Hari Buruh Sedunia 2025, Komnas Perempuan dan AJI Indonesia Serukan Pemenuhan Hak dan Ruang Aman Perempuan Pekerja

Ilustrasi Hari Buruh
Share

digitalMamaID – Komnas Perempuan mencatat bahwa sepanjang tahun 2024, terdapat 2.702 kasus kekerasan terhadap perempuan pekerja. Hari Buruh 2025 jadi momentum untuk menuntut pemenuhan hak pekerja perempuan.

Data Komnas Perempuan itu menunjukkan, tempat kerja masih jauh dari aman bagi perempuan. Selain itu, kekerasan berbasis gender tetap menjadi persoalan serius yang belum ditangani secara sistemik. Kerentanan ini semakin diperparah oleh krisis ekonomi yang tidak hanya mengancam keberlangsungan kerja, tetapi juga menambah beban psikososial dan ekonomi perempuan pekerja.

Data Kementerian Ketenagakerjaan mencatat 77.965 kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada tahun 2024, meningkat lebih dari 20 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Sektor yang paling terdampak, industri pengolahan (termasuk tekstil dan garmen), jasa, dan perdagangan adalah sektor yang selama ini didominasi oleh tenaga kerja perempuan. Meskipun belum tersedia data terpilah secara lengkap, tren ini menegaskan bahwa perempuan kembali menjadi kelompok paling terdampak, menghadapi ketidakpastian ekonomi, kekerasan di tempat kerja, dan beban ganda dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Komisioner Irwan Setiawan, pada tahun 2025, Komnas Perempuan menerima pengaduan dari serikat buruh mengenai gelombang PHK, diskriminasi upah, dan dampaknya terhadap krisis rumah tangga. “Perempuan pekerja terpaksa memangkas kebutuhan pokok, kehilangan akses pendidikan dan pelayanan kesehatan, serta menghadapi penurunan kualitas hidup keluarga,” jelas Irwan.

PHK dan upah rendah juga mendera pekerja media

Hal serupa juga dirasakan oleh pekerja media. Pada Hari Buruh ini, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mengungkapkan bahwa situasi pekerja media (jurnalis) memprihatinkan. PHK sepihak masih menjadi mimpi buruk, di tengah situasi ekonomi yang sulit. Sistem pengupahan yang tidak menguntungkan, jaminan sosial yang diabaikan, bahkan hubungan kerja yang sama sekali tidak menguntungkan.

Selaras dengan Survei AJI Indonesia “Wajah Jurnalis Indonesia 2025” masih menemukan permasalahan klasik (upah rendah, status pekerja tak jelas) mendominasi hasil survei yang melibatkan 2002 responden tersebar penjuru tanah air. Seperti sektor upah, sebagian besar masih menerima upah di bawah standar.

“Situasi pekerja media pada momen Mayday tahun ini, sesungguhnya tidak berbanding jauh atas apa yang dihadapi pekerja media di tahun-tahun sebelumnya,” kata Nany Afrida, Ketua Umum AJI Indonesia, Kamis, 1 Mei 2025.

Disrupsi dan eksploitasi jurnalis

Menurut Nany, gelombang PHK yang seakan terus memburu para buruh media. Tidak dipungkiri, pengaruh disrupsi digital membuat perusahaan media kehilangan pemasukan iklan, yang beralih ke media sosial. Di sisi lain kemudahan teknologi digital seolah menggeser tenaga jurnalis untuk memproduksi informasi.

“Kondisi itu juga dimanfaatkan media untuk menekan pekerja media (jurnalis) lewat kontrak yang merugikan, yakni menerapkan sistem kerja waktu tertentu selama bertahun-tahun,” kata Nany.

Praktik culas lain adalah sistem kemitraan yang diberlakukan perusahaan media pada jurnalis. Jurnalis tidak mendapat hak-hak sebagai pekerja, tetapi sebagai mitra yang harus mencari pendapatan sendiri. Hal itu menjadikan jurnalis mengalami kekerasan ekonomi, kondisi hidup tak layak dari profesi yang dijalankan.

