandemi
Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menyebutkan setidaknya ada 5 aspek yang berubah dalam kehidupan anak selama pandemi yang berpotensi menyebabkan gangguan pada kesehatan mental dan emosional anak.
1. Perubahan rutinitas
Adanya kebijakan lockdown dan social distancing menyebabkan anak terkadang harus terpisah dengan orang-orang yang biasa berinteraksi dengan mereka sehari-hari. Pada anak usia dini, anak bisa saja harus terpisah dari kerabat, pengasuh, bahkan orang tua yang biasa mengurusi keperluan mereka sehari-hari. Kehilangan pengasuh secara tiba-tiba bisa menyebabkan trauma pada anak yang perlu ditangani. Pada anak yang lebih besar, kesempatan untuk bertemu dan bersosialisasi dengan teman sebaya, komunitas ibadah dan hobi, serta kakek nenek dan kerabat yang lain juga tidak mudah untuk dihadapi.
2. Jeda dalam kesinambungan proses pembelajaran
Sebagian besar sekolah masih ditutup selama pandemi berlangsung. Anak-anak masih harus menjalani pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang tidak selalu berjalan mulus karena berbagai tantangan, mulai dari kedua orang tua yang harus bekerja atau mengurus beberapa anak sekaligus sehingga proses belajar minim supervisi, koneksi internet yang buruk, hingga ketiadaan teknologi. Jeda juga bisa terjadi pada beragam aktivitas di luar sekolah yang sebelumnya ditekuni anak secara rutin seperti olahraga atau keterampilan, menyebabkan perkembangan kemampuan mereka terhambat.
3. Jeda dalam kesinambungan perawatan kesehatan
Pandemi menyebabkan sebagian orang tua merasa khawatir mengajak anak mengunjungi fasilitas kesehatan. Beberapa layanan kesehatan yang biasanya diakses anak bisa jadi terlewat termasuk imunisasi, pemeriksaan kesehatan badan dan gigi, hingga beragam terapi bagi anak yang membutuhkannya seperti terapi fisik, wicara, dan perilaku.
4. Terlewatnya beberapa peristiwa penting
Beragam peristiwa penting yang sebelumnya dialami anak menjadi terlewat karena hilangnya kesempatan untuk berkumpul dan berinteraksi dengan berbagai komunitas yang biasanya mewarnai kehidupan anak. Tidak hanya kehilangan peristiwa yang menyenangkan seperti perayaan ulang tahun, hari raya keagamaan, wisuda, perlombaan, atau liburan yang bisa menyebabkan anak terganggu. Kehilangan kesempatan untuk berbagi duka seperti menemani kerabat yang terbaring sakit atau menghadiri pemakaman juga perlu mendapat perhatian.
5. Resiko keamanan dan keselamatan
Banyak keluarga yang terdampak secara ekonomi karena adanya pandemi. Ada usaha yang gulung tikar, ada pula yang harus kehilangan pekerjaan. Kondisi ekonomi yang terganggu bisa menyebabkan perubahan akses anak terhadap makanan bergizi, sarana transportasi, fasilitas pendidikan, hingga tempat tinggal. Ketidakpastian yang dialami bisa menyebabkan gangguan pada kondisi mental anak. Stress yang dialami orang tua karena faktor ekonomi juga menyebabkan meningkatnya resiko anak mengalami kekerasan dalam rumah. Tidak hanya kekerasan fisik, kondisi anak yang harus menyelami dunia digital lebih lama dan lebih dini di masa pandemi ini juga menyebabkan munculnya resiko cyberbullying, penipuan, bahkan pelecehan seksual secara online pada anak.
Tanda Gangguan Kesehatan Mental Pada Anak
- ledakan ekstrim atau perubahan suasana hati yang berlebihan,
- munculnya rasa cemas atau khawatir yang berlebihan sampai mempengaruhi kondisi fisik seperti sakit perut, alergi, atau sakit kepala,
- mimpi buruk yang muncul terus-menerus,
- kurangnya waktu atau kualitas istirahat yang memengaruhi keseharian anak,
- anak menghindari aktivitas yang tadinya menyenangkan, termasuk menghabiskan waktu bersama teman,
- pendiam yang tidak biasa, sedih, atau sering menyendiri,
- perubahan pada nafsu makan, makan lebih sedikit, atau lebih banyak.
Cara Menjaga Kesehatan Mental Anak
1. Mulai dari diri sendiri
2. Membangun komunikasi sehat
- Menyediakan situasi yang nyaman untuk berbicara.
- Menyampaikan kekhawatiran orang tua dengan kalimat yang positif.
- Menjadi pendengar yang baik atas keluhan atau cerita anak.
- Menggunakan media lain sebagai jembatan anak mengekspresikan perasaan jika anak kesulitan mengekspresikan emosi secara verbal seperti lewat tulisan, gambar, atau bermain peran dengan mainan yang disukai anak.
- Memvalidasi emosi anak dengan menyatakan bahwa orang tua memahami perasaannya dan akan berada di sampingnya untuk membantunya melewati situasi yang tidak menyenangkan.
- Tidak terburu-buru menghakimi dan memberikan nasihat karena terkadang anak perlu berproses untuk menumbuhkan rasa percaya hingga mampu bercerita dan menerima emosinya sendiri.
1 thoughts on “Menjaga Kesehatan Mental Anak Selama Pandemi”
Pingback: 10 Aplikasi Gratis yang Berguna untuk Ibu dan Anak - digitalMamaID