Sungguh hati terasa remuk mengikuti kasus bullying yang menimpa siswa SD di Tasikmalaya. Ia mengalami depresi setelah dipaksa temannya menyetubuhi kucing. Tidak itu saja, pelaku memvideokannya dan menyebarkannya di internet. Usai kejadian itu, korban mengalami depresi. Ia tidak mau makan dan minum. Kesehatannya menjadi terganggu dan pada akhirnya meninggal dunia.
Lagi-lagi bullying terjadi. Lagi-lagi bullying terlambat diketahui. Korban meninggal dunia sebelum aksi ini tuntas ditangani. Semakin menyesakkan ketika korban dan pelaku sama-sama masih anak-anak.
Pelajaran apa yang bisa kita ambil dari kejadian ini? Direktur Eksekutif Komunikonten (Institut Media Sosial dan Diplomasi) Hariqo Wibawa Satria mengatakan, kejadian di Tasikmalaya menunjukkan lingkungan masih melakukan pembiaran terhadap aksi bullying. Perundungan ini tidak terpantau oleh orangtua, guru, sekolah, dan teman-teman di lingkungan pergaulan korban. Juga tidak terpantau oleh teknologi, misalnya terekam CCTV. Sehingga terlihat peristiwa ini terjadi karena ada pembiaran dari aksi-aksi bullying sebelumnya.
“Karena tidak terpantau si pelaku merasa di atas angin. Bully itu terjemahan sederhananya kan tindakan dari orang kuat terhadap orang lemah. Jadi (pelaku) merasa semakin kuat,” tuturnya saat dihubungi oleh Digitalmama.id pada Jumat (22/7/2022).
Ada lima pelajaran berharga yang bisa diambil dari persitiwa bullying pada anak di Tasikmalaya ini:
1. Jangan menoleransi bullying
Pembiaran terhadap bullying sangat berbahaya. Peran apapun di masyarakat tidak boleh mendiamkan perundungan. Sebagai orangtua, guru, teman sekolah, atau siapapun tidak boleh mendiamkan bullying. Hariqo mengatakan, saat lingkungan mendiamkan, pelaku jadi merasa punya kekuatan. “Rasanya tidak mungkin menyuruh melakukan hal yang ekstrem kalau tidak merasa berkuasa,” katanya.
Pelaku jadi ingin mempermalukan dengan lebih luas lagi. Dalam kasus bullying di Tasikmalaya, korban diminta menyetubuhi kucing sambil divideokan kemudian disebarkan. Perbuatan ini terjadi karena aksi bullying sebelumnya didiamkan saja.
Aksi semacam ini baru terbongkar saat ada pihak yang mengetahui dan merasa ini sebagai sesuatu yang salah. “Ketika orang melihat videonya malah tertawa, di situlah pembully mendapat kepuasan. Circle dia sudah rusak, artinya ada orang di lingkungannya yang menganggap aksi ini untuk lucu-lucuan, bisa dimaklumi. Sampai akhirnya ditemukan oleh orang yang paham bahwa ini adalah bullying,” katanya.
Maka itu, Hariqo menegaskan, bullying tidak boleh didiamkan. Hanya dengan cara itu perundungan bisa sesegera mungkin dihentikan.
2. Orangtua menjadi teman bicara anak
Hariqo mengatakan, salah satu barometer kedekatan anak dan orangtua ialah apakah anak bisa mencurahkan isi hatinya tentang apapun kepada orangtuanya. Hal ini penting agar anak memiliki ruang aman untuk menyampaikan perasaannya dan membagi apa yang dialaminya.
“Jika anak lapor atau cerita kepada sesama teman atau kepada orang lain, bisa jadi malah menyarankan tindakan yang tidak tepat. Bisa-bisa malah menjerumuskan,” katanya.
Orangtua perlu memberi respons yang tepat saat anak bercerita supaya anak tidak kapok berbagi dengan orangtua.
3. Persiapkan anak agar tidak menjadi pelaku dan korban bullying
Orangtua sering berpesan kepada anak untuk tidak menjadi anak nakal. Akan tetapi tidak semua orangtua menjelaskan, sikap seperti apa yang harus dihindari atau sebaliknya. Hariqo mengatakan, penting untuk menjelaskan kepada anak agar berbuat baik kepada teman, tidak menyakiti teman. Pesan seperti ini penting agar anak tidak menjadi pelaku bullying.
