Sharenting, Panduan Bijak Mengunggah Dokumentasi Anak ke Media Sosial

Ilustrasi sharenting
Share

digitalMamaID — Punya anak yang lucu, cerdas, dan menggemaskan merupakan kebanggaan tersendiri bagi orangtua. Ingin sekali membagikan kelucuan atau momen hangat bersama buah hati ya, Mama? Mulai dari pipi gembul sebulat bakpao, mulut belepotan cemilan, sampai nangis dan ketawa dalam waktu bersamaan. Rasanya, dunia perlu tahu betapa berharganya anak kita sehingga kita dengan cepat berbagi melalui media sosial. Tanpa sadar, memposting anak di dunia maya menjadi sebuah kebiasaan. Fenomena tersebut bernama sharenting.

Sharenting merupakan gabungan dari kata share dan parenting, yaitu aktivitas orangtua mengunggah foto, video, cerita, atau informasi anak ke berbagai jejaring sosial. Menurut Blum Ross (2015) dalam penelitiannya yang berjudul “Sharenting: Parent Blogging and The Boundaries of The Digital Self”, istilah sharenting muncul pada tahun 2013 dan mendapat atensi sampai akhirnya banyak digunakan dalam publikasi ilmiah sejak tahun 2015. Di zaman sekarang, saat dunia maya serba mudah dan cepat dijelajahi, fenomena sharenting sudah tidak asing lagi dan kerap dipraktikkan oleh banyak orang tua ya, Mama?

Sharenting ibarat pedang bermata dua. Merayakan setiap momen tumbuh kembang anak yang tidak mungkin terulang kembali dan membagikan kebahagiaan tersebut di linimasa memang terdengar wajar. Namun, yang seringkali terlupa oleh orang tua ialah bahwa internet tidak akan pernah benar-benar lupa. Jejak digital yang hari ini terlihat sepele, dapat menjadi batu sandungan di masa depan, entah secara privasi, keamanan, maupun identitas diri.

Sisi positif sharenting

Merupakan hal yang lazim jika orangtua ingin berbagi momen anaknya di media sosial. Sharenting dapat tetap menjadi bagian dari parenting modern selama dilakukan dengan kesadaran penuh orangtua terhadap keamanan dan privasi anak. Dari segi teknologi, media sosial mampu menyimpan ratusan bahkan ribuan foto sehingga menjadi pilihan yang tepat dalam menyimpan momen buah hati. Cukup dengan sebuah gawai dan koneksi internet, kita dapat langsung melihat dokumentasi anak tanpa repot membawa foto cetak. Selain itu, fitur-fitur di jejaring sosial seperti like dan filter foto semakin meningkatkan semangat orang tua dalam membagikan konten.

Survei yang dilakukan oleh C.S. Mott Children’s Hospital pada tahun 2015 mengungkap, dengan berbagi pengasuhan di media sosial, orangtua merasa tidak kesepian, memperoleh ilmu baru mana yang harus dan tidak boleh dilakukan, mendapatkan saran dari orangtua lain yang lebih berpengalaman, juga mengurangi kekhawatiran terhadap anak mereka. Dengan demikian, sharenting bukanlah suatu hal buruk asal dilakukan dengan porsi yang tepat.

Waspadai bahaya sharenting

Di balik kemudahan dalam mengakses dokumentasi anak dan kebanggaan dalam membagikan setiap momen si kecil, aktivitas sharenting tetap perlu diwaspadai dan dilakukan dengan penuh kehati-kehatian. Banyak orangtua tidak menyadari, sekali foto diunggah maka kendali atas foto tersebut hilang. Kita tidak pernah tahu siapa saja yang melihat, menyimpan, atau bahkan membagikannya ulang.

Perilaku sharenting dapat menyebabkan anak kehilangan privasi, masalah keamanan seperti penculikan, pencurian identitas, dan eksploitasi. Selain itu juga meningkatkan potensi perundungan siber.

Mengutip dari laman resmi UNICEF, pakar sharenting dari University of Florida, Stacey Steinberg mengatakan, “Ketika kita membagikan hal-hal tentang anak kita secara daring tanpa melibatkan mereka dalam proses pengambilan keputusan, kita kehilangan kesempatan berharga untuk mengajarkan dan menjadi contoh bagi anak-anak kita tentang konsep persetujuan (consent).” Padahal, konsep persetujuan penting untuk diajarkan kepada anak agar tidak menimbulkan dampak psikologis, seperti perasaan tidak berharga pada diri sendiri.

Panduan bijak sharenting

Steinberg menyoroti dua hal yang perlu diperhatikan orang tua sebelum melakukan aktivitas sharenting. Pertama, ancaman nyata yang mungkin dapat dialami anak ketika orangtua membagikan informasinya secara online. Kedua, privasi anak melalui persetujuan dengan melibatkan anak dalam pengambilan keputusan.

Steinberg menambahkan, berbagi konten tentang anak tidak ada yang benar-benar 100 persen aman. Oleh karena itu, penting bagi orangtua untuk mempertimbangkan antara risiko dan manfaatnya.

Berikut beberapa hal yang Mama bisa lakukan agar lebih bijak sharenting:

  • Batasi akun yang dapat melihat postingan tentang anak, contohnya, keluarga dan kerabat dekat.
  • Perhatikan foto yang diunggah agar tidak terlalu detail sehingga sulit dilacak.
  • Hindari mencantumkan informasi pribadi, seperti, nama lengkap, lokasi rumah, atau seragam sekolah.
  • Nonaktifkan fitur lokasi otomatis pada kamera dan media sosial.
  • Tidak memposting kondisi anak yang sedang rentan, misalnya, anak sedang sakit, menangis, atau ketika tidak berpakaian.
  • Meminta izin kepada anak jika usia anak sudah cukup mengerti.
  • Tetapkan tujuan sharenting.

Checklist sebelum upload

Sebelum klik tombol upload saat ingin memposting konten tentang anak, tanyakan pada diri sendiri:

  • Apakah anak akan merasa malu jika suatu hari nanti melihat postingan ini?
  • Apakah ada informasi pribadi tentang anak yang terselip atau muncul dalam foto atau video?
  • Apakah saya ingin orang asing melihat atau bahkan menyimpan foto atau video ini?
  • Apakah tujuan saya memposting untuk kenangan atau mendapat validasi?

Pada akhirnya, mengabadikan setiap momen anak sangatlah wajar, membagikannya ke media sosial juga tidaklah salah. Hanya saja, orangtua perlu kesadaran dan kendali dalam memfilter mana yang baik untuk muncul di beranda media sosial dan mana yang cukup disimpan di galeri. Dunia digital itu luas, tak semuanya dapat menjadi teman baik, maka alangkah lebih baik jika kita sedia payung sebelum hujan daripada menuai badai!

Hargai privasi anak kita dan pilih mana yang memang pantas untuk dibagikan ke dunia maya. Mari lebih bijak dalam menggunakan media sosial! [*]

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Terpopuler

ORDER MERCHANDISE

Bingung cara ajak anak diskusi soal bahaya online tanpa menghakimi? 

Dapatkan solusi anti-panik untuk mengatasi hoaks, cyberbullying, dan mengatur screen time dalam Panduan Smart Digital Parenting