digitalMamaID — Perusahaan raksasa media sosial asal Amerika Serikat, Meta kini meluncurkan fitur Teen Accounts untuk pengguna media sosial usia 13 -17 tahun. Teen Account diluncurkan sebagai jawaban Meta dalam menanggapi keresahan orangtua ketika anak-anak mereka ingin berselancar di media sosial. Fitur ini membantu orangtua membuat batasan bagi pengguna remaja Facebook, Instagram, dan Messenger.
“Teen Account ini merupakan sebuah produk yang kita luncurkan untuk menjembatani berbagai isu dan dorongan dari orangtua saat anaknya menggunakan media sosial. Di satu sisi ada yang melarang sama sekali, tapi ada juga yang membiarkan saja. Jadi kami mencari solusi yang lebih baik, yang bisa menyeimbangkan perlindungan dan akses kepada anak remaja,” kata Kepala Kebijakan Publik untuk Meta di Indonesia, Berni Moestafa.
Menurut Berni, melalui Teen Account orangtua bisa membatasi anak-anak dari mengakses konten-konten dewasa. Seperti misalnya konten seksual, kekerasan, alkohol, rokok, narkoba, dan lainnya yang selama ini banyak bertebaran di media sosial.
“Konten seperti itu mungkin masih oke untuk orang dewasa tonton tapi kalau untuk remaja itu tidak cocok. Maka akan kita remove konten-konten tersebut,” kata Berni dalam sebuah diskusi bertajuk ‘Instagram Safety Camp’ yang dilaksanakan di Jakarta, Rabu, 15 Oktober 2025.
Jujur soal usia
Manfaat lainnya, dengan Teen Account ini orangtua tidak perlu repot untuk membuat pengaturan privasi secara manual. Pengaturan itu akan secara otomatis dibuat oleh Meta. Di antaranya, akun remaja tidak bisa dihubungi secara sembarangan oleh orang asing, penyaringan konten sensitif, pengaturan screen time, dan mode mute otomatis di malam hari. Sehingga waktu anak-anak untuk beristirahat tidak akan terganggu.
“Berkaitan dengan screen time ini ada batas harian secara otomatis 1 jam. Kalau sudah lebih dari 1 jam maka remaja akan diberikan reminder untuk berhenti menggunakan instagram. Dan ketika jam istirahat jam 10 (malam) sampai jam 7 (pagi) maka notifikasi akan di mute sehingga anak bisa fokus di waktu istirahatnya,” terang Berni.

Dengan catatan, kata Berni, ketika orangtua membuat Teen Account Instagram ini harus jujur dengan usia anak mereka. Karena fitur-fitur keamanan ini akan menjadi percuma jika orangtua justru ikut membantu mengakali usia anak dengan melebihkan usia anak mereka dari usia sebenarnya.
“Jadi kami minta kerja sama orangtua mendampingi anak-anak ketika membuat akun media sosial, usahakan untuk memasukan usia anak yang benar,” kata Berni.
“Kemudian ketika ada remaja yang tidak mau masuk ke dalam Teen Account, lalu keluar (logout), kemudian masuk lagi tiba-tiba dengan usia 18 tahun, itu kami akan memverifikasi usia anak tersebut. Ini untuk menghindari hal-hal yang tidak kita inginkan,” tambahnya.
Orangtua mendukung Teen Account
Sebelumnya sebuah riset dilakukan Meta bekerja sama dengan Ipsos terhadap orangtua yang memiliki remaja usia 13-17 tahun. Hasilnya, 91 persen orangtua mendukung dan setuju media sosial membuat akun khusus remaja dengan perlindungan tambahan. Sebanyak 92 persen menilai Teen Account Instagram bermanfaat. Dan sebanyak 87 persen orangtua merasa lebih percaya diri ketika anak mereka menggunakan Instagram dengan akun khusus ini.
