Privasi digital anak menjadi persoalan yang semakin penting. Anak-anak merupakan salah satu kelompok besar pengguna internet. Apalagi saat pandemi, interaksi anak dengan internet semakin besar. Tanpa mereka sadari, teknologi yang mereka gunakan telah mengumpulkan data-data mereka. Anak-anak rentan menjadi target iklan, eksploitasi, dan korban tindak kejahatan lain di dunia maya yang mungkin tidak disadari orangtua.
Pada 2019 lalu, Pemerintah Amerika Serikat menjatuhkan denda sebesar 200 juta dolar AS atau sekitar Rp 28 triliun kepada Youtube. Platform digital milik Google itu diduga melanggar perlindungan hak privasi anak.
Menurut penyelidikan, situs streaming video itu telah mengumpulkan data anak di bawah 13, tanpa persetujuan orang tua. Data itu kemudian digunakan untuk menargetkan iklan kepada anak-anak. Hal ini bertentangan dengan Undang-Undang Perlindungan Privasi Online Anak (COPPA) 1998.
Mengapa perlindungan privasi digital anak penting?
Saat mengakses internet, kebiasaan dan kecenderungan perilaku anak bisa disimpan dan digunakan oleh pihak tertentu. Hal ini sekaligus membuka peluang bagi pihak yang memanfaatkannya. Survei penetrasi dan perilaku pengguna internet di Indonesia 2018 yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menunjukkan sebanyak 25,2% anak-anak pada kelompok usia 5-9 tahun menggunakan internet.
Sementara itu, studi Common Sense Media menyebut, anak-anak di bawah 8 tahun belum mempunyai kemampuan kognitif yang memadai untuk memahami maksud persuasif dari iklan. Padahal iklan yang menyasar anak-anak di dunia maya sangat besar. Nilai iklan digital yang menargetkan pasar anak nilainya mencapai 1,2 miliar dolar AS atau sekitar Rp 16,8 triliun.
Saat memasuki belantara digital, anak tidak memahami apa saja acaman apa saja yang mereka hadapi. Survei Common Sense menunjukkan, anak-anak usia 12-15 tahun masih menganggap mereka bisa menghapus informasi yang sudah dibagikan di dunia maya.
Laporan UNICEF tahun 2017 mencatat 5 juta profil dan akun anak di dunia digital telah dicuri menggunakan pencurian berbasis online.
Tahun yang sama, Javelin Strategy & Research menemukan lebih dari 1 juta anak di AS telah menjadi korban pencurian identitas dengan kerugian hingga 2,6 miliar dolar AS.
Temuan-temuan itu menunjukkan perlunya upaya yang lebih keras bagi semua pihak, termasuk orangtua, bisnis, dan pemerintah untuk menjaga dan melindungi privasi digital anak.
Menurut UNICEF, hak anak atas privasi digital ini mempunyai banyak aspek, yaitu aspek fisik, komunikasi, informasi dan pengambilan keputusan. Privasi fisik anak-anak dipengaruhi oleh teknologi yang bisa melacak, memantau, dan menyiarkan gambar, perilaku, atau lokasi langsung anak.
Privasi komunikasi anak-anak terancam jika postingan, obrolan, pesan, atau panggilan mereka disadap oleh pemerintah atau aktor lain. Sedangkan privasi informasi anak-anak dapat terancam jika data pribadi anak-anak dikumpulkan, disimpan, atau diproses.
Hak privasi akan pengambilan keputusan dilanggar jika ada upaya membatasi akses ke informasi yang bermanfaat, menghambat kemampuan anak membuat keputusan secara mandiri sesuai dengan perkembangan kapasitas mereka.
Prinsip perlindungan privasi digital anak
Perlindungan privasi digital anak bisa diterapkan dengan mengikuti prinsip-prinsip dasar seperti yang dibuat oleh Common Sense, yaitu:
Jangan melacak
Anak-anak dan remaja tidak seharusnya dilacak secara online. Informasi pribadi dan aktivitas online mereka tidak bisa dipakai untuk menjadikan mereka sebagai target iklan.
