digitalMamaID — Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menyoroti ketimpangan akses infrastruktur dan perbedaan signifikan dalam tarif internet khususnya di wilayah-wilayah Indonesia bagian Timur. Karenanya pada 2026 mendatang, APJII mendorong penguatan ekosistem internet lebih merata dan terjangkau.
Hal ini disampaikan oleh Ketua Bidang Sistem Informasi, Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Anggota APJII, Danang Wijayanto dalam acara Temu Nasional Pegiat Literasi Digital 2025 yang digelar Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) di kawasan Jakarta, Selasa, 16 Desember 2025.
“Pada 2026 yang kita fokuskan itu adalah internet yang lebih terjangkau dan mendorong pemerataan internet yang setara,” kata Danang.
Danang menyoroti ketimpangan harga layanan internet antara di Pulau Jawa dan wilayah Indonesia Timur seperti Papua dan Maluku. Dengan kualitas yang sama, layanan internet di Pulau Jawa berada pada kisaran harga antara Rp200.000-300.000 per bulan, sedangkan di Maluku dan Papua biaya internet bisa tembus dua sampai tiga kali lipat.
Menurut Danang, ketimpangan ini terjadi disebabkan oleh disparitas infrastruktur, terutama perbedaan jangkauan backbone dan backhaul jaringan. Backbone adalah jaringan inti berkapasitas tinggi yang menghubungkan jaringan-jaringan
besar, sedangkan backhaul merupakan jembatan yang menghubungkan jaringan akses lokal (seperti BTS seluler) ke jaringan backbone.
“Maka kami dari APJII mendorong pemerataan internet yang setara agar seluruh masyarakat, pelaku digital, dan UMKM itu bisa sama-sama menikmati internet yang berkualitas dan terjangkau,” kata Danang.
Pemerataan internet ini akan terwujud bila mana ada kolaborasi yang baik antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan pelaku industri itu sendiri.
APJII juga menyoroti ekosistem digital nasional yang masih menghadapi persoalan akibat rendahnya kesadaran keamanan siber di tingkat user atau pengguna. Hal ini terjadi karena minimnya literasi digital masyarakat sehingga membuka berbagai peluang berbagai kejahatan siber seperti phishing, ransomware, malware, peretasan, pencurian identitas, hoaks, dan yang terbaru penipuan kode OTP agar bisa mengambil alih akun korban untuk bisa mengakses m-banking maupun dompet digital korban.
“Jadi ke depan mari kita wujudkan ekosistem internet Indonesia yang tangguh, merata, dan berkelanjutan untuk masa depan digital yang lebih baik, serta agar kita bisa lebih aman ke depannya dengan meningkatkan literasi digital masyarakat kita,” kata Danang. [*]






