digitalMamaID — Zaman akan terus berkembang dan berubah sebagai proses alami membersamai kelangsungan hidup manusia. Dalam menghadapi perubahan zaman dan tantangan yang mengikuti di setiap eranya, manusia akan terus mencari cara untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan mereka. Mereka juga dituntut untuk menjadi lebih terbuka dan fleksibel agar mampu beradaptasi di lingkungan.
Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia mengelompokkan generasi penduduk ke dalam enam kelompok utama, yaitu Pra-Boomer, Baby Boomer, Generasi X, Generasi Y (Milenial), Generasi Z, dan Generasi Alpha.
Ahlinya teknologi
Jika ditanya soal teknologi, jelas generasi milenial dan Gen Z adalah ahlinya. Generasi milenial adalah mereka yang lahir tahun 1981 hingga 1996. Merka tumbuh bersama perkembangan teknologi digital. Generasi akhir kelompok ini bisa disebut sebagai digital natives.
Sedangkan generasi Z adalah mereka yang lahir tahun 1997 hingga 2012. Generasi ini dikenal sebagai generasi yang tumbuh di tengah pesatnya perkembangan teknologi dan internet, sehingga secara alami mereka lebih melek teknologi, lebih kreatif, dan ekspresif dalam menyampaikan ide-ide dan gagasan.
Kedekatannya dengan dunia digital, menjadikan Gen Z kelompok yang sering mendapatkan sorotan di tengah masyarakat. Tidak sedikit yang melabeli mereka sebagai generasi strawberry, generasi yang rapuh secara mental dan cepat menyerah ketika menghadapi tekanan.
Gen Z juga dicap dengan stigma generasi instan. Hal ini mengacu pada kecenderungan Gen Z yang menginginkan hasil yang serba cepat untuk mendapatkan banyak hal tanpa usaha keras. Serta masih banyak stigma lain yang disematkan pada Gen Z.
Di antara banyaknya stigma negatif yang sering kali dilontarkan kepada generasi Z, seorang penyair asal Kanada, Evelyn Lau justru mengagumi kejujuran tanpa kepura-puraan yang dimiliki oleh generasi Z.
“Ketika duduk bersama mereka yang kelahirannya dimulai dari ‘2’ membuat saya bertanya-tanya siapa yang harus menerima nasihat dari siapa. Namun seiring berjalannya waktu, saya mendapati diri saya justru banyak belajar dari mereka,” ungkapnya dilansir dari The National News, Senin, 16 Juni 2025.
Meskipun terdapat kesenjangan generasi yang begitu kentara, Lau justru merasa lebih terbuka duduk bersama mereka, dan ikut melihat dunia dari sudut pandang mereka.
Pelajaran positif dari Gen Z
Berikut adalah 6 hal positif yang dapat dipelajari generasi milenial dari Gen Z:
1. Tidak apa-apa untuk tidak baik-baik saja
Generasi milenial tumbuh dengan didikan keras dan bahwa menjadi dewasa harus bisa bersikap tegar dan bertindak seolah-olah semuanya baik-baik saja. Mentalitas “berpura-pura sampai berhasil” merupakan bagian besar dari cara generasi milenial menjalani hidup.
Sedangkan gen Z, mereka lebih terbuka terhadap perasaan mereka. Mereka menganggap kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik.
“Mereka cepat menyadari ketika sesuatu terasa tidak benar dan mereka segera melakukan sesuatu untuk mengatasinya. Kesadaran dan tindakan seperti itu adalah sesuatu menurut saya mengesankan dari Gen-Z,’” ujar Lau.
2. Tidak apa-apa untuk mengubah jalur
Sebagian besar dari generasi milenial tumbuh dengan keyakinan bahwa karier yang baik dan stabil adalah tolok ukur kesuksesan, tetapi tidak bagi Gen-Z. Mereka lebih fokus membangun kehidupan yang terasa menyenangkan, bukan sekadar kehidupan yang tampak menyenangkan.
Ketika mereka tidak puas dengan pekerjaan mereka, mereka bisa segera mengubah jalur karir untuk menemukan pekerjaan yang lebih sesuai dengan nilai-nilai dan prioritas mereka. Ini menunjukkan bahwa mereka tidak takut untuk keluar dari zona nyaman dan mencari apa yang benar-benar mereka inginkan dalam pekerjaan.
