Kemampuan adaptasi merupakan senjata penting bagi anak-anak untuk menghadapi dunia yang terus berubah. Teknologi yang semakin berkembang akan membawa perubahan bersama dengan ketidakpastian.
World Economic Forum memprediksi 65 persen anak yang masuk Sekolah Dasar hari ini akan bekerja pada bidang baru, bahkan profesi yang saat ini belum ada. Kondisi ini sebenarnya sudah bisa dirasakan sekarang. Profesi-profesi seperti data scientist, data analyst, digital marketer, social media specialist, dan content creator adalah profesi-profesi baru yang dulu belum ada. Sekarang profesi ini menjadi incaran banyak anak muda.
Masih sulit membayangkan bagaimana wajah dunia saat anak-anak kita besar nanti. Entah teknologi baru apa yang akan mengubah dunia ketika itu. Sebagai orangtua, tentu kita ingin menyiapkan anak-anak yang siap menghadapi perubahan zaman. Anak-anak perlu memiliki kemampuan adaptasi untuk menghadapi dunia yang terus-menerus berubah.
Menurut The American Psychological Association, ada tiga jenis kemampuan beradaptasi, yaitu kognitif (cara berpikir), emosional (cara merasa) dan perilaku (cara bertindak). Ketika anak berada pada situasi yang tidak pasti, kemampuan adaptasinya akan menentukan seberapa baik ia mengatasi keadaan itu.
Studi oleh University of Sidney tentang kemampuan adaptasi pada siswa SMA di Australia menunjukkan, siswa yang lebih mudah beradaptasi cenderung lebih berpartisipasi di dalam kelas, menikmati sekolah, lebih puas dengan kehidupan, memiliki harga diri yang lebih tinggi, dan mempunyai tujuan hidup yang lebih konkret. Kemampuan adaptasi juga menjadi faktor yang kuat dalam hasil akademik dan nonakademik.
Orangtua berusaha memberi jaminan keamanan dan perlindungan pada anak. Orangtua selalu berusaha memberi kondisi yang aman, stabil, dan terprediksi melalui serangkaian rutinitas dan aturan yang diterapkan. Sehingga beradaptasi pada lingkungan yang berubah bukanlah situasi yang familiar bagi anak. Seperti kemampuan lainnya, anak perlu dilatih untuk bisa beradaptasi. Itu sebabnya kemampuan adaptasi perlu dilatih sejak dini. Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk membentuk kemampuan adaptasi anak.
Membuat rutinitas untuk anak memang baik, tapi buatlah menjadi fleksibel
Rutinitas memang membantu anak untuk merasa aman dan terkendali. Aturan yang dibuat orangtua juga membantu anak untuk belajar tentang hal yang baik, benar, dan salah. Namun anak perlu tahu, aturan tidak terbuat dari batu yang tak bisa diubah sama sekali. Ada situasi yang memungkinkan orangtua melonggarkan aturannya. Orangtua bisa mengubah rutinitas seminggu sekali atau periode tertentu untuk mengajarkan hal ini.
Misalnya, aturan jam tidur bisa dimundurkan satu jam pada Jumat malam, tetapi tidak untuk digunakan untuk main game. Pada situasi begini, anak tetap akan memanfaatkan waktu ekstra ini untuk kegiatan lain seperti menggambar, membaca, menonton film, atau lainnya. Anak akan menunjukkan kemauan untuk beradaptasi dengan cara yang konstruktif.
Biarkan anak belajar dari kegagalan
Kegagalan akan membuat anak bersedih, tetapi juga bisa belajar bangkit lagi untuk menghadapi tantangan lainnya. Oleh karena itu, penting bagi orangtua untuk tidak menghukum anak karena gagal. Ajak anak berbicara tentang rencana selanjutnya dan bagaimana ia mengatasi situasi itu.
Orangtua perlu membiarkan anak memahami dan mencari cara untuk mencapai keberhasilannya. Cara ini akan membantu anak lebih mudah beradaptasi.
Orangtua menjadi contoh
Sebelum melatih anak untuk memiliki kemampuan adaptasi, orangtua harus memiliki kemampuan itu terlebih dahulu. Anak-anak akan mempelajari kemamuan adaptasi dari orangtuanya. Mereka akan meniru bagaimana cara orangtua bereaksi ketika sesuatu tidak berjalan sesuai rencana dan bagaimana mencari solusinya.
Misalnya ketika asisten rumah tangga tiba-tiba absen, padahal Mama sudah ada janji akan pergi bersama teman. Mama bisa atur ulang janji itu lalu memanfaatkan waktu untuk mencoba resep baru untuk makan malam keluarga.
Mendorong anak untuk berbagi perasaannya
Anak-anak biasanya tidak suka berbagi, tapi pada akhirnya ia harus menemukan cara untuk menyesuaikan diri. Mama perlu menjelaskan bahwa berbagi itu penting. Dengan berbagi, anak akan melihat orang lain memiliki perasaan dan keinginan untuk membantunya. Tanpa menceritakan perasaannya, orang lain tidak tahu apa yang sedang dihadapi. Siapa tahu orang tersebut bisa memberi solusi.
Berbagi perasaan dengan orang lain bisa membuat anak lebih sadar secara emosional terhadap orang lain. Hal ini akan membantu meningkatkan kecerdasan emosional, membantu berpikir kritis, dan logis.
Perubahan rencana bukanlah akhir segalanya
Anak perlu belajar mengelola emosi, pikiran, dan perilaku ketika menghadapi situasi yang tidak diinginkan. Situasi barangkali berjalan tidak sesuai dengan rencana, tetapi tidak harus direspons dengan negatif.
Ketika temannya membatalkan janji untuk main bersama, bisa dipahami jika anak bersedih, tapi Mama bisa memberi alternatif yang tak kalah menyenangkan. Misalnya bermain dengan teman yang lain atau bermain dengan Mama saja. Mama juga bisa membantu anak membuat rencana baru yang menyenangkan.
Beri pujian jika anak mampu beradaptasi
Jangan segan memuji anak yang berhasil menunjukkan kemampuannya beradaptasi. Pujian dan penghargaan penting untuk memastikan kebiasaan atau kemampuan itu bertahan dalam diri anak.
Berhadapan dengan perubahan akan membantu anak memiliki kelenturan menghadapi berbagai situasi. Situasi pandemi yang sarat akan ketidakpastian dan perubahan seperti saat ini menjadi waktu yang tepat bagi Mama untuk melatih kemampuan adaptasi anak. Kemampuan yang paling berharga untuk mengatasi setiap plot twist kehidupan.