digitalMamaID – Pasti pernah kan sekali seumur hidup ketemu orang yang ambisius banget, atau ketemu orang yang narsis banget hobinya bercermin dimana-mana, seneng dipuji, kalau meraih sedikit achievement agak berlebihan alias ‘lebay’. Sebetulnya selama tidak merugikan orang lain di sekitarnya itu sah-sah saja ya, Mama, bukan sesuatu yang buruk.
Tapi, apa jadinya kalau itu sampai berlebihan, sampai kelewat batas, sampai-sampai dia berani menipu atau mengeksploitasi orang lain. Kalau sudah sampai di level itu, bisa jadi itu tanda adanya gangguan atau disorder. Gangguan kepribadian yang berkaitan dengan narsis ini sekarang banyak dikenal sebagai Narcissistic Personality Disorder (NPD).
Apa sih NPD itu?
Dikutip dari Alodokter, NPD adalah gangguan kesehatan mental yang ditandai dengan rasa percaya diri terlalu tinggi, sikap manipulatif, serta ‘haus’ perhatian dan kekaguman. NPD meyakini bahwa dirinya lebih baik daripada orang lain. Orang dengan NPD rata-rata tidak menyadari memiliki gangguan ini, mereka merasa cenderung seperti orang normal, baik-baik saja. Namun, orang-orang di sekitarnyalah yang merasakan dampaknya.
Dalam podcast Everest Media, Dr. Elvine Gunawan, Psikiater dan Founder Mental Hub Indonesia membenarkan bahwa sifat impulsif NPD yang berani dalam mengambil high risk behavior untuk menunjukkan kebesarannya seringkali berdampak kepada orang sekitarnya.
“Nggak apa-apa high risk yang penting high gain. Nah, masalahnya kalau dia dikasih power, ketika dia ngambil high risk gagal, yang nyelesain siapa? Timnya,” jelas Elvine.
Menurutnya, banyak orang yang tidak menyadari dirinya sendiri NPD karena merasa sifat percaya diri yang dimilikinya merupakan bagian dari self-esteem. Dia tidak bisa membedakan self-esteem yang normal dan self-esteem yang berlebihan (narsistik).
Jika ditilik ke belakang, orang dengan NPD ini konsep egonya fragile dan mereka tidak mendapatkan pembenahan yang baik. Maka kebanyakan sampai akhir usia pun dia akan selalu fragile, gampang tersinggung, sensitif dengan kritik terus selalu mencari atensi orang lain, selalu mencari apresiasi dari orang lain.
“Apalagi kalau ‘tim pom-pom’-nya banyak karena, orang NPD kan selalu mencari monkey flying-nya atau monkey cheater-nya. Temannya bilang, ‘Nggak lu normal segitu mah. Teman lu-nya aja yang lain yang nggak berprestasi’ nah, ditambahin bumbu,” tambahnya.
Orang dengan NPD ini juga sangat mengagumi citra dirinya sendiri. Jika ada perlu dengan orang lain, ia akan sangat-sangat baik. Akan tetapi, jika sudah tidak memerlukan orang tersebut, sikapnya akan berbalik 180 derajat, ia akan tinggalkan begitu saja atau pura-pura tak kenal.
Made by family life
Berdasarkan jurnal, di hampir semua systematic review mengungkapkan bahwa narsistik terbentuk dari pola asuh. “Ada yang genetik tapi kecil, cuma biasanya dia sosial produk,” ungkap Elvine.
Ada satu jurnal juga menurutnya yang menyatakan bullying jadi salah satu penyebabnya. Systematic review dalam jurnal mengungkapkan bahwa proses bullying atau proses penolakan yang terjadi di masa dia kanak-kanak dan remaja awal itu akan melahirkan orang-orang dengan gangguan NPD, Borderline Personality Disorder (BPD) atau Histrionic Personality Disorder (HPD) bahkan Antisosial.
