digitalMamaID – Dongeng soal putri duyung terkenal di kalangan anak-anak. Sosok wanita dengan kaki menyerupai ikan itu digambarkan dalam beragam kisah.
Namun, benar tidaknya kisah putri duyung tersebut tak ada yang bisa membuktikannya hingga kini.
Putri duyung menjadi cerita yang dikenal di penjuru dunia dengan versinya masing-masing.
Di Indonesia, ada dongeng menarik terkait putri duyung. Cerita soal asal mula putri duyung ini berkembang di kalangan masyarakat Sulawesi Tengah.
Asal mula putri duyung
Kisah ini berawal dari cerita satu keluarga miskin di Sulawesi Tengah yang terdiri dari ayah, ibu, dan dua orang anak mereka.
Saking miskinnya, mereka hampir setiap hari memakan umbi-umbian tanpa disertai lauk.
Hingga suatu keberuntungan terjadi. Sang ayah mendapatkan banyak ikan saat melaut pada suatu hari.
Ikan tersebut mereka nikmati berempat dengan perasaan syukur dan gembira.
Dua orang anak di keluarga itu makan ikan dengan lahapnya karena baru pertama kali mereka merasakan makanan lezat tersebut.
“Senangnya kalau bisa makan makanan enak ini setiap hari,” kata si anak sulung.
Ikan itu cukup untuk persediaan mereka beberapa hari. Namun, setelahnya, persediaan ikan menipis.
Sang ayah kembali harus melaut dan berkebun untuk mendapatkan makanan.
Pada suatu pagi, sebelum berangkat berkebun dan melaut, sang ayah berpesan kepada ibu agar menyisakan ikan untuknya makan siang.
“Hari ini aku akan ke ladang untuk mengambil umbi-umbian, aku juga akan ke laut untuk menangkap ikan. Jangan lupa ya, sisakan satu ekor ikan untukku nanti,” kata sang ayah kepada istrinya.

Sang ibu pun menyanggupi dan berjanji akan menyediakan ikan untuk makan siang si suami.
Tak lama setelah sang ayah pergi, si bungsu menghampiri ibu dan merengek minta makan.
“Bu, aku lapar sekali, ingin makan ikan itu, bolehkah Bu?” kata Si Bungsu.
Sang ibu pun mengizinkan anak keduanya itu makan sambil berpesan agar menyisakan untuk sang ayah.
Tak lama kemudian, datanglah si sulung. “Ibu, aku juga ingin makan ikan,” kata dia.
Ibu pun membolehkan si sulung makan ikan bersama dengan si bungsi. Namun, lagi-lagi ibu mengingatkan anaknya untuk menyisakan sang ayah.
“Makanlah, tapi sisakan seekor untuk ayahmu ya,” kata si Ibu.
Setelah itu, sang ibu pun mencuci pakaian di belakang rumah. Ia tak memperhatikan anak-anaknya makan.
Hingga setelah selesai mencuci, sang ibu masuk ke rumah dan kaget melihat ikan-ikan dihabiskan oleh kedua anaknya.
Tak ada ikan yang tersisa untuk sang suami makan siang. “Kenapa ikannya kalian habiskan? Bukankah ibu berpesan untuk menyisakan satu?” ucap dia.
Sang anak pun hanya bisa meminta maaf dan mengaku tak mampu menahan keinginannya untuk makan.
Tak lama kemudian, sang ayah tiba di rumah. Ia langsung kesal mengetahui tidak ada lagi ikan yang bisa dimakannya.
Apalagi, hari itu sang ayah juga tak mendapatkan umbi-umbian karena ladang diserang hama.
Ditambah, ombak sedang besar sehingga dia tidak dapat melaut dan mendapatkan ikan.
Sang ayah pun marah dan memaki ibu. “Dasar kamu tidak bisa dipercaya,” kata sang ayah.
Sang ibu pergi melaut
Mendengar kemarahan sang ayah, si ibu pun merasa tak enak hati. Malam-malam, ia pergi ke laut mencari ikan.
Hingga pada pagi hari, anak-anak mereka mencari si ibu. “Kak, ibu kok tidak ada ya?” kata si bungsu.
Kedua anak itu pun bertanya kepada sang ayah, di mana ibunya. Namun, sang ayah masih tampak marah dan tidak mau mencari si ibu.
Akhirnya, si sulung dan si bungsu mencari ibu mereka ke laut. Setelah beberapa kali memanggil ibu mereka, sang ibu pun datang dengan membawa banyak ikan.
“Nak, maaf ibu pergi malam-malam karena ibu ingin mencari ikan. Bawalah ikan ini untuk kalian makan, ibu akan pergi lagi mencari ikan,” kata si ibu.

Sesampainya di rumah, kakak-beradik itu memberikan ikan ke ayah untuk dimasak dan dimakan bersama. Setelah makan ikan, si sulung meminta ayahnya untuk memaafkan ibu mereka.
“Ayah, maafkanlah ibu, kasihan ibu harus mencari ikan ke laut,” kata dia.
Kemarahan sang ayah
Namun, sang ayah masih diliputi kemarahan. Ia malah jengkel dan memaki. “Sudah, biarkan saja ibumu mencari ikan di laut, sampai di menjadi ikan,” kata sang ayah.
Sumpah serapah sang ayah seolah didengar Yang Maha Kuasa.
Tiba-tiba, badai datang. Sang ibu yang sedang mencari ikan di laut pun ketakutan. Perahunya oleng diterjang badai hingga terbalik dan ibu pun jatuh ke laut.
Saat itulah sang ibu berdoa agar ia diberi keselamatan. Tak lama kemudian, keajaiban terjadi.
Kaki sang ibu berubah menjadi ekor ikan. Namun, tubuh bagian atasnya tetap manusia. Sang ibu pun menjadi manusia setengah ikan atau yang biasa dikenal sebagai putri duyung.
Setelah badai tiba, sang ibu menghampiri pantai untuk berjumpa dengan keluarganya. Saat itu, kebetulan kedua anaknya tengah mencari sang ibu. Mereka pun bertemu sebentar.
Sang ibu lalu berpamitan. “Nak, maaf, ibu tidak bisa lagi kembali ke darat karena sudah tidak memiliki kaki. Kaki ibu kini berganti menjadi ekor ikan,” kata sang ibu.
Kedua anaknya tampak menangis. Sang ibu pun berpesan agar mereka berdua saling menjaga.

Sementara itu, sang ayah hanya dapat menelan penyesalan. Semua sudah terlambat. Nasi sudah menjadi bubur.
Ia pun membatin dalam hatinya. “Andai saja, aku tidak mengucapkan sumpah, andai saja aku memaafkan istriku,” kata sang ayah.
Nah, dari kisah ini, Mama bisa mengajarkan anak untuk tidak mudah mengucapkan sumpah serapah pada saat marah.
Orang bijak mengatakan, ketika sedang marah, berdiam dirilah sejenak. Tahan semua ucapan yang ingin disampaikan.
Sebab, meluapkan kemarahan hanya akan membawa penyesalan kemudian hari. Belajarlah dari dongeng putri duyung.