Gen NET dan Gawai
Digital ParenThink diawali dengan membahas perbedaan antara generasi generasi X (1965-1980) dan Y (1981-1995) yang kini menjadi orang tua, dengan generasi anak-anak yang dikenal sebagai generasi NET (1995-sekarang). Memahami karakteristik generasi NET akan membantu orang tua untuk mempersiapkan gaya pengasuhan yang sesuai dengan zaman. Terutama di tengah maraknya akses internet dan penggunaan gawai di kalangan anak dan remaja.
Bagaikan pisau yang bermata dua, gawai memang memiliki dua sisi pengaruh yang tidak dapat terpisahkan. Keduanya dibahas secara seimbang dalam buku terbitan Noura ini. Pengaruh negatif atau positifkah yang akan dialami oleh anak-anak? Semua bergantung pada bagaimana kita mendampingi dan mengarahkan mereka dalam menggunakan gawai sehari-hari. Misalnya, jangan sampai terjadi ‘gadget-ku, baby sitter-ku’, yang disebutkan sebagai salah satu kesalahan pola asuh yang menyebabkan anak kecanduan gawai.
Terlalu lama menggunakan gawai memang dapat menimbulkan berbagai pengaruh negatif pada pertumbuhan dan perkembangan anak. Bagaimana jika anak sudah terlanjur mengalami kecanduan terhadap gawai? Dalam buku ini Mama dapat membaca tips membatasi penggunaan gawai pada anak, yang dilengkapi dengan berbagai alternatif kegiatan sebagai pengganti bermain gawai. Ada pula panduan praktis untuk menyusun kesepakatan penggunaan gawai secara efektif bersama seluruh anggota keluarga.
Selain kecanduan, hal lain yang patut diwaspadai orang tua dengan anak-anak yang beranjak remaja adalah kegemaran mereka menggunakan media sosial. Ada berbagai resiko yang berpotensi mengancam anak-anak kita di media sosial, mulai dari keamanan hingga cyberbullying. Mona Ratuliu menekankan perlunya menaati batasan usia untuk membuat akun, juga mempersiapkan anak dengan segala resiko dan cara menghadapinya. Penyebabnya, terjun ke dunia media sosial membutuhkan kedewasaan pola pikir yang umumnya belum dimiliki oleh anak-anak usia dini.
Tak Sekedar Teori
Selain desain visual yang menarik dan gaya bahasa yang ringan, kelebihan lain dari buku ini adalah dicantumkannya pengalaman pribadi penulis dan beberapa orang tua lain. Dengan jujur, mereka mengungkapkan kisah jatuh bangun dalam mendampingi anak-anak menggunakan gawai. Walaupun juga dilengkapi dengan berbagai informasi dari para pakar, pesan yang disampaikan pun tak sekedar menjadi teori belaka.
Di akhir buku disertakan pula beberapa pengalaman anak-anak yang sukses menggunakan gawai untuk beraneka aktivitas produktif. Selain putri sulung Mona sendiri, ada pula kisah penyanyi cilik Naura yang belajar menyanyi dari Youtube, juga Naya yang sukses menjual slime secara online. Sebuah penutup yang meninggalkan pesan bahwa gawai bukanlah momok yang harus disingkirkan dari kehidupan anak-anak. Sebaliknya, jika kita mampu bijak menggunakannya, gawai dapat menjadi alat bantu yang sangat bermanfaat untuk berkreasi dan berkarya.
Jadi, sudah siapkah kita menyambut tantangan sebagai orang tua anak zaman now?
Dalam buku Digital ParenThink yang hadir di pertengahan 2018 ini, Mona Ratuliu berbagi pengalamannya sebagai ibu dari tiga anak zaman now untuk mendampingi anak menggunakan gawai secara lebih bijaksana. Setelah sebelumnya dikenal sebagai artis layar kaca, Mona Ratuliu meluncurkan buku pertamanya, ParenThink, pada tahun 2015 yang lalu. Ia pun kemudian aktif menjadi narasumber di berbagai media dan seminar seputar pengasuhan anak. Buku keduanya kali ini berfokus seputar bagaimana orang tua dapat mendampingi anak untuk memanfaatkan internet dan media sosial secara bijaksana.
