digitalMamaID – Setelah bayi melewati masa ASI eksklusif selama 6 bulan, saatnya Mama naik kelas ke MPASI. Selamat, Mama, satu tahap berhasil dilewati!
Fase Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MPASI) merupakan fase penting dalam tumbuh kembang anak, namun sering kali jadi tantangan tersendiri bagi para orang tua, terutama mama-mama. Meski terlihat sederhana — sekadar memberi makan — nyatanya proses ini bisa penuh drama, kejutan, dan perjuangan yang menguras energi, baik fisik maupun mental.
Menurut panduan WHO, masa MPASI (6 – 23 bulan) merupakan fase krusial dalam pertumbuhan dan pembentukan kebiasaan makan sehat anak. Ini juga menjadi masa yang rawan terhadap kekurangan gizi dan gangguan tumbuh kembang. Karena itu, MPASI harus diberikan dengan gizi yang tepat, baik untuk anak yang masih menyusu maupun tidak. Jika tidak, anak berisiko kekurangan energi, zat besi, dan seng—yang bisa memengaruhi kecerdasan dan pertumbuhannya.
Sekarang Mama bisa dengan mudah mengakses informasi tentang MPASI, baik dari buku, konsul ke dokter atau sekedar melihat konten-konten yang dibuat dokter anak di berbagai media sosial. Namun pada kenyataannya, teori tidak semudah praktiknya. Dalam proses MPASI, Mama tentu harus fleksibel asalkan tetap mengikuti arahan dokter.
MPASI: Pikiran harian ibu
Bagi Ota (30), ibu dari Kanna (11 bulan), perjalanan MPASI-nya terasa naik turun. “Rollercoaster. Dari bangun sampai tidur lagi rasanya otak aku isinya cuma seputar makanan anak: masak apa, segimana porsinya, teksturnya gimana, bikin menu cadangan apa, mau makan nggak, ya?” ungkap Ota kepada digitalMamaID, 25 April 2025.
Untuk menu harian, Ota biasanya memasak satu menu untuk sehari, namun bisa juga lebih tergantung kondisi anak. “Kalo saat-saat makannya lagi susah, aku bisa masak 3x sehari.
Apa yang dirasakan Ota tentu bukan hal asing bagi banyak mama lainnya. Hari-hari seorang mama memang selalu diisi dengan memikirkan kebutuhan gizi anak selain memikirkan yang lain seperti kesehatannya, atau kegiatan sekolahnya, maka banyak ditemui adanya perasaan cemas di hari-hari yang dijalani seorang mama saat proses MPASI.
Ibu yang berdomisili di Bandung ini juga mengungkapkan bahwa kesulitan yang dihadapi saat proses MPASI ini terbilang belum terpetakan karena bisa berubah-ubah variabelnya. “Pas awal-awal, iya ngerasa masalah waktu susah. Sekarang udah dapet waktu yang cocok, tapi tetep challenging. Banyak variabelnya. Waktu, mood, rasa, tekstur, kondisi surrounding,” lanjut Ota.
Konsisten mengikuti aturan
Proses MPASI yang dijalani Ota dimulai dengan mencari informasi sendiri terlebih dahulu, walaupun pada akhirnya tetap berkonsultasi dengan dokter. “Aku terbantu banget pas akhirnya ketemu dokter yang bisa jawab kebingungan-kebingungan seputar MPASI,” tuturnya.
Soal makanan favorit, Ota mengaku belum menemukan makanan favorit sang anak dari menu lengkap, Ota menyebutkan bahwa buah potong, tahu kukus, dan sayuran kukus adalah favorit sang anak ketika diberikan sebagai menu tunggal. Ia juga membiasakan anaknya makan di high chair sejak awal masa MPASI, demi menciptakan kebiasaan makan yang baik dan mengurangi distraksi.
“Selama lima bulan MPASI, mungkin hanya kurang dari lima kali Kanna makan dipangku,” katanya.
Soal kudapan, Ota biasanya memberikan buah potong, crackers kemasan, atau kue kering buatan rumah kepada Kanna, namun sekarang ia tunda dulu. “Sekarang aku stop dulu, kecuali sesekali kalau di luar dan dia sudah bosan. Tapi itu pun syaratnya makanan utama harus habis minimal setengahnya.” ungkap Ota.
Proses MPASI ini diakui Ota membuat mood sehari-harinya bergantung pada kesuksesan sesi makan anak. Namun, selebihnya Ota selalu mengafirmasi positif dirinya sendiri dan ikhlas dalam prosesnya. Walaupun dirasa sulit, nyatanya sang anak sehat dan mempunyai BB yang cukup dan tetap sesuai kurva pertumbuhan anak. Bila sedang capek, Ota biasa menghibur diri dengan bengong, minum kopi, atau menonton series ringan.
MPASI: perjalanan menurunkan ekspektasi
Menurut dr. Meta Hanindita, Sp.A, masa MPASI memang sering membuat ibu merasa stres atau tertekan. Dalam akun Instagram-nya, dr. Meta kerap menekankan bahwa MPASI bukan ajang lomba setiap anak punya ritme dan proses adaptasinya masing-masing.
Ia juga menekankan pentingnya memerhatikan feeding rules, seperti jadwal makan yang teratur, tidak memaksa anak makan, serta memberi makanan dengan suasana menyenangkan.
Selain itu, dr. Meta menyarankan agar orang tua tidak terlalu khawatir dengan jumlah porsi yang dihabiskan anak setiap kali makan. “Yang penting adalah konsistensi, variasi makanan, dan menciptakan pengalaman makan yang positif,” jelasnya. dr. Meta menambahkan bahwa porsi makan adalah hak anak, kewajiban orang tua kita menyiapkan dan menyajikan makanan yang bernutrisi lengkap dan seimbang untuk anak, terkecuali BB anak tidak menunjukkan kenaikan barulah khawatir dan mulai berkonsultasi dengan dokter.
Cerita Ota dan nasihat dari dr. Meta menunjukkan bahwa salah satu kunci melewati masa MPASI dengan lebih positif adalah dengan menurunkan ekspektasi dan menerima bahwa tidak semua hal bisa sempurna.
Mama tidak sendiri. MPASI memang penuh tantangan, tapi juga penuh pelajaran. Tidak apa-apa jika tidak selalu sempurna. Yang penting, anak tumbuh sehat dan mama tetap positif dan bahagia. [*]