digitalMamaID – Era digital membuat informasi bukan hanya cepat, tapi juga melimpah sehingga disebut dengan banjir informasi. Dalam satu waktu Mama bisa menerima banyak sekali informasi. Itu pun belum tentu kebenaran dan manfaatnya. Perlu literasi digital yang memungkinkan Mama menemukan, memilah, memahami, serta menganalisis informasi yang tersebar.
Dosen sekaligus Koordinator Divisi Pengayaan Kurikulum Literasi Digital Nasional Siberkreasi Dr. Nugrahaeni Prananingrum, M.Si mengatakan, literasi digital sangat penting bagi seluruh masyarakat. Apalagi bagi perempuan dan ibu sebagai tiang keluarga dalam memberikan pendampingan kepada anak.
“Pentingnya memberikan pendampingan untuk literasi digital bagi putra-putri, diantaranya kemampuan untuk menggunakan teknologi digital seperti internet, alat komunikasi dan untuk mengakses, memahami dan mengkomunikasikan serta mengevaluasi informasi apa yang tepat,” jelasnya dalam Live Instagram Siberkreasi bersama Ibu Punya Mimpi dalam rangka memeriahkan bulan literasi, Senin, 23 Oktober lalu.
Menurut Nugrahaeni, informasi yang masuk ke negara ini seluruhnya tidak dapat dibendung karena memang seluruh dunia sudah menerima kehadiran internet. Tidak hanya sebagai proses pembelajaran saja, tapi juga menjadi alat untuk edutainment, infotainment dan entertainment.
“Tugas kita adalah bagaimana caranya internet ini dimanfaatkan sebagai bagian yang positif, sehingga di era globalisasi ini kan kita melintas ruang, melintas waktu, melintas juga pertemanan, relasi semakin bertambah,” lanjutnya.
Itu sebabnya literasi digital penting untuk dipelajari terus-menerus. Harapannya, pemahaman literasi digital dan pemanfaatannya juga bisa sampai ke setiap lapisan masyarakat hingga ke pelosok-pelosok Indonesia.
Empat pilar literasi digital
Ada empat pilar dalam literasi digital yang digagas oleh Siberkreasi yaitu Cakap Digital, Aman Digital, Budaya Digital dan Etika Digital atau yang disingkat dengan CABE.
-
Cakap Digital
Cakap dalam menggunakan media sosial, cerdas dalam mencari informasi, dan teliti dalam bertransaksi online.
-
Aman Digital
Aman digital mencakup menjaga data pribadi. Kemudian waspada terhadap tipu daya di ruang digital. Ada sekitar 14 jenis penipuan digital, diantaranya phising, scam, account take over, social engineering, share card info, ID theft, typosquatting, pharming, skimming, malware, lottery scam, videoscam, scareware. Selanjutnya melawan Kekerasan Seksual Berbasis Online (KBSE), dan terakhir menjaga keselamatan anak agar aman di ruang digital.
-
Budaya Digital
Masyarakat Indonesia harus memegang nilai-nilai budaya Indonesia baik di dunia nyata maupun di dunia digital dengan melestarikan budaya lewat konten digital, kemudian menjaga demokrasi dan toleransi di ruang digital. Terakhir, soal Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) sebagai pelindung kreativitas yang terdiri dari Hak Cipta, Hak Paten, Hak Merek, Hak Desain Industri. Jadi jangan takut untuk berkarya di dunia digital.
-
Etika Digital
Berinternet juga ada etiketnya, istilahnya netiket. Laporan Digital Civility Index (DCI) tahun 2020 dari Microsoft, netizen Indonesia menempati peringkat terbawah sebagai netizen paling tidak sopan se-Asia Tenggara. Hal ini terjadi karena kurangnya pemahaman akan etiket di dunia digital. Kemudian jangan terjebak hoaks, penyebaran hoaks memang lebih cepat dari faktanya. Untuk itu perlu cek ulang informasi yang diterima dari internet, jangan ditelan mentah-mentah. Terakhir yaitu melawan cyberbullying, tindakan mempermalukan, mengintimidasi dan berkomentar menyakitkan termasuk dalam cyberbullying. Tindakan ini berdampak panjang dan bisa meninggalkan luka atau trauma secara psikologis. Oleh karena itu, jangan mematung, ayo lawan cyberbullying.
“Etika termasuk sopan santun cara berbicara karena netizen itu kadang kala tiba-tiba kreatif, saling mencela satu sama lain, padahal topiknya tuh tidak melukai mereka. Bahkan dalam penelitian saya di lingkup SD, ada anak SD yang marah-marah dan menggunakan kata-kata kasar di media sosialnya. Padahal tanpa ia sadari, ada guru yang masuk di pertemanan media sosialnya,” ungkap Nugrahaeni.
Kerja sama orang tua dan sekolah
Aturan yang berlaku di media sosial itu sebenarnya diperutukkan untuk usia 17 tahun ke atas. Namun, kadangkala ada tugas sekolah yang mengharuskan anak menggunakan smartphone atau media sosial. Jika hal ini terjadi, Nugrahaeni mengingatkan agar orang tua selalu mendampingi anaknya. Bahkan jika perlu, tahu password anak, hingga follow media sosialnya.
“Memang gampang-gampang susah pendampingan anak zaman sekarang tapi, kita harus bisa mengarahkan mereka ke penggunaan internet positif dan harus ada pendampingan juga dari guru di sekolah di bidang teknologi,” lanjutnya.
Lebih lanjut, menurutnya kerjasama antara orang tua dan pihak sekolah sangat diperlukan. Misalnya dalam satu tahun diadakan seminar yang sifatnya bertingkat sesuai usia dan kelasnya. Libatkan orang tua terutama ibu, yang memang sebagian besar aktivitasnya melakukan pendampingan terhadap anak dalam pelatihan.
“Kecakapan digital yang dibutuhkan seperti apa, keamanan digital yang dibutuhkan seperti apa, kemudian juga budaya berdigitalnya di era sekarang seperti apa dan kemudian ujung-ujungnya adalah kaitannya dengan etiket yang dibutuhkan dan setiap masa itu pasti ada bedanya. Misalnya untuk SD pendekatannya apa, SMP apa, SMA apa, jadi mengikuti trend,” jelasnya.
Perkembangan digital ini luar biasa dan cepat sekali, bahkan sekarang muncul Artificial Intelegence (AI). Memang masih menjadi PR bersama berbagai pihak agar kemajuan ini menjadi kebermanfaatan bukan malah membuat ketergantungan atau plagiarisasi. Dampingi terus anak dan beri motivasi, bangun komunikasi dan kepercayaan dengan anak agar tidak merasa berjarak.
“Apapun pendidikannya maupun profesinya, ibu-ibu adalah wanita yang hebat karena selalu penuh semangat memberikan pendampingan yang terbaik untuk anak-anak kita baik di dunia nyata maupun dunia maya,” pungkasnya mengakhiri. [*]