“Berangkat dari dukungan kuat para orangtua, Meta memperluas cakupan perlindungan fitur akun remaja. Tidak hanya di Instagram, tapi sekarang ke Facebook dan Messenger. Akun khusus ini dilengkapi perlindungan bawaan untuk membatasi siapa yang dapat menghubungi pengguna remaja, mengatur konten yang mereka akses, serta memastikan waktu yang mereka gunakan di dunia maya dimanfaatkan secara bijak,” kata Berni.
Berni menambahkan, tujuan Meta merilis akun remaja ini adalah untuk memberikan ketenangan pikiran yang lebih baik bagi para orangtua dan wali. Selain itu juga memberdayakan remaja untuk terhubung, belajar, dan menjelajah secara aman di dunia digital.
“Di Meta, kami berkomitmen untuk mendukung keluarga dalam menciptakan pengalaman daring yang lebih aman dan positif bagi remaja di Indonesia,” kata dia.
Orangtua mesti konsisten
Banyak pihak yang menyambut baik inisiatif Meta ini, salah satunya Psikolog keluarga dan remaja, Samanta Elsener dan aktor Darius Sinathrya. Menurut Samanta, wajar jika remaja menolak ketika orangtuanya mulai memproteksi akun media sosial mereka, membatasi waktu pemakaian, atau bahkan belum mengizinkan anak memiliki gawai sendiri, di saat teman-teman remaja lainnya bebas bermain media sosial.
“Kalau dia kecewa ya tidak apa-apa, anak berhak untuk kecewa, di saat dia belum punya hp sedangkan teman-temannya punya tapi kita sebagai orangtua juga boleh untuk bilang ‘tunggu sampai waktunya tiba.’ Kalau kita sebagai orangtua itu konsisten, nanti dia akan melihat oh jadi yang dimaksud mama dulu tuh begini. Kita ingin melindungi mereka agar selalu di dalam ruang digital yang aman, bukan hanya ingin mengontrol dan mengambil haknya,” ujar Samanta.
Hal senada juga disampaikan oleh Darius, ayah tiga anak yang sudah beranjak remaja ini menceritakan lika-liku dan berbagai pertimbangan ketika mengizinkan anak-anaknya memiliki gawai sendiri dan memiliki akun media sosial. Menurut Darius, ketika anak-anak masih kecil mereka bisa mematuhi aturan yang dibuat oleh orangtua, termasuk dalam menggunakan gadget. Namun berbeda cerita ketika anak-anak sudah beranjak remaja yang tentunya ada banyak kompromi-kompromi dan pertimbangan-pertimbangan yang dilakukan dan atas kesepakatan bersama.
“Saya dan Dona memutuskan memberikan kebebasan kepada mereka untuk memiliki media sosial. Ini masa-masa transisi yang segala hal penuh pertimbangan banget, di satu sisi kita ingin memproteksi anak-anak kita, tapi di sisi lain dengan perkembangan teknologi kita juga tidak ingin anak-anak kita tertinggal dari teman-temannya,” kata Darius.
Komunikasi terbuka
Hal yang ia lakukan selanjutnya, mencoba menanamkan fundamental karakter dan pemikiran dalam diri anak-anak supaya mereka memiliki self-filter, mempersiapkan mereka supaya apapun yang mereka hadapi di era sosial media sekarang paling tidak memiliki behavior untuk dirinya sendiri, dan untuk memproteksi informasi apa yang mereka terima.
Selain itu yang tidak kalah penting kata Darius, membangun komunikasi yang baik dan terbuka dengan anak-anak. Mereka bisa menceritakan apa saja dan orangtua boleh menanyakan aktivitas mereka di media sosial, sehingga terbangun kepercayaan antara orangtua dan anak.
“Kita berusaha membangun komunikasi yang cukup terbuka dan trust yang kuat dengan anak dan orangtua. Bagaimanapun juga kita individu yang bebas tapi di sisi lain kita punya tanggung jawab penuh terhadap mereka, tapi kita juga pengen mereka jujur dan bisa terbuka dengan kita. Jadi dengan fitur baru dari Meta ini semakin memudahkan kita para orangtua untuk mirroring,” kata Darius. [*]