Gen NET dan Gawai
Digital ParenThink diawali dengan membahas perbedaan antara generasi generasi X (1965-1980) dan Y (1981-1995) yang kini menjadi orang tua, dengan generasi anak-anak yang dikenal sebagai generasi NET (1995-sekarang). Memahami karakteristik generasi NET akan membantu orang tua untuk mempersiapkan gaya pengasuhan yang sesuai dengan zaman. Terutama di tengah maraknya akses internet dan penggunaan gawai di kalangan anak dan remaja.
Bagaikan pisau yang bermata dua, gawai memang memiliki dua sisi pengaruh yang tidak dapat terpisahkan. Keduanya dibahas secara seimbang dalam buku terbitan Noura ini. Pengaruh negatif atau positifkah yang akan dialami oleh anak-anak? Semua bergantung pada bagaimana kita mendampingi dan mengarahkan mereka dalam menggunakan gawai sehari-hari. Misalnya, jangan sampai terjadi ‘gadget-ku, baby sitter-ku’, yang disebutkan sebagai salah satu kesalahan pola asuh yang menyebabkan anak kecanduan gawai.
Terlalu lama menggunakan gawai memang dapat menimbulkan berbagai pengaruh negatif pada pertumbuhan dan perkembangan anak. Bagaimana jika anak sudah terlanjur mengalami kecanduan terhadap gawai? Dalam buku ini Mama dapat membaca tips membatasi penggunaan gawai pada anak, yang dilengkapi dengan berbagai alternatif kegiatan sebagai pengganti bermain gawai. Ada pula panduan praktis untuk menyusun kesepakatan penggunaan gawai secara efektif bersama seluruh anggota keluarga.
Selain kecanduan, hal lain yang patut diwaspadai orang tua dengan anak-anak yang beranjak remaja adalah kegemaran mereka menggunakan media sosial. Ada berbagai resiko yang berpotensi mengancam anak-anak kita di media sosial, mulai dari keamanan hingga cyberbullying. Mona Ratuliu menekankan perlunya menaati batasan usia untuk membuat akun, juga mempersiapkan anak dengan segala resiko dan cara menghadapinya. Penyebabnya, terjun ke dunia media sosial membutuhkan kedewasaan pola pikir yang umumnya belum dimiliki oleh anak-anak usia dini.
Tak Sekedar Teori
Selain desain visual yang menarik dan gaya bahasa yang ringan, kelebihan lain dari buku ini adalah dicantumkannya pengalaman pribadi penulis dan beberapa orang tua lain. Dengan jujur, mereka mengungkapkan kisah jatuh bangun dalam mendampingi anak-anak menggunakan gawai. Walaupun juga dilengkapi dengan berbagai informasi dari para pakar, pesan yang disampaikan pun tak sekedar menjadi teori belaka.
Di akhir buku disertakan pula beberapa pengalaman anak-anak yang sukses menggunakan gawai untuk beraneka aktivitas produktif. Selain putri sulung Mona sendiri, ada pula kisah penyanyi cilik Naura yang belajar menyanyi dari Youtube, juga Naya yang sukses menjual slime secara online. Sebuah penutup yang meninggalkan pesan bahwa gawai bukanlah momok yang harus disingkirkan dari kehidupan anak-anak. Sebaliknya, jika kita mampu bijak menggunakannya, gawai dapat menjadi alat bantu yang sangat bermanfaat untuk berkreasi dan berkarya.
Jadi, sudah siapkah kita menyambut tantangan sebagai orang tua anak zaman now?
Judul: Digital ParenThink – Tips Mengasuh Kids Zaman Now
Penulis: Mona Ratuliu
Penerbit: Noura
Cetakan: 1, Juli 2018
Tebal: 199 halaman
ISBN: 978-602-385-513-1
Gimana sih biar anakku nggak main gadget terus?
Sebagai orang tua dari kids zaman now, Mama mungkin kerap mengajukan pertanyaan di atas setiap melihat anak-anak asyik bermain dengan gawai. Kita yang baru mengenal gawai pada usia dewasa memang tak punya cukup pengalaman tentang menggunakan gawai secara bijak di usia anak hingga remaja. Beruntungnya, saat ini kita dapat belajar tentang pengasuhan anak di era digital dari berbagai sumber, termasuk dari buku yang satu ini.
