Menangani e-Waste Rumah Tangga
Patut disayangkan bahwa masih banyak masyarakat yang belum paham bagaimana mengelola e-waste dengan benar. Buku ini pun menawarkan solusinya. Berikut adalah langkah-langkah yang disarankan buku ini untuk menangani e-waste yang kita hasilkan di rumah:
- Menjualnya kembali atau memberikannya pada orang lain
- Memperbaiki barang yang rusak dan masih bisa diselamatkan
- Membawanya ke tukang loak
- Menyerahkannya ke tempat pengolahan e-waste
- Mengumpulkannya ke dropbox e-waste terdekat yang dikelola oleh para sukarelawan
Semoga kita semua bisa menjadi lebih peduli tentang kebiasaan menggunakan teknologi dan sampah elektronik yang kita hasilkan di rumah, ya. Mari cintai bumi, warisan untuk anak cucu nanti!
Note:
Yang mau ingin tahu tentang e-waste lebih lanjut, kunjungi akun IG @ewasterj, ya!
E-Waste: Sampah Elektronik. Rafa Jafar. Penerbit Buah Hati. |
Apa yang biasanya Mama lakukan pada ponsel, baterai, radio, dan alat-alat elektronik lain yang sudah tidak terpakai lagi? Banyak orang yang membuang barang-barang tersebut di tempat sampah tanpa pikir panjang. Padahal, sampah elektronik ternyata mengandung bahan-bahan yang berbahaya bagi lingkungan. Buku e-Waste – Sampah Elektronik karya penulis cilik Rafa Jafar (RJ) ini mengajak kita untuk lebih peduli tentang bagaimana menangani sampah elektronik secara aman.
e-Waste yang Semakin Menumpuk
Semakin lama, semakin banyak ragam dan jenis alat elektronik yang beredar di dunia. Mulai dari radio, televisi, mesin cuci, komputer, hingga smartphone terbaru masa kini. Manusia pun semakin bergantung pada alat elektronik untuk melakukan berbagai aktivitasnya. Sayangnya, banyak orang yang kemudian mengadopsi gaya hidup menggunakan teknologi secara boros dan berlebihan.
Menurut buku e-waste ini, ada dua faktor kebiasaan berteknologi yang menyebabkan begitu banyak barang berakhir menjadi e-waste. Yang pertama adalah penggunaan teknologi secara boros seperti mengisi daya perangkat terlalu lama, menyetel kecerahan layar terlalu terang, atau menyalakan AC sepanjang hari. Akibatnya alat-alat elektronik tersebut cepat rusak dan harus diganti. Yang kedua adalah kebiasaan mengikuti tren teknologi. Setiap kali ada gawai model terbaru, banyak orang yang berbondong-bondong membelinya. Padahal, barang yang lama sebetulnya masih dapat dipakai sesuai fungsinya. Akibatnya, barang yang tidak terpakai itu pun menjadi e-waste.
Pada 2017 sampah elektronik seperti kulkas, televisi, telepon genggam, komputer, monitor, dan jenis sampah elektronik lainnya diperkirakan setara dengan 200 Empire State Buildings, gedung di New York yang memiliki tinggi puncak 381 meter
E-waste, hal. 13, mengutip Republika, Desember 2013
Jika tidak ditangani dengan baik, e-waste dapat membahayakan diri dan lingkungan. Sebabnya, e-waste mengandung Barang Beracun Berbahaya (B3) yang berasal dari logam berat, PVC, dan senyawa berbahaya lainnya. B3 dapat meracuni tanaman, hewan, dan pada akhirnya dapat pula meracuni manusia lewat makanan yang dikonsumsinya. Pada manusia, resiko yang timbul mulai dari kerusakan saraf, gangguan peredaran darah, hingga cacat bawaan. Wah, berbahaya sekali, ya!
Menangani e-Waste Rumah Tangga
Patut disayangkan bahwa masih banyak masyarakat yang belum paham bagaimana mengelola e-waste dengan benar. Buku ini pun menawarkan solusinya. Berikut adalah langkah-langkah yang disarankan buku ini untuk menangani e-waste yang kita hasilkan di rumah:
- Menjualnya kembali atau memberikannya pada orang lain
- Memperbaiki barang yang rusak dan masih bisa diselamatkan
- Membawanya ke tukang loak
- Menyerahkannya ke tempat pengolahan e-waste
- Mengumpulkannya ke dropbox e-waste terdekat yang dikelola oleh para sukarelawan
Semoga kita semua bisa menjadi lebih peduli tentang kebiasaan menggunakan teknologi dan sampah elektronik yang kita hasilkan di rumah, ya. Mari cintai bumi, warisan untuk anak cucu nanti!
Note:
Yang mau ingin tahu tentang e-waste lebih lanjut, kunjungi akun IG @ewasterj, ya!