Akses
Anak-anak dan remaja harus bisa dengan mudah mengakses, mengubah, dan menghapus informasi pribadi yang mereka pilih untuk dibagikan.
Keterlibatan keluarga
Orangtua dan keluarga harus mengedukasi dirinya tentang opsi privasinya dan menemukan cara terbaik untuk berkreasi, berkomunikasi, dan belajar online secara aman dan bertanggung jawab.
Persetujuan
Informasi pribadi anak-anak dan remaja tidak bisa dibagikan tanpa persetujuan orangtua atau mereka sendiri secara tersurat.
Tanggung jawab perusahaan
Perusahaan atau penyedia platform harus transparan dengan keluarga tentang praktik privasi dan keamanan digitalnya, meminimalkan pengumpulan dan penyimpanan informasi pribadi, serta melindungi semua informasi yang mereka kumpulkan dengan tepat.
Apa yang bisa dilakukan orangtua?
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan orang tua untuk mengamankan privasi keluarga di dunia maya.
Edukasi
Keluarga yang memiliki pengetahuan yang baik merupakan langkah awal untuk melindungi privasi digital. Orangtua perlu membicarakan apa pentingnya menjaga privasi digital bersama anak-anak. Orangtua bisa membahas apa yang boleh dan tidak boleh dibagikan di dunia maya, termasuk media sosial. Beri penjelasan mengapa hal itu perlu dilakukan
Buat panduan
Buat panduan yang bisa membantu anak memahami bagaimana aturan diterapkan. Misalnya, jika muncul pertanyaan “Boleh enggak ya aku bilang seperti ini?” atau jika muncul pikiran “Seharusnya aku tidak mengatakan ini” sebelum memposting sesuatu, maka sebaiknya mengurungkan niat untuk mempostingnya. Orangtua bisa merancang aturan yang mendorong anak untuk memperhatikan aktivitasnya di dunia maya, bukan malah mendorong anak untuk menyimpan rahasia.
Periksa pengaturan
Semakin privat jejaring sosial dan aplikasi obrolan semakin baik. Batasi penggunaannya hanya untuk keluarga atau teman yang dikenal di dunia nyata. Gunakan pengaturan sistem operasi, parental control, konfigurasi pengaturan privasi.
Baca fine print
Banyak aplikasi yang meminta izin akses yang tidak perlu, misalnya mengakses kontak di telepon. Pikirkan baik-baik sebelum menggunakan aplikasi yang seperti ini. Sebab, izin yang diberikan kepada aplikasi itu bersifat seterusnya. Orangtua sebaiknya membaca tuntas deskripsi aplikasi itu sebelum mengizinkan anak mengunduhnya.
Think before you share
Orangtua terkadang ingin membagikan kenangan lucu tentang anak-anak tanpa berpikir panjang. Sebaiknya pikirkan hal itu sebelum membaginya, apakah itu sesuatu yang kita inginkan berada di dunia maya saat anak-anak sudah dewasa nanti?
Kita tidak akan membayangkan bahwa orang lain bisa mengumpulkan banyak informasi dari sebuah foto atau video sederhana yang memuat anggota keluarga. Bukan hanya tentang siapa, tapi juga latar belakang, apa yang dikenakan, lokasi, dan lainnya. Pikirkan terlebih dahulu kira-kira apa yang orang lain bisa simpulkan dari obyek yang kita bagikan.
Mama tentu tidak ingin privasi anak-anak dilanggar oleh orang lain. Maka jangan sampai kita, orangtuanya, yang melanggar privasi anak-anak sendiri. Kita bisa memulainya dengan meminta izin anak sebelum memposting foto atau video mereka.
1 thoughts on “Menjaga Privasi Digital Anak, Bagaimana Caranya?”
Pingback: 10 Aplikasi Gratis yang Berguna untuk Ibu dan Anak - digitalMamaID