Dalam buku Digital ParenThink yang hadir di pertengahan 2018 ini, Mona Ratuliu berbagi pengalamannya sebagai ibu dari tiga anak zaman now untuk mendampingi anak menggunakan gawai secara lebih bijaksana. Setelah sebelumnya dikenal sebagai artis layar kaca, Mona Ratuliu meluncurkan buku pertamanya, ParenThink, pada tahun 2015 yang lalu. Ia pun kemudian aktif menjadi narasumber di berbagai media dan seminar seputar pengasuhan anak. Buku keduanya kali ini berfokus seputar bagaimana orang tua dapat mendampingi anak untuk memanfaatkan internet dan media sosial secara bijaksana.
Gen NET dan Gawai
Digital ParenThink diawali dengan membahas perbedaan antara generasi generasi X (1965-1980) dan Y (1981-1995) yang kini menjadi orang tua, dengan generasi anak-anak yang dikenal sebagai generasi NET (1995-sekarang). Memahami karakteristik generasi NET akan membantu orang tua untuk mempersiapkan gaya pengasuhan yang sesuai dengan zaman. Terutama di tengah maraknya akses internet dan penggunaan gawai di kalangan anak dan remaja.
Bagaikan pisau yang bermata dua, gawai memang memiliki dua sisi pengaruh yang tidak dapat terpisahkan. Keduanya dibahas secara seimbang dalam buku terbitan Noura ini. Pengaruh negatif atau positifkah yang akan dialami oleh anak-anak? Semua bergantung pada bagaimana kita mendampingi dan mengarahkan mereka dalam menggunakan gawai sehari-hari. Misalnya, jangan sampai terjadi ‘gadget-ku, baby sitter-ku’, yang disebutkan sebagai salah satu kesalahan pola asuh yang menyebabkan anak kecanduan gawai.
Terlalu lama menggunakan gawai memang dapat menimbulkan berbagai pengaruh negatif pada pertumbuhan dan perkembangan anak. Bagaimana jika anak sudah terlanjur mengalami kecanduan terhadap gawai? Dalam buku ini Mama dapat membaca tips membatasi penggunaan gawai pada anak, yang dilengkapi dengan berbagai alternatif kegiatan sebagai pengganti bermain gawai. Ada pula panduan praktis untuk menyusun kesepakatan penggunaan gawai secara efektif bersama seluruh anggota keluarga.
Selain kecanduan, hal lain yang patut diwaspadai orang tua dengan anak-anak yang beranjak remaja adalah kegemaran mereka menggunakan media sosial. Ada berbagai resiko yang berpotensi mengancam anak-anak kita di media sosial, mulai dari keamanan hingga cyberbullying. Mona Ratuliu menekankan perlunya menaati batasan usia untuk membuat akun, juga mempersiapkan anak dengan segala resiko dan cara menghadapinya. Penyebabnya, terjun ke dunia media sosial membutuhkan kedewasaan pola pikir yang umumnya belum dimiliki oleh anak-anak usia dini.
Tak Sekedar Teori
Selain desain visual yang menarik dan gaya bahasa yang ringan, kelebihan lain dari buku ini adalah dicantumkannya pengalaman pribadi penulis dan beberapa orang tua lain. Dengan jujur, mereka mengungkapkan kisah jatuh bangun dalam mendampingi anak-anak menggunakan gawai. Walaupun juga dilengkapi dengan berbagai informasi dari para pakar, pesan yang disampaikan pun tak sekedar menjadi teori belaka.
Di akhir buku disertakan pula beberapa pengalaman anak-anak yang sukses menggunakan gawai untuk beraneka aktivitas produktif. Selain putri sulung Mona sendiri, ada pula kisah penyanyi cilik Naura yang belajar menyanyi dari Youtube, juga Naya yang sukses menjual slime secara online. Sebuah penutup yang meninggalkan pesan bahwa gawai bukanlah momok yang harus disingkirkan dari kehidupan anak-anak. Sebaliknya, jika kita mampu bijak menggunakannya, gawai dapat menjadi alat bantu yang sangat bermanfaat untuk berkreasi dan berkarya.
Jadi, sudah siapkah kita menyambut tantangan sebagai orang tua anak zaman now?
Judul: Digital ParenThink – Tips Mengasuh Kids Zaman Now
Penulis: Mona Ratuliu
Penerbit: Noura
Cetakan: 1, Juli 2018
Tebal: 199 halaman
ISBN: 978-602-385-513-1
Gimana sih biar anakku nggak main gadget terus?
Sebagai orang tua dari kids zaman now, Mama mungkin kerap mengajukan pertanyaan di atas setiap melihat anak-anak asyik bermain dengan gawai. Kita yang baru mengenal gawai pada usia dewasa memang tak punya cukup pengalaman tentang menggunakan gawai secara bijak di usia anak hingga remaja. Beruntungnya, saat ini kita dapat belajar tentang pengasuhan anak di era digital dari berbagai sumber, termasuk dari buku yang satu ini.
