digitalMamaID – Game menjadi salah satu produk digital yang sangat popular di kalangan anak-anak. Memiliki banyak genre dan klasifikasi usia, game menjadi hiburan gratis yang mudah diakses di mana saja. Saat anak main game, apa saja tantangan dan peluangnya?
Selain sebagai hiburan, game juga bisa menjadi alat edukasi yang mampu mengembangkan banyak keterampilan anak, yaitu keterampilan kognitif dan kreativitas. Namun, berbarengan dengan sisi positifnya, game juga membawa dampak negatif yaitu kecanduan, eksploitasi seksual, gangguan perkembangan sosial serta sikap agresif bila tidak diawasi dengan baik.
Dampak negatif lain dari penggunaan game yang tidak diawasi adalah bahwa bermain game online dapat mengarah pada judi online. Kementerian Koordinator Politik Hukum dan HAM RI menyebutkan dalam konferensi pers pada 19 Juni 2024, sebanyak 2% pemain judi online adalah anak usia di bawah 10 tahun yaitu 80.000 yang terdeteksi. Kabar yang sangat memilukan hati ya, Mama.
Lalu, apakah game sebenarnya memberdayakan atau malah membahayakan anak? Mencoba menjawab pertanyaan itu, Siberkreasi menyelenggarakan Webinar Siberitahu Talks #3 dengan tema: Game untuk Anak/Murid, Berdaya atau Bahaya? pada Rabu, 7 Agustus 2024 lalu.
Siberkreasi adalah Gerakan Nasional Literasi Digital yang diusung oleh komunitas dan didukung oleh pemerintah lewat Kominfo. Pada webinar tersebut hadir Diena Haryana sebagai Pengarah Siberkreasi, Catur Ratna Wulandari sebagai Editor in Chief Digital Mama ID dan Khemal Andreas sebagai CEO Next Generation.
Aktivitas fisik tetap lebih penting
Anak-anak di usia 5-11 tahun memerlukan aktivitas fisik yang cukup untuk perkembangan fisiknya sebelum menginjak usia remaja. Sayangnya, bermain game berlebihan bisa mengganggu hal ini.
Maka dari itu, Diena Haryana selaku Pengarah Siberkreasi menyarankan agar orang tua menetapkan aturan bermain game yang seimbang, sehingga anak tetap dapat bersosialisasi di dunia nyata. “Buat aturan jam bermain game agar anak-anak tetap bersosialisasi secara nyata. Saat ini memang konsep berteman menjadi rancu, anak-anak saat ini berpikir bahwa teman online saja sudah cukup.” ujar Diena. Selalu ingatkan anak bahwa berteman berarti memiliki teman nyata yang bisa diajak mengobrol dan bertemu satu sama lain.
Diena juga mengingatkan orang tua untuk selalu memperhatikan emosi anak termasuk saat bermain game. Bila anak ditemui terlalu emosional atau reaktif saat dihadapkan pada suatu masalah sepele, bisa jadi kemampuan nalarnya terganggu.
Kemampuan nalar ini adalah produk dari Korteks Prefrontal (PFC) yaitu bagian otak depan yang paling terdampak oleh adiksi gadget. PFC adalah wilayah otak yang paling berkembang dan menyimpan kemampuan kognitif tingkat tinggi. Bagian otak ini terlibat dalam kepribadian, perilaku, bahasa dan kecerdasan manusia. “Misalnya Wi-Fi enggak jalan, marah-marahnya luar biasa. Nah, ini kan ada sesuatu yang salah dari perilaku anak di ruang digital.” ujar Diena yang sekaligus founder dari Sejiwa, sebuah LSM yang bergerak di isu bullying di Indonesia.
Screen time efektif dan keseimbangan hidup
Pengaruh positif dan negatif game terhadap anak rupanya sangat bergantung pada sejauh mana pengawasan yang dilakukan orang tua. Seburuk apapun pengaruhnya, tetap tak bisa dipungkiri bahwa era teknologi adalah era anak-anak kita sekarang.
