digitalMamaID – Mama pasti tahu bahwa guru merupakan salah satu profesi terberat. Seorang guru tak hanya memiliki kewajiban untuk mencerdaskan muridnya, tetapi juga harus menjadi teladan. Guru menanggung beban moral yang tak mudah.
Nah, untuk melihat betapa beratnya menjadi seorang guru, Mama bisa coba menonton film The Teachers’ Lounge (2023). Film garapan sutradara Jerman, Ilker Çatak ini bahkan masuk nominasi Oscar 2024 untuk kategori Film Berbahasa Asing Terbaik.
Jadi, apa yang coba ditawarkan oleh film ini?
Sinopsis
Film ini mengisahkan kehidupan Carla Nowak (Leonie Benesch) yang bekerja sebagai guru. Carla dikenal sebagai guru yang aktif. Dia sangat perhatian dengan muridnya dan selalu menangani tiap masalah dengan hati-hati. Semua tindakannya sebagai guru sangat terukur.
Suatu hari, kelasnya dilanda isu pencurian. Salah seorang muridnya menjadi terduga pelaku. Tetapi ternyata masalah ini begitu pelik. Carla tak yakin muridnya itu pelakunya.
Sampai kemudian Carla ikut menjadi korban pencurian ini. Terbersitlah inisiatifnya untuk menangkap basah pelakunya. Ia merekam diam-diam tindakan pencuriannya itu. Namun, Carla tak menyangka bahwa pelaku dalam rekamannya itu orang yang tak pernah ia pikirkan.
Sialnya lagi, tindakan Carla ini awal mula dari rentetan masalah yang menghampirinya. Alih-alih mendapat dukungan untuk mengungkap kasus pencurian ini, Carla justru berhadapan dengan dilema moral yang sangat membingungkan.
Drama psikologis yang intens
The Teachers’ Lounge memang mengolah ide yang terlihat sederhana. Soal kasus pencurian di sekolah. Masalah yang tampaknya receh saja dan tak berpeluang menjadi cerita serius. Di sinilah letak kehebatan Ilker Çatak. Dia bisa meramu cerita ini sebagai sajian drama psikologis yang sangat intens.
Ketika konflik cerita sudah dimulai, penonton dibuat untuk beberapa kali menghela nafas. Sebab, Carla yang mestinya menjadi pahlawan karena bisa ‘menangkap’ si pencuri, malah guilt tripping. Carla dibuat menjadi biang kerok dari segala kekacauan di sekolahnya.
Ditambah lagi, si pelaku memainkan kartu playing victim. Menonton drama ini akan membuat kita kesal sekali. Rasanya ingin menonjok si pelaku.
Masalah ini semakin rumit saat peran Carla sebagai guru disinggung oleh para wali murid di sebuah forum. Carla dituntut terbuka dan bijaksana untuk menghadapi kasus ini. Sebab, Carla itu guru. Ia panutan bagi para muridnya. Berat rasanya melihat beban moral yang harus ditanggung Carla.
Sindiran untuk sistem sosial
Hal lain yang memukau dari film ini tentu saja caranya untuk menyindir sistem sosial masyarakat. Meskipun latar tempatnya hanya di sekolah tapi The Teachers’ Lounge membicarakan sebuah isu serius tentang nilai-nilai kejujuran. Peristiwa-peristiwa dalam film ini terasa familiar. Mirip gambaran krisis sosial di suatu negara.
Kita diajak melihat bahwa masyarakat belum sepenuhnya berempati pada seorang whistleblower atau orang jujur. Orang jujur kerap dikorbankan untuk sesuatu yang dianggap seperti ‘kepentingan bersama’. Bahkan tak jarang mereka ini dimusuhi karena mengusik hal-hal yang sudah mapan. Semua demi situasi yang tenang dan baik-baik saja. Padahal sebetulnya ini masyarakat yang sakit. Hukum tak bisa ditegakkan dengan adil karena tekanan dari masyarakat.
Selain itu, film ini juga secara tajam membawa kita pada renungan soal moral. Penegakan hukum atau empati? Kira-kira, mana yang akan kita dahulukan?
Tetapi dari banyaknya isu yang diangkat, The Teachers’ Lounge secara keseluruhan mengungkap semua beban yang dipikul guru. Tak hanya beban moral, tetapi juga beban mental. Guru wajib punya modal kondisi mental tangguh. Sayangnya, selama ini guru, utamanya di negeri kita, sering luput dari perhatian. Film ini sekaligus menjadi pengingat penting bagi kita semua.
Film The Teachers’ Lounge bisa disaksikan di Klikfilm. [*]