Dalam buku Digital ParenThink yang hadir di pertengahan 2018 ini, Mona Ratuliu berbagi pengalamannya sebagai ibu dari tiga anak zaman now untuk mendampingi anak menggunakan gawai secara lebih bijaksana. Setelah sebelumnya dikenal sebagai artis layar kaca, Mona Ratuliu meluncurkan buku pertamanya, ParenThink, pada tahun 2015 yang lalu. Ia pun kemudian aktif menjadi narasumber di berbagai media dan seminar seputar pengasuhan anak. Buku keduanya kali ini berfokus seputar bagaimana orang tua dapat mendampingi anak untuk memanfaatkan internet dan media sosial secara bijaksana.
Gen NET dan Gawai
Digital ParenThink diawali dengan membahas perbedaan antara generasi generasi X (1965-1980) dan Y (1981-1995) yang kini menjadi orang tua, dengan generasi anak-anak yang dikenal sebagai generasi NET (1995-sekarang). Memahami karakteristik generasi NET akan membantu orang tua untuk mempersiapkan gaya pengasuhan yang sesuai dengan zaman. Terutama di tengah maraknya akses internet dan penggunaan gawai di kalangan anak dan remaja.
Bagaikan pisau yang bermata dua, gawai memang memiliki dua sisi pengaruh yang tidak dapat terpisahkan. Keduanya dibahas secara seimbang dalam buku terbitan Noura ini. Pengaruh negatif atau positifkah yang akan dialami oleh anak-anak? Semua bergantung pada bagaimana kita mendampingi dan mengarahkan mereka dalam menggunakan gawai sehari-hari. Misalnya, jangan sampai terjadi ‘gadget-ku, baby sitter-ku’, yang disebutkan sebagai salah satu kesalahan pola asuh yang menyebabkan anak kecanduan gawai.
Terlalu lama menggunakan gawai memang dapat menimbulkan berbagai pengaruh negatif pada pertumbuhan dan perkembangan anak. Bagaimana jika anak sudah terlanjur mengalami kecanduan terhadap gawai? Dalam buku ini Mama dapat membaca tips membatasi penggunaan gawai pada anak, yang dilengkapi dengan berbagai alternatif kegiatan sebagai pengganti bermain gawai. Ada pula panduan praktis untuk menyusun kesepakatan penggunaan gawai secara efektif bersama seluruh anggota keluarga.
Selain kecanduan, hal lain yang patut diwaspadai orang tua dengan anak-anak yang beranjak remaja adalah kegemaran mereka menggunakan media sosial. Ada berbagai resiko yang berpotensi mengancam anak-anak kita di media sosial, mulai dari keamanan hingga cyberbullying. Mona Ratuliu menekankan perlunya menaati batasan usia untuk membuat akun, juga mempersiapkan anak dengan segala resiko dan cara menghadapinya. Penyebabnya, terjun ke dunia media sosial membutuhkan kedewasaan pola pikir yang umumnya belum dimiliki oleh anak-anak usia dini.
Tak Sekedar Teori
Selain desain visual yang menarik dan gaya bahasa yang ringan, kelebihan lain dari buku ini adalah dicantumkannya pengalaman pribadi penulis dan beberapa orang tua lain. Dengan jujur, mereka mengungkapkan kisah jatuh bangun dalam mendampingi anak-anak menggunakan gawai. Walaupun juga dilengkapi dengan berbagai informasi dari para pakar, pesan yang disampaikan pun tak sekedar menjadi teori belaka.
Di akhir buku disertakan pula beberapa pengalaman anak-anak yang sukses menggunakan gawai untuk beraneka aktivitas produktif. Selain putri sulung Mona sendiri, ada pula kisah penyanyi cilik Naura yang belajar menyanyi dari Youtube, juga Naya yang sukses menjual slime secara online. Sebuah penutup yang meninggalkan pesan bahwa gawai bukanlah momok yang harus disingkirkan dari kehidupan anak-anak. Sebaliknya, jika kita mampu bijak menggunakannya, gawai dapat menjadi alat bantu yang sangat bermanfaat untuk berkreasi dan berkarya.
Jadi, sudah siapkah kita menyambut tantangan sebagai orang tua anak zaman now?