Lebih lanjut pola asuh yang over pricing, memuji secara berlebihan, dari kecil anak dianggap raja atau ratu kecil serta pola asuh sebaliknya yang over neglected, menjadi penyebab utama NPD. “Anak sudah jelas dari awal akan jadi narsistik, ibunya terus muji, bapaknya juga. Nanti anaknya jadi narsistik survivor, kalau nggak ketemu psikiater jadi narsistik kecil. Belum lagi ternyata ibunya narsistik terselubung (covert narcissism),” jelasnya.
“Kalau saya bilang sih, kalau kita adalah bagian aktif dari pembuat trauma di anak, ya konsul dan berubahlah. Ya mungkin kita juga punya trauma di masa lalu. Cuma kalau kita nggak pernah konsul, yang terjadi kan mereka melakukan putar balik aja,” tambahnya.
Tapi, jangan melupakan juga ada peran sosial media dan peer group yang membentuk karena, memang di masa remaja peer influence itu sangat dominan. Dengan siapa berteman itu akan sangat menentukan diri kita seperti apa ke depannya.
Relasi yang fragile
Dalam relasi, NPD juga bermasalah. Banyak pasangan yang merasa kaget, karena dalam proses mengenal atau pacaran hubungannya kurang intim artinya tidak saling mengenal value, tidak bertanya tentang konflik atau tentang orang tua. Jadi tidak pernah tahu menahu bagaimana pasangannya ditumbuhkembangkan.
“Jadi makanya kenapa orang-orang yang berelasi dengan orang cluster B (NPD, BPD, HPD) tapi, tidak tahu. Dari awal pernikahan itu sering sekali terjebak, merasa terjebak,” jelasnya.
Tapi masalahnya dengan kultur Indonesia dan pola asuh orang Indonesia, menurutnya masih banyak orang-orang yang masih punya kecenderungan people pleaser, yang tidak bisa menolak. “Iya, yang (pikirannya) siapa tahu kalau saya lebih baik, dia akan berubah juga. Aduh, tolong deh itu nggak, jalur-jalur berkorban dalam relasi. Kita bukan membuka layanan rawat jalan pada saat pacaran, bukan rumah sakit juga kan,” cetusnya.
Memang di awal, orang dengan NPD ini ada fase love bombing saat PDKT, istilahnya ‘everything i do, i do it for you’. Namun seiring berjalannya waktu, orang-orang yang berelasi dengan cluster B akan merasa seperti berjalan di atas cangkang telur. “Jadi sangat berhati-hati karena takut dia tersinggung, karena kalau dia lagi tersinggung kan outburst-nya ngeri banget. Jadi bahkan mood-nya lagi baik pun kalau topiknya salah ngomong, bisa meledak,” ungkapnya.
Kalaupun harus memutuskan hubungan cukup sulit karena, seringkali orang dengan cluster B ini mengancam dengan self-harm atau meng-hijack, mensabotase hidup pasangannya atau malah membuat black campaign kemana-mana.
“Makanya kalau boleh bukan kabur aja dulu, ngelihat dari jauh, udah ada wangi-wanginya aja kalau bisa langsung belok, nggak usah. Jadi udah bukan kabur aja dulu, jangan pernah kenal,” cetusnya.
Menurutnya, ketika memutuskan menjalin relasi, gunakanlah seluruh panca indra yang kita miliki, seperti helicopter view. Hal paling simple, membedakan dia orang baik atau tidak, adalah ketika dia dalam keadaan tidak baik-baik saja. Apakah kalau marah, dia menggunakan kata-kata kasar, mendevaluasi kita, dia yang salah tapi menyalahkan balik, mendiamkan kita atau bahkan menghilang bak ditelan bumi beberapa bulan. “Kayak gitu tuh ada insting ya kalau saya bilang,” katanya.
Lalu, apakah NPD bisa sembuh? “Manusia sebenarnya kalau dianya mau, pasti bisa berubah. Masalahnya orang-orang cluster B ini, inside of illness-nya atau tilikan dirinya kan nggak bagus karena dia merasa si paling itu. Jadi makanya kenapa kalau misalnya udah ketemu hal seperti ini, moga-moga memberanikan diri untuk konsultasi. Kalau sekarang udah mulai rada hits sih premarital assessment. Nanti ketemu pas lagi premarital assessment,” pungkasnya. [*]