Menurut Hariqo, penting juga mempersiapkan anak untuk bisa mengatasi situasi saat ia menjadi korban bullying. “Melawan memang belum tentu membuat menang, tapi setidaknya bisa membuat pelaku berpikir,” katanya.
Komunikasi antara orangtua dan anak sangat penting untuk bisa memberikan pemahaman kepada anak. Mengapa bullying itu buruk, mengapa tidak boleh merundung teman, mengapa keberanian untuk melawan itu penting, serta pentingnya menjaga keamanan digital harus dibicarakan bersama antara orangtua dan anak.
4. Pentingnya sekolah mempunyai makenisme penanganan bullying
Kejadian di Tasikmalaya menjadi tamparan keras bagi dunia pendidikan. Menurut Hariqo, semestinya guru bisa melihat perubahan yang terjadi pada anak. Peristiwa bullying ini bukan kali pertama terjadi. Kasus bullying sudah berkali-kali terjadi. Semestinya setiap sekolah memiliki sistem pencegahan dan penanganan bullying.
Saatnya orangtua juga memberi perhatian pada isu perundungan ini. Orangtua bisa melihat apakah sekolah sudah punya sistem untuk menangani bullying karena sekolah tidak hanya bertanggung jawab pada urusan akademik saja. Dengan sistem ini, saat bullying terjadi sekolag tahu harus berbuat apa. Tidak sekadar diselesaikan dengan permintaan maaf atau penyelesaian yang sifatnya hanya untuk meredam kemarahan.
“Kalau orangtua, latar belakangnya berbeda-beda. Ada yang punya ilmunya, ada yang tidak. Sulit untuk distandarisasi, tapi sekolah bisa. Ada tidaknya SOP, mekanisme penanganan bagaimana, peran guru apa saja,” tutur Hariqo.
Pemerintah yang menaungi semua kegiatan belajar mengajar di sekolah juga harus memberi perhatian yang sama pada isu ini. Saat terjadi bullying, kata Hariqo, kesalahan itu juga terletak pada orang dewasanya. Sanksi tegas perlu diberikan juga kepada guru dan kepala sekolah agar semua pihak tidak main-main dengan perundungan.
5. Memberi handphone kepada anak setelah dia siap
Hariqo mengatakan, saat memberi sebuah handphone kepada anak, sama seperti membelikan motor bahkan pisau. Orangtua tidak boleh memberikannya sebelum dia bisa bertanggung jawab.
Tidak bisa dimungkiri, pandemi membuat kebutuhan akan gawai meningkat. Pembelajaran jarak jauh membuat orangtua merasa harus memenuhi kebutuhan gawai demi kelancaran sekolah. Kemudahan mendapatkan smartphone tanpa dibarengi pemahaman yang cukup akan membahayakan anak. Mereka perlu mengetahui apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, sejauh mana aktivitas dengan smartphone yang diperbolehkan, bagaimana melindungi diri di dunia maya, bagaimana berperilaku yang baik di internet.
Jangan lagi ada anak yang meninggal dunia akibat bullying. Tidak boleh lagi ada anak yang menjadi korban juga pelaku bullying. Ketika anak yang berbuat kesalahan, maka orang dewasa di sekitarnya juga tutur bertanggung jawab.
4 thoughts on “5 Pelajaran Berharga dari Kasus Bullying Siswa SD di Tasikmalaya yang Berujung Kematian”
Nangis gemeter pas baca berita ini. Marah, takut, kecewa menjadi satu.
Pingback: Hope, Kisah Pilu Anak Korban Kekerasan Seksual - digitalMamaID
Terima kasih sudah berbagi informasi ini. Sangat miris mendengar kasus ini, ketika seorang anak kehilangan masa kecilnya yang menyenangkan hanya karena menjadi korban bullying. Harapannya ke depan tidak terjadi lagi kasus seperti ini.
Mari kunjungi juga halaman website kami : https://walisongo.ac.id/ terima kasih.
Pingback: Cerita di Balik Drakor The Glory