digitalMamaID – Dokter dan guru dulu merupakan profesi yang populer di kalangan anak-anak. Tapi sekarang, saat ditanya apa cita-cita mereka, banyak anak yang menjawab ingin menjadi YouTuber. Haruskah Mama khawatir jika anak ingin jadi Youtuber?
Keinginan anak-anak untuk menjadi YouTuber sebenarnya menjadi cermin dari era digital saat ini. Sejak kecil, anak sudah mulai terpapar dengan konten audio visual yang ada di YouTube. Sebagian bahan ajar di sekolah juga diambil dari YouTube. Anak-anak begitu akrab dengan Youtube. Belum lagi beberapa figur yang dianggap sukses juga lahir dari YouTube.
Sejak mengudara pada 2005, YouTube berkembang menjadi platform digital yang sangat populer, hampir di semua kelompok usia. YouTube sudah memiliki lebih dari 2 miliar pengguna! Dengan demikian banyak pengguna, juga content creator yang menggunakannya, YouTube menjadi wadah konten. Konten Musik, game, kecantikan, otomotif, edukasi, kuliner, dan masih banyak lagi bisa ditemukan di Youtube.
Apakah aman kalau anak ingin jadi YouTuber?
Anak-anak, bagaimanapun menjadi bagian dari perkembangan YouTube ini. Mereka punya sosok yang akrab dijumpai di YouTube. Banyak anak yang kemudian ingin sukses seperti soso tersebut. Sebagai ibu, senang juga ya kalau anak bisa sukses YouTuber. Akan tetapi, muncul pula berbagai kekhawatiran. Betapa tidak, dunia internet, khususnya media sosial, kerap kali terlihat begitu berbahaya. Apakah aman jika anak menjadi YouTuber?
Pertama-tama, keinginan anak menjadi YouTuber itu wajar ya, Mama. Menurut Earth Web, 75% anak-anak berusia 6-17 tahun ingin menjadi YouTuber. Sementara, 50% milenial beranggapan bahwa mereka terinspirasi dari berbagai kanal YouTube yang ditonton.
Tentu saja kekhawatiran Mama atas keinginan anak-anak ini juga valid. Mama tidak mau ada dampak negatif dari keinginan anak ini. Misalnya saja anak jadi tidak lagi fokus dengan sekolahnya, belum lagi dampak pada screen time anak yang akan semakin banyak. Tapi, Mama… daripada langsung bilang tidak boleh, akan lebih pas kalau Mama berkomunikasi dengan anak untuk mendiskusikan soal ini.
Dikutip dari Family Education, Mama bisa memulai obrolan dengan anak dengan pertanyaan, kenapa sih si kecil ingin jadi Youtuber? Bisa jadi alasannya berbeda dengan apa yang orang dewasa pikirkan. Orangtua perlu mendengar alasan mengapa mereka ingin jadi YouTuber. Saat menyebut cita-citanya, anak kerap tidak berpikir soal uang atau popularitas. Bisa jadi yang mereka cari ialah tempat untuk menyalurkan kreativitasnya.
Mama juga bisa mencari tahu dan mengamati apakah anak sungguh-sungguh ingin jadi Youtuber. Kita bisa menggali dari apa ide dan impian mereka. Mama bisa menanyakan beberapa hal ini untuk mengetahuinya:
Siapa YouTuber atau kanal YouTube favorit si kecil?
Video seperti apa yang ingin ia buat nanti?
Berapa banyak waktu yang ingin ia sediakan untuk saluran YouTube ?
Diskusikan risikonya
Sebelum anak-anak aktif menjadi content creator di Youtube, perlu juga membahas beberapa risiko yang mungkin terjadi. Hal ini penting untuk mempersiapkan anak, secara fisik dan mental, sebelum menjadi YouTuber.
- Konten tidak pantas: ini merupakan kekhawatiran terbesar orang tua saat anak-anaknya terhubung ke internet. Orangtua khawatir anak terpapar konten yang mengandung kata-kata yang tidak sopan dan umpatan, perilaku seksual, kekerasan, dan masih banyak lagi. Mama bisa gunakan parental control untuk membuat batasan konten apa saja yang bisa dikonsumsi anak.
- Cyber bullying: kolom komentar di YouTube maupun media sosial lainnya bisa menjadi tempat yang mengerikan bagi anak. Komentar penuh kebencian dan kata-kata yang tidak pantas lainnya bisa merusak kesehatan mental anak. Mama bisa memutuskan apakah perlu mematikan kolom komentar dan mengaktifkannya lagi saat situasi sudah memungkinkan.
- Misinformasi: saat anak terlibat aktif membuat konten, dipastikan ia juga menjadi penonton konten lainnya. Anak pelru tahu bahwa di internet, termasuk YouTube, informasi yang benar dan salah bisa bercampur aduk. Anak perlu dibekali kemampuan untuk bisa mengenali dan membedakan mana informasi yang benar, salah, maupun dimanipulasi.
Bantu anak buat perencanaan
Membuat perencanaan tidak saja berguna untuk mempersiapkan anak, tapi membuatnya memahami seberapa besar usaha yang dibutuhkan untuk menjadi YouTuber. Ajak anak untuk merencanakan apa saja yang perlu disiapkan untuk membuat konten yang ia inginkan. Dari sana akan terlihat seberapa banyak waktu dan tenaga yang perlu disiapkan.
Ini juga kesmepatan bagi orangtua dan anak untuk membahas konten apa saja yang boleh dan tidak boleh dibuat. Batasan-batasan apa saja yang perlu dipatuhi anak. Dengan begitu, tidak perlu ada konflik di kemudian hari karena semua sudah dibicarakan dan disepakati di awal.
Mama harus pastikan anak sudah diperbolehkan membuat akun sendiri. YouTube mensyaratkan pengguna berusia minimal 13 tahun. Izin orangtua diperlukan sampai usia 17 tahun. Meskipun aturan ini bisa berbeda sesuai kebijakan negara masing-masing.
Untuk anak di bawah 13 tahun, orang tua perlu membuat akun Google untuk anak sehingga mereka bisa menggunakan komputer, smartphone, juga aplikasi Family Link. Jangan lupa aktifkan parental control. Anak juga bisa menggunakan YouTube Kids yang memiliki lebih banyak filter untuk memastikan semua konten sesuai usianya.
Tidak hanya anak yang perlu mempersiapkan diri, orangtuanya juga. Saat memahami cara kerja platform digital, orangtua bisa menempuh hal-hal yang diperlukan untuk menjaga keselamatan anak di dunia maya. Jadi kalau anak jadi YouTuber, Mama juga sudah siap! Eh sudah siap belum, nih? [*]