digitalMamaID – Di tengah tren yang cepat berganti, sebagian orang memilih menjadi minimalis. Mereka menerapkan gaya hidup berkesadaran. Mereka berkumpul dan berbagi pengalaman di Temu Perempuan Minimalis yang diadakan oleh Minimalist Moms Indonesia (MMID) sekaligus menandai ulang tahunnya yang keempat.
Temu Perempuan Minimalis menghadirkan perempuan inspiratif dalam talkshow bertema “Minimalism for Happier Me with Sustainable Living at Home and Counscious Fashion” yang digelar Minggu, 26 Januari 2025 di Mula, Cilandak Town Square, Jakarta.
Dewi Indriyani selaku inisiator @ecocreators.id dan @pijakbumilearning menceritakan keputusannya menjadi eco living minimalist. Keputusan itu ia ambil setelah menjadi ibu, sekitar tahun 2017. “Kalau punya anak itu meletek, jadi ada sesuatu yang baru. Dapat hidayah masalah persampahan di rumah,” kata Dewi saat menjadi pembicara talkshow.
Dari sampah plastik ke decluttering
Sampah plastik menjadi pemicunya menekuni gaya hidup berkesadaran. Ia kemudian menyadari, sampah plastik dari rumah yang tak bisa diolah itu pada akhirnya menjadi limbah di dasar laut yang mematikan makhluk hidup di sana.
“Setiap orang punya trigger tersendiri. Boikot produk-produk Israel kemarin juga bisa jadi trigger untuk beralih ke pola hidup berkesadaran itu. Kalau sudah dapat AHA-moment jadinya ya dikerjain aja, dipelajari aja,” tuturnya.
Ia mulai memilah sampahnya sendiri. Sampah organik dijadikan kompos untuk becocok tanam, sedangkan sampah anorganik dikirim ke pengolah sampah. Setelah itu, ia mulai melakukan declutter barang-barangnya.
“Sebelum menikah, baju satu lemari enggak cukup. Tiap hari harus ganti OOTD (outfit of the day). Sekarang jadi declutter,” ujarnya. Rupanya ia merasa cocok dengan gaya hidup minimalis ini. Tak hanya lebih bertanggung jawab, tapi juga hemat. Semua yang ia miliki dan simpan hanya yang dibutuhkan saja. Tidak lagi menumpuk barang. Tak perlu buru-buru beli, memakai barang lungsuran saudara atau teman juga sama bagusnya.

Fashion yang berkelanjutan
Program Coordinator @tukarbaju_ Tiara Laraswati juga punya cerita yang mirip. Keputusannya menjalani hidup minimalis juga didasarkan pada pengalaman kesehariannya. Saat menempuh pendidikan di jurusan public relations, ia melihat ada tuntutan untuk tampil fashionable. Sampai suatu saat, ia diajak temannya untuk datang ke acara Tukar Baju, sebuah inisiatif Zero Waste Indonesia untuk meminimalkan limbah tekstil dengan memperpanjang usia pemakaian baju.
“Waktu mendapatkan baju dari hasil Tukar Baju itu jadi berpikir ada lho yang mau bajuku,” kata Tiara yang bergabung dengan Zero Waste Indonesia pada 2020-an.
Pakaian yang sudah tak diinginkan pemiliknya jadi bertemu dengan pemilik baru lewat Tukar Baju. Ini membangun pola hidup yang berkesadaran dalam hal fashion. Tiara jadi memahami konsep fashion berkesadaran mulai dai produsen sampai konsumen. Ia lebih memilih sustainable fashion, slow fashion ketimbang mengikuti tren yang bisa berganti tiga hingga empat kali dalam setahun.
“Limbah tekstik itu sampah nomor dua di dunia. Banyak isu lingkungan dan kemanusiaan juga terkait dengan fashion. Rana Plaza di Bangladesh roboh sampai lebih dari seribu pekerjanya meninggal dunia,” katanya.
Insiden di Rana Plaza menjadi titik balik di industri fashion. Di balik tren pakaian yang begitu cepat, ada buruh yang dibayar murah dengan target produksi yang begitu tinggi. Kejadian ini membuka mata untuk memperlambat gerak tren fashion. Tukar Baju mengkampanyekan fashion yang berkelanjutan. “Ini contohnya, batik yang saya pakai ini usianya sudah 10 tahun. Ini masih bagus. Baju yang kita punya ini bisa digunaan lagi,” tuturnya.
My Minimalist Life Journey

Dalam Temu Perempuan Minimalis ini, Founder Minimalist Moms Indonesia Evie Syahida atau yang akrab disapa Visya mengumumkan peluncuran buku “My Minimalist Life Journey”. Buku ini berisi cerita 24 perempuan yang memilih gaya hidup berkesadaran dan ramah lingkungan. Cerita suka duka itu diharapkan bisa menularkan dan penyemangat bagi banyak orang yang sedang berusaha menerapkan gaya hidup berkesadaran.
“Mereka membagikan kisahnya belajar memaknai hidup lebih sederhana. Semua kisah nyata ini ditulis dengan bahasa sederhana dan relate dengan kehidupan masa kini. Misalnya berhenti membeli barang tanpa mindfulness setelah mengalami musibah kebanjiran. Ada yang berhenti menimbun barang karena kesulitan waktu mengikuti suami berpindah-pindah, dan berbagai cerita lain,” tutur Visya.
Ia mengatakan, buku ini nantinya bisa sampai ke tangan pembaca pada Maret 2025. Tunggu informasi selanjutnya bisa di @minimalistmoms.id. [*]