Hubungan industrial jurnalis yang dirugikan itu juga disebabkan banyak perusahaan media memberlakukan sistem kontrak, mengacu Undang-Undang  Nomor  6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja yang jelas sudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi.

Kondisi lainnya yang terjadi adalah masih minim kesadaran berserikat akibat hegemoni perusahaan yang menekankan jurnalis bukan pekerja. Hal itu ironis, karena dalam praktiknya jurnalis diperintah dan menjalankan perintah serta mendapatkan imbalan dalam bentuk upah. Jurnalis juga buruh.

Lima tuntutan AJI Indonesia

Maka dalam siaran persnya, AJI Indonesia menuntut lima poin yaitu,

  1. Mendesak pemerintah menjaga ekosistem bisnis media yang sehat, independen dan tidak partisan; Pemerintah dapat memasang iklan di media tanpa harus mencampuri ruang redaksi.
  2. Mengajak buruh media membentuk serikat pekerja di perusahaan atau lintas perusahaan sebagai upaya menaikkan posisi tawar untuk menghentikan eksploitasi terhadap buruh media.
  3. Dewan Pers dan pemerintah segera membuat sistem pengawasan guna menghentikan eksploitasi buruh di media dan memastikan hak normatif buruh media terpenuhi.
  4. Mendesak DPR segera revisi UU Ketenagakerjaan No 13 Tahun 2003 yang pro buruh, sesuai dengan amanat Mahkamah Konstitusi (MK) yang telah mengeluarkan klaster ketenagakerjaan dari UU Cipta Kerja.
  5. Mendesak perusahaan media untuk memberikan kompensasi layak bagi jurnalis atau pekerja media yang mengalami pemutusan hubungan kerja dengan adil dan bermartabat, minimal sesuai dengan undang-undang.

Komnas Perempuan turut desak perlindungan bagi PRT

Pada Hari Buruh ini, Komnas Perempuan juga turut menyoroti pentingnya perlindungan hukum dan jaminan sosial yang adil bagi perempuan pekerja di sektor informal, termasuk Pekerja Rumah Tangga (PRT) yang rentan mengalami kekerasan bahkan berujung pada kematian saat bekerja.

Ketiadaan regulasi yang melindungi, akibat belum disahkannya RUU PPRT, memperburuk situasi mereka terhadap eksploitasi dan praktik perbudakan modern. Pemerintah dan DPR harus segera mengambil langkah-langkah yang terukur untuk mempercepat pengesahan RUU PPRT dan memastikan seluruh pekerja, tanpa diskriminasi, mendapatkan perlindungan yang setara.

“Tidak ada keadilan kerja tanpa perlindungan bagi Pekerja Rumah Tangga. Negara wajib hadir menjamin hak-hak mereka melalui pengesahan RUU Perlindungan PRT. Kami menyerukan kepada DPR dan pemerintah untuk segera membahas dan mengesahkan RUU Perlindungan PRT sebagai bentuk nyata perlindungan dari eksploitasi dan kekerasan yang terus berlangsung,” pungkas Irwan.

Maka dalam rangka Hari Buruh Internasional 1 Mei 2025, Komnas Perempuan menyerukan kepada negara dan pelaku usaha untuk memperkuat upaya mewujudkan keadilan, kesejahteraan, dan kesetaraan gender di dunia kerja, serta memastikan lingkungan kerja yang aman, bebas kekerasan, dan inklusif. Perempuan pekerja bukan hanya tenaga kerja, tetapi merupakan pondasi penting dalam pembangunan ekonomi nasional dan transformasi sosial yang berkeadilan.

Komnas Perempuan juga dalam siaran persnya juga tak lupa menyampaikan penghormatan atas ketangguhan perempuan pekerja di berbagai sektor yang terus berkontribusi di tengah berbagai tantangan. [*]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Terpopuler

ORDER MERCHANDISE

Bingung cari konten yang aman untuk anak?
 
Dapatkan rekomendasi menarik dan berikan pendapatmu di Screen Score!
Ilustrasi melatih anak bicara/Bukbis Ismet Candra Bey/digitalMamaID