Sejak pandemi semakin banyak orang yang memulai bisnis online. Fenomena ini terlihat jelas dari banyaknya teman di WhatsApp Group yang mulai menawarkan berbagai barang dan jasa. Status WhatsApp dan media sosial juga jadi etalase bagi para pedagang dan pengusaha baru ini. Bahkan kini banyak yang dengan sengaja membuat komunitas maya untuk memfasilitasi bisnis online anggotanya, misalnya WhatsApp Group di komplek rumah yang khusus isinya gelar lapak. Mau cari cemilan sampai tanaman hias kini tak perlu repot. Mama merasakan fenomena ini juga?
Perempuan menjadi kekuatan tersendiri selama pandemi ini. Perempuan tidak hanya menjadi kelompok konsumen potensial, tetapi juga menjadi pelaku usaha yang mengamankan finansial keluarga yang oleng diterjang pandemi. Dikutip dari Katadata, Kementerian Koperasi dan UKM mencatat jumlah usaha mikro yang dikelola oleh perempuan pada 2019 mencapai 14 juta unit. Sementara tahun ini, berdasarkan data penelitian International Finance Corporation (IFC) jumlahnya mencapai 30,6 juta unit.
Konsultan Manajemen dan Coach UMKM Herlyanti mengatakan, berdagang merupakan survival skill yang penting. “Selama bisa berdagang, dia tidak akan mati,” katanya. Banyak orang yang berhasil melewati masa krisis dan berjaya dengan berdagang. Kini berdagang bisa menjadi lebih mudah dengan bantuan internet.
Benar saja, hal itu dialami oleh Aida Setyawan yang kini memimpin timnya untuk menjalankan bisnis makanan Kitchen Point Surabaya. Sebelumnya, dengan tim yang sama mereka menjalankan biro perjalanan haji dan umrah. Pandemi menjadi pukulan telak di sektor ini. Harus ada cara untuk menyelamatkan bisnis yang tengah mati suri ini. Akhirnya dipilihlah bisnis makanan yang relatif lebih kebal terhadap krisis dan tak memerlukan modal besar.
“Internet itu mempermudah segalanya. Semua yang dibutuhkan ada di internet, dari resep tinggal buka Youtube, semua ada. Tinggal dicoba sampai rasanya seperti yang kita inginkan. Packaging model yang kekinian, yang unik, lucu-lucu semua bisa belajar dari internet. Bahkan model marketing seperti apapun ada di internet. Dengan internet yang enggak tahu jadi tahu, yang hopeless harusnya jadi enggak hopeless karena menyediakan banyak jawaban atas pertanyaan kita,” tutur Aida.
Promosi lewat Instagram dan WhatsApp, bisnis makanan ini menjadi jalan baru yang menjanjikan. Nyaris setiap hari orderan penuh. Makanya ia tak buru-buru harus masuk ke platform jual beli lainnya. Khawatir semakin kewalahan dan tak tertangani. Ia memilih menekuni yang ada saat ini.
Instagram menjadi wajah bisnisnya. Digital marketing jadi senjatanya. Menurut Aida, internet memberi banyak informasi terkait kondisi pasar.
Salah satu hal penting dalam berbisnis bagi Aida adalah adanya role model. Ia bisa mendapat tips dan masukan-masukan berharga dari role model. Berkat media sosial, ia bisa terkoneksi langsung dengan role model.
“Bisnis itu kuncinya mulai saja, sih. Semua bisa dipelajari. Yang penting kita senang supaya capainya enggak terlalu terasa. Juga punya role model supaya ada visualisasi yang nyata mau dibawa ke mana bisnis ini,” katanya.
Endah Asih Lestari dan mitranya Astri Kurniati membangun bisnis online di masa pandemi. Mereka membuat printed scarf berlabel Riang Gembira the Project. Hampir seluruh prosesnya ditopang oleh internet.
“Namanya memulai bisnis, tentu harus blusukan nyari-nyari vendor kan. Waktu awal pandemi ya susah dong yah mau nyari-nyari vendor printing, desain, packaging dan lainnya. Apalagi ke sentra kain (masih sulit) karena parno dan banyak banget yang tutup sih,” kata Endah.