Ratna selaku Chief Editor Digital Mama ID melihat bahwa fenomena ini tentu membuat para orang tua cemas, tapi melihatnya dengan lebih positif dapat memberi harapan baru. Ratna menyebutkan bagaimana pun keadaannya anak-anak yang bermain game saat ini adalah yang memegang kendali di masa depan. “Kita harap mereka dapat memanfaatkan kebaikan-kebaikan teknologi hari ini untuk masa depan mereka. Karena jika hanya cemas, kita sangat rugi. Banyak kebaikan teknologi yang harus dimanfaatkan tapi juga kita harus siap dengan tantangannya,” ujar ibu satu anak ini.
Ratna menekankan bahwa prinsip dari penggunaan teknologi adalah keseimbangan. Keseimbangan yang dimaksud adalah keseimbangan berkegiatan di dunia maya dan kehidupan kita sehari-hari. Ketidakseimbangan berkegiatan di dunia maya diawali dari screen time yang tidak efektif terutama sejak pandemi.
Menjawab kecemasan orang tua soal screen time yang kurang efektif inilah Digital Mama ID meluncurkan Screen Score, sebuah platform rating konten digital berbasis user. Ratna berharap Screen Score dapat membantu orang tua dalam mengkurasi konten digital dan bisa saling berdiskusi. “Harapannya kami ingin membangun kesadaran orang tua bahwa konten digital itu ada target usianya. Sehingga screen time efektif bisa dimulai dari pemilihan konten yang sesuai untuk usia anak,” ungkap Ratna.
Video game adalah mainan anak zaman now
Bila Screen Score mengumpulkan review konten-konten digital dari user atau orang tua untuk orang tua, beda dengan Next Generation (NXG) yang lebih spesifik di video game saja. NXG yang merupakan lembaga organisasi yang berfokus pada pemantauan konten video game sejak 2011 ini melakukan review yang dilakukan oleh profesional yaitu gamers. Review yang dilakukannya adalah analisis isi dan klasifikasi usia.
“Kami melihat bahwa hari ini video game adalah mainan anak-anak zaman now. Kita nggak bisa menghindari itu. Apalagi setelah pandemi, makin berat tugas kita,” ungkap Khemal Andreas selaku CEO Next Generation pada webinar tersebut.
Khemal mengungkapkan hal yang bisa dilakukan adalah mengarahkan video game ini sebagai media pembelajaran anak dengan pendampingan orang tua atau guru.
Pemanfaatan game sebagai media pembelajaran itu bisa memiliki banyak model, contohnya untuk membantu seseorang belajar efektif. Sederhananya resep video game adalah reward dan challenge. “Reward di video game itu kadang lebih menguntungkan daripada reward yang diberi oleh orang tua. Karena reward di dalam video game sifatnya pasti. Misalnya mendapat poin.” kata Khemal.
Selain membuat review konten video game, NXG juga melakukan penelitian, kajian dan kolaborasi dengan sekolah seperti kampanye belajar literasi digital. Hal ini dilakukan untuk membantu orang tua agar anak-anak berada dalam ekosistem bermedia digital yang sehat minimal dari dalam rumah.
Saat ini NXG sedang menginisiasi Genius Game bersama ICT Watch untuk membangun ekosistem game yang baik. Genius Game bertujuan untuk meningkatkan literasi digital di dunia game dengan mempraktekkan bermain game yang aman dan terjamin agar meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam pengembangan game selanjutnya.
Dampak positif dan negatif game sangat bergantung pada orang tua sebagai pengawas anak. Walaupun banyak kecemasan yang dialami orang tua di era teknologi modern ini, sebaiknya kembali diingat pula bahwa teknologi ini juga membawa segudang manfaat dan hal-hal baik. Harapan itu ada di tangan anak-anak kita.
“Kami harap, anak-anak di masa depan dapat menjadi pribadi yang sudah cakap akan penggunaan teknologi yang baik. Cukup orang tua yang gagap teknologi, anak-anak di masa depan tidak akan mengalaminya,” ungkap Ratna optimis. [*]