“Atau jika mereka merasa jenuh, mereka bisa segera mengambil cuti untuk menyegarkan diri, lalu bangkit kembali dengan energi baru. Ada keberanian di sana yang sangat saya kagumi,” ungkap Lau.
3. Tidak apa-apa berada di tempatmu sekarang, di mana pun kamu berada
Daftar pencapaian setiap orang berbeda-beda. Namun seringkali yang menjadi acuan dalam masyarakat adalah menikah, memiliki rumah, memiliki anak, dan pekerjaan yang stabil.
Pencapaian-pencapaian itu bukanlah menjadi prioritas utama bagi gen Z. Mereka justru sebaliknya, berfokus pada hal-hal yang terasa lebih memuaskan bukan hanya sekedar pengakuan di masyarakat.
Bagi gen Z, pencapaian dalam hidup bukan diukur dari posisi saat ini melainkan dalam menjalani berbagai keseimbangan kehidupan, baik hubungan pribadi, pekerjaan, kesehatan maupun spiritual.
“Sebagai generasi milenial kami mengalami kesulitan ekstra dalam mencapai target tersebut, tetapi berada di sekitar Gen-Z membantu saya menyadari bahwa kesuksesan tidak harus mengikuti daftar yang ada,” ujar Lau.
4. Tidak apa-apa untuk meminta apa yang kamu butuhkan
Banyak dari generasi milenial tumbuh dengan perasaan sungkan menolak, takut dianggap tidak bisa terutama dalam pekerjaan. Sehingga mereka cenderung memaksakan diri dan mengorbankan diri. Tetapi bagi generasi Z, mereka akan membuat garis batasnya dengan jelas jika pekerjaan tersebut dianggap tidak nyaman, tidak realistis. Tampaknya mereka memahami bahwa membuat batasan bukan berarti bersikap kasar, melainkan melindungi energi dan menghargai waktu bagi diri sendiri.
“Sebagai generasi milenial, rasanya kita sering dibesarkan dengan pola pikir ‘bersyukurlah karena punya pekerjaan’, tetapi Gen-Z tidak terpengaruh oleh itu. Mereka memperjuangkan diri mereka sendiri. Sebagian orang mungkin menganggapnya sebagai hak istimewa, tetapi saya menganggapnya sebagai sesuatu yang memang harus dilakukan,” tegas Lau.
5. Tidak apa-apa untuk mengambil sikap
Gen Z merupakan generasi yang tidak hanya menyuarakan apa yang ada dalam pikiran dan perasaan mereka, tetapi juga untuk orang lain. Baik itu dengan melakukan protes secara langsung atau menegur perilaku di internet, mereka jauh lebih vokal tentang hal-hal yang mereka yakini.
Sedangkan kita dari generasi milenial tumbuh dengan selalu dicekoki untuk menjaga perdamaian, menghindari bersikap terlalu politis atau membuat keributan. Namun, Gen-Z tampaknya tidak peduli. Mereka tidak takut untuk mendorong perubahan, bahkan ketika hal itu membuat orang tidak nyaman atau ketika ada konsekuensi yang harus dihadapi.
6. Tidak apa-apa untuk mengambil ruang
“Akhirnya, sesuatu yang benar-benar membuat saya terkesan dan sesuatu yang tampaknya lebih baik dilakukan oleh Gen-Z daripada generasi milenial adalah membiarkan diri mereka menjadi diri mereka sendiri tanpa rasa bersalah. Bagi generasi saya, tampaknya kita selalu diajarkan untuk bersikap sopan dan patuh, tetapi Gen-Z tidak mengikuti hal itu,” ujar Lau.
Pilihan pakaian dan gaya mereka sering kali berani, mereka mengutarakan pendapat mereka dan tidak malu untuk dilihat atau didengar, bahkan jika hal itu membuat orang lain di sekitar mereka tidak nyaman.
“Tidak selalu tentang bersuara keras hanya demi itu. Ini tentang merasa nyaman dengan mengambil ruang, dan saya pikir itu adalah sesuatu yang dapat kita pelajari, terlepas dari generasi mana kita berasal,” ujar Lau.
Belajar bisa dari siapa saja, termasuk generasi yang lebih muda! [*]