Mengintip Tren MPASI ala Jepang yang Ramai di Media Sosial

Ilustrasi MPASI ala Jepang/Japan Photos
Share

digitalMamaID — Melalui media sosial, belakangan ini banyak ibu muda yang menjajal memberikan MPASI ala Jepang. Seperti apa sih itu?

MPASI merupakan makanan pendamping ASI yang perlu dikonsumsi oleh bayi untuk mendukung proses tumbuh kembangnya. Karena seiring bertambahnya usia bayi, kebutuhan nutrisinya pun akan meningkat dan ASI saja tidak cukup untuk memenuhi nutrisi hariannya.

Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dibutuhkan pengetahuan orang tua yang baik dalam pemberian MPASI. Anak yang memperoleh makanan pendamping yang tepat dan sesuai usia, akan terhindar dari malnutrisi seperti gizi buruk, kekurangan berat badan, ataupun obesitas. Oleh karena itu, MPASI dianggap sangat penting untuk mendukung tumbuh kembang anak, baik perkembangan fisik maupun motoriknya.

MPASI ala Jepang

Belakangan ini, ramai diperbincangkan di media sosial mengenai praktik pemberian MPASI asal negeri sakura. Tidak sedikit ibu muda Indonesia juga mengikuti tren MPASI ala Jepang ini karena dianggap dapat mencegah anak GTM.

Dikutip dari City Shinjuku, Pemerintah Jepang melalui Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja dan Kesejahteraan menyebutkan, pemberian MPASI dimulai saat bayi berusia 5 bulan. Pada fase awal (5-6 bulan), pemberian makanan dimulai dengan bubur nasi tanpa bumbu, tanpa aromatik, dan tanpa lemak. Tekstur bubur harus encer dengan perbandingan beras dan air yakni 1:10.

Pada fase awal ini, tujuan pemberian MPASI pun bukan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pada bayi. Tahap ini untuk pengenalan makanan. Sehingga pemberian makan pun hanya satu sendok makan dan satu kali dalam satu hari. Meningat masih pengenalan, maka pemberian makan pun tidak ada unsur pemaksaan untuk menghindari anak dari trauma pada makanan.

Menurut Indri, seorang ibu yang tinggal di Jepang melalui akun Instagram-nya menyebutkan, pemberian MPASI Jepang pada fase awal masih menggunakan menu tunggal. Pada minggu pertama hanya berupa nasi bubur. Minggu kedua diperkenalkan sayuran seperti labu, bayam, atau wortel, kemudian baru diperkenalkan menu protein seperti tofu (tahu sutra) ataupun kuning telur.

Identifikasi alergi

Indri menyebutkan, pendekatan bertahap ini dilakukan untuk membantu bayi mengenali rasa dan tekstur makanan secara perlahan. Selain itu untuk mengidentifikasi kemungkinan munculnya alergi pada bayi yang disebabkan dari makanan tersebut.

“Di Jepang MPASI awal tidak bertujuan untuk mengenyangkan bayi melainkan untuk mengidentifikasi alergi pada bayi karena tingkat alergi di Jepang yang tinggi,” kata Indri.

Menurut Indri, perempuan Jepang bahkan sebelum hamil sangat memperhatikan asupan nutrisi dan menjaga pola makan. Sehingga tingkat obesitas dan anemia maupun malnutrisi cukup rendah.

“Ini menjadi pondasi yang baik bagi bayi setelah lahir karena sejak di dalam kandungan mendapat asupan yang baik pula,” jelasnya.

Selain itu, tingkat stunting untuk anak usia dibawah 5 tahun di Jepang cukup rendah yaitu 7,1 persen, dibandingkan rata-rata stunting di Asia 21,8 persen. Indonesia sendiri di tahun 2022 menunjukkan stunting rate di angka 21,6 persen.

Selain untuk mendeteksi alergi sedini mungkin, konon MPASI Jepang ini juga dianggap bisa mencegah anak dari gerakan tutup mulut (GTM) atau menolak makan. Aksi GTM pada anak biasanya dimulai ketika anak memasuki usia 1 tahun.

Menurut Siska Hotrinata Simamora, seorang WNI yang tinggal di Jepang mengatakan, MPASI Jepang ini juga dianggap bisa mencegah anak dari gerakan tutup mulut (GTM) karena penyajian makanan seperti nasi, sayur, dan lauk-pauk dilakukan secara terpisah. Hal ini mendorong anak untuk mencoba berbagai jenis makanan dan anak dapat memilih dan mencampur makanan sesuai dengan selera mereka, sehingga mereka lebih tertarik untuk makan.

“Jangan lupa saat memberi anak makan, lauk dan sayur tidak dicampur aduk ke dalam nasi melainkan dipisah. Ketika menyuapi anak ayah ibu bisa sambil menjelaskan ini nasi, ini sayur, ini ikan,” tulis Siska.

Apakah MPASI ala Jepang cocok untuk anak Indonesia?

MPASI Jepang bisa saja diterapkan dan diikuti, hanya saja perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan selera anak-anak Indonesia. Selain itu, MPASI Jepang juga tidak sesuai dengan rekomendasi WHO mengenai usia mulai MPASI yakni pada usia anak 6 bulan.

Menurut IDAI, pemberian MPASI dimulai ketika anak sudah berusia di atas usia 6 bulan. Usai ini dianggap tepat karena sistem pencernaan bayi sudah lebih siap untuk menerima makanan padat. Jika dilakukan sebelum usia 6 bulan, maka harus atas rekomendasi dari dokter.

Pada saat pemberian MPASI, makanan yang diberikan harus mengandung karbohidrat, lemak, dan protein hewani sebagai sumber energi.

Menurut Dokter spesialist gizi klinik, dr. Mutia Winanda, MGizi, SpGK, pada MPASI Jepang, pemberian sayuran dan buah-buahan relatif lebih banyak dibandingkan protein dan tidak ada sumber lemak.

“Perlu diingat bahwa kebiasaan makan adalah produk budaya yang disesuaikan dengan situasi lokal. Penerapan rekomendasi MPASI perlu disesuaikan dengan negara masing-masing, dan juga saat ini tidak ada bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa pemberian MPASI Jepang akan membuat anak anti GTM jika dibandingkan dengan MPASI yang diterapkan di