Semula ia menduga proses produksi akan sangat sulit. Apalagi bisnis fashion seperti hijab ini mengutamakan kualitas bahan dan desainnya. Sulit memastikan kualitasnya seperti yang diinginkan kalau hanya melihatnya lewat layar. Apalagi warna desain dengan hasil cetak mempunyai perbedaan saturasi yang tidak kecil, antara 6-11 persen. “Tapi pandemi memang ‘memaksa’ semua dilakukan via internet. Dan ternyata bisa-bisa aja. Cuma mungkin sedikit rada lama aja di awal untuk riset and development,” tuturnya.
Tidak hanya proses produksi, promosi dan pemasaran seluruhnya mengandalkan internet. Teknologi membuat usaha tetap bisa berjalan tanpa harus punya toko fisik terlebih dahulu. Jelas ini bisa menghemat modal usaha.
Materi promosi dibuat dengan aplikasi yang bisa dipakai gratis. Promosi mengandalkan media sosial sambil bersiap masuk ke marketplace. Transaksi pun bisa dilakukan dengan mudah dan aman dengan internet banking. Jangan khawatir jika banyak hal yang belum dikuasai saat memulai. Semua bisa dipelajari. “Enggak jarang sebelumnya enggak pernah pakai suatu aplikasi, jadi bisa pakai karena butuh,” katanya.
Bisnis berbasis internet ini membuat Endah dan partnernya memberi kemudahan dan fleksibilitas. Mereka tetap bisa membangun bisnis di sela-sela kesibukannya sebagai seorang ibu yang juga masih bekerja kantoran. Ia bisa mengatur waktu dan tenaganya untuk membangun bisnis ini.
Internet mampu menghubungkan konsumen dari mana saja. Pasar menjadi lebih terbuka dan lebih luas. Namun, bisnis online ini perlu usaha keras untuk membangun kepercayaan konsumen. “Kalau konsumen yang random karena pure tahu kami dari internet, mungkin di awalnya ada potensi ragu karena ini adalah brand baru. Apalagi belum punya toko kan, jadi ga bisa menyentuh dan melihat barang secara langsung sebelum memutuskan untuk membeli,” tuturnya.
Bisnis online juga barang baru bagi Isma Savitri, pendiri merk baju rumahan Helopopy. Bersama temannya, ia membangun bisnis ini hanya dengan modal Rp 1 juta. Internet menjadi penopang dari hulu ke hilir. “Dari hulu, karena internet juga membantu kami mempelajari banyak hal soal bisnis daring, karena kami banyak menyerap pengetahuan soal itu dari Youtube dan Instagram. Dalam prosesnya pun kami cukup bergantung pada internet. Yakni dalam hal riset bahan baku, tren, termasuk membeli sejumlah perlengkapan usaha. Di hilir, internet menjadi toko kami, karena 90 persen transaksi terjadi di marketplace dan media sosial,” katanya.
Bagi Isma, internet tak ubahnya sumber belajar yang tak pernah padam. Ilmu baru bisa dipelajari gratis lewat internet. Ia juga bisa belajar banyak dengan menilik ke toko lain yang inspiratif.
Selain media sosial, marketplace menjadi alternatif pemasaran yang potensial bagi Helopopy. Meskipun komunikasi dengan pembeli tidak bisa seintens lewat media sosial atau platform percakapan, marketplace bisa menjangkau pembeli dari pelosok nusantara. Persaingan marketplace yang kian progresif saat ini juga malah menguntungkan bagi pelaku usaha.
“Satu minusnya, kami jadi harus lebih sering pegang handphone. Padahal kami anaknya enggak suka main handphone. Screentime kelamaan juga bikin sakit kepala,” ujar Isma.
Memulai usaha, kata Isma, bukan cuma urusan modal. Modal bukan yang utama. Memulai usaha butuh keberanian, termasuk berani untuk jatuh. Bisnis yang selalu mulus adalah sebuah kemustahilan.
