digitalMamaID – Pernah nggak Mama mengalami kejadian seperti ini, Mama sedang rapat di kantor, tiba-tiba Mama ingat belum menjemur pakaian. Seketika itu juga Mama langsung berniat mengirim pesan kepada orang rumah. Namun, saat membuka ponsel, tiba-tiba muncul notifikasi flash sale dari produk skincare favorit Mama. Mama secara spontan langsung meng-klik notifikasi tersebut dan berniat hanya melihatnya saja. Namun, tanpa disadari Mama justru berselancar ke berbagai toko online di marketplace dan berujung ke Instagram.
Pada saat fokus Mama kembali ke rapat, ternyata rapat sudah berakhir dan ingatan tentang jemuran pun hilang begitu saja. Menurut Mark Traves, psikolog Amerika kejadian seperti ini merupakan kasus klasik popcorn brain.
Apa itu popcorn brain?
Dilansir dari Women’s Health Magazine, popcorn brain adalalah sebuah fenomena di mana pikiran tidak dapat fokus secara bermakna pada satu pikiran sebelum beralih ke pikiran lain. Istilah ini berasal dari analogi popcorn yang meletup-letup saat dipanaskan, menggambarkan pikiran yang terus berpindah dari satu hal ke hal lain dengan cepat.
“Karena semua media yang kita konsumsi dan waktu yang kita habiskan untuk tugas-tugas yang bergantung pada internet, kita jadi makin sulit untuk tetap fokus. Kita merasa seperti pikiran kita melayang ke mana-mana,” kata Leslie Daly, PhD., seorang psikolog klinis sekaligus terapis yoga.
Istilah popcorn brain diperkenalkan oleh David Levy, seorang peneliti dari University of Washington pada tahun 2011. Levy menggunakan istilah tersebut secara spontan dalam sebuah wawancara untuk menggambarkan kurangnya fokus yang dialami banyak orang. Levy sendiri tidak aktif di media sosial dan mengaku terkejut saat mengetahui bahwa istilah tersebut menjadi populer.
Hidup di era teknologi, menurut Levy, telah membuat orang semakin mudah terdistraksi dari waktu ke waktu. Ia menggambarkan gambaran pikiran yang melaju cepat seperti biji popcorn yang meletup di atas kompor. “Kita semua pasti pernah mengalami momen di mana kita tidak bisa fokus karena terlalu terdistraksi,” katanya.
“Biji-biji popcorn mulai meletup dalam mesin pemanggang popcorn, itulah gambaran dari pikiran dan perasaan kita yang berlarian tanpa kendali,” ujarnya dikutip masih dari sumber yang sama.
Kekacauan kognitif
Dalam artikel yang di tulis oleh Mark Traves di Forbes, menurutnya orang-orang yang bergulat dengan popcorn brain, kesulitan untuk fokus pada tugas atau mempertahankan alur pikir yang jelas.
Istilah ini menggambarkan situasi kelebihan beban mental atau kekacauan kognitif. Kondisi ini terutama ditandai dengan menurunnya kemampuan fokus, meningkatnya stres, kelelahan, kelebihan informasi, masalah perhatian, meningkatnya kecemasan, serta dampak negatif secara keseluruhan terhadap hubungan dan kualitas hidup.
Platform media sosial, yang dirancang dengan fitur-fitur seperti notifikasi real time, gulir tanpa akhir (infinite scroll), iklan yang ditargetkan, dan algoritma yang terus bekerja untuk membuat orang terpaku pada layar mereka, memperparah kondisi popcorn brain dengan mendorong pola penggunaan yang kompulsif.
“Notifikasi media sosial mengaktifkan jalur penghargaan di otak kita, menyerupai aktivitas otak pada seseorang yang kecanduan,” ungkapnya dalam tulisan.
Platform digital saat ini dibanjiri dengan begitu banyak informasi, sehingga menyulitkan individu untuk memproses dan terlibat secara mendalam. “Otak kita dibombardir dengan notifikasi dan pesan yang mengurangi kemampuan kita untuk fokus pada satu tugas. Hal ini menciptakan siklus pencarian rangsangan yang terus-menerus, yang semakin memperpendek rentang perhatian kita,” tambahnya.
Kelebihan informasi mendorong konsumsi pasif alih-alih keterlibatan aktif, yang tidak hanya membajak perhatian tetapi juga memengaruhi fungsi kognitif seperti pembelajaran, ingatan, keterampilan membuat keputusan, dan pengaturan emosi. Fenomena popcorn brain terkait erat dengan gaya hidup digital.
Cara mengatasi popcorn brain
Berikut adalah dua cara untuk mengatasinya:
1. Membuat batasan terhadap teknologi
-
- Menyesuaikan pengaturan waktu penggunaan layar. Batasi paparan Mama dan hapus aplikasi yang sudah tak digunakan. Misalnya, Mama dapat menetapkan batas waktu untuk penggunaan media sosial. Menonaktifkan notifikasi untuk aplikasi yang tidak penting dapat meminimalkan gangguan, sehingga memungkinkan konsentrasi dan fokus yang lebih baik.
- Menerapkan zona bebas teknologi. Tetapkan waktu atau area bebas ponsel. Praktik ini dapat lebih mendorong fokus dan kejernihan mental. Jauhkan ponsel Mama, sebelum memulai jam kerja produktif Mama. Tindakan sederhana ini dapat meningkatkan produktivitas secara signifikan.
- Lakukan detoks digital.Mengurangi atau menghilangkan penggunaan ponsel sepenuhnya selama akhir pekan dapat membantu Mama mengatur kadar dopamin dan terbebas dari kelebihan beban kognitif.
2. Meningkatkan fokus melalui rutinitas terstruktur
Membangun rutinitas harian yang terstruktur dapat membantu mengatasi popcorn brain. Menerapkan ritual dan rutinitas secara konsisten dapat mencegah kebiasaan negatif, mendorong kebiasaan positif, serta mempersiapkan pikiran dan tubuh Mama untuk periode kerja yang fokus dan produktif, yang diselingi dengan waktu istirahat secara teratur.
Walau tidak ada diagnosis resmi tentang popcorn brain, sangat penting untuk kita bisa membatasi media digital yang berlebihan dan menurunnya rentang perhatian atau fokus yang menyertainya. Konsekuensi lainnya juga turut mengintai seperti berkurangnya aktivitas fisik, ketegangan mata, sakit kepala, kelelahan, sampai gangguan tidur.
Prioritaskan apa yang baik untuk diri sendiri, baik dari segi kesehatan fisik maupun mental. Isi kegiatan harian dengan sesuatu yang produktif dan bermanfaat daripada sekedar berselancar. Apabila Mama merasa penggunaan internet sudah berlebihan dan menganggu kehidupan sehari-hari Mama, jangan ragu untuk mencari bantuan profesional. [*]