“Siapin waktu, karena bohong banget kalau dibilang bisnis macam ini enggak menyita waktu. Kedua, banyak belajar dari manapun, termasuk calon pembeli. Ketiga, keberanian. Keberanian untuk branding, tapi juga untuk jatuh. Karena yakin deh, enggak ada ceritanya perjalanan usaha bisa semulus (wajah) Jung Hae In (aktor Korea),” katanya.
Tips memulai bisnis online
Meski sudah banyak yang memulai, barangkali Mama masih ragu-ragu mau memulai bisnis online? Tips dari Coach Herlyanti yang juga CEO Cangcorang Publisher ini semoga bisa membantu ya!
1. Perbaiki mindset
Masih banyak orang yang menganggap tabu berdagang atau berjualan. Kenapa jualan? Enggak ada kerjaan lain? Begitu kira-kira pendapat sebagian orang. Mindset seperti ini yang perlu diluruskan dulu. “Jualan bukan hal yang memalukan. Perusahaan besar seperti Apple dan Unilever itu kan jualan juga,” kata Herlyanti.
Mama bisa membaca kisah-kisah orang yang sukses dengan berdagang.
2. Kuasai keterampilan komunikasi
Bisnis online memang membuat bisnis bisa berjalan tanpa banyak tatap muka. Tapi perlu diingat, membangun bisnis intinya adalah berkomunikasi dengan manusia. Maka penting mempelajari manusia dan cara berkomunikasinya. Baik offline maupun online, pembeli pasti tidak suka kalau berurusan dengan penjual yang jutek. Setuju kan, Mama?
3. Kenali karakter setiap platform.
Setiap platform mempunyai karakteristik yang berbeda. Bahkan media sosial yang bersaudara seperti Instagram dan Facebook saja punya karakter yang berbeda. Marketplace satu dengan yang lain pun punya aturan main yang berbeda. Kenali dan pelajari setiap platform itu agar konten yang kita buat sesuai.
4. Jangan lupakan investasi pengembangan diri
Teknologi sudah tersedia. Tapi tidak akan ada artinya jika kita tidak membekali dengan berbagai kemampuan yang bisa mengoptimalkan teknologi. Misalnya saja menjual barang lewat media sosial, setidaknya kita harus tahu bagaimana membuat caption dan foto yang menarik.
Sisihkan waktu juga uang untuk berinvestasi dalam hal pengembangan diri. Bisnis tidak hanya berkutat pada penjualan. Tapi perlu juga mengembangkan pada service dan database. Ilmu terkait hal itu perlu dipelajari pula.
5. Sesuaikan dengan kapasitas
Penting bagi pengusaha untuk bisa mengkur dirinya. Apakah sumber daya yang ia miliki sesuai dengan target yang ia harapkan dan apakah cara yang ditempuh sudah sesuai?
Herlyanti mencontohkan seorang pengusaha makanan, apakah cukup memasarkan produknya lewat sistem pre order, reseller, atau harus menjadi mitra jasa pengantaran makanan online? Jawabannya sesuai dengan kesiapan sumber daya masing-masing. “Setiap channel penjualan punya karakter masing-masing. Kalau mau ikutan GrabFood atau GoFood tentu harus siap kapanpun ada order. Tapi kalau belum siap, ya bisa lewat open PO, semampunya tenaga dan waktu. Realistis saja, mana yang bisa,” tuturnya.
6. Fleksibel, tidak sekadar ikut tren
Tren digital bisa berganti dengan cepat seiring perkembangan teknologi. Tidak harus semua diikuti, tetapi yang penting harus fleksibel. Fokusnya ialah bagaimana bisnis bisa membesar, bertumbuh, dan menguat. Bukan soal mengikuti tren teknologi semata.
“Percuma mengikuti tren kalau bisnis tidak berkembang. Tapi kalau berkembangnya dibutuhkan untuk mengikuti platform tertentu, ya lakukan. Fokusnya bukan mengikuti tren, tapi bagaimana bisnis berkembang,” katanya.
Bagaimana, Mama? Sudah siap memulai bisnis online sendiri? Semoga berhasil!
1 thoughts on “Memulai Bisnis Online, Siapa Takut?”
Pingback: Mulai Berjualan di TikTok, Kenapa Tidak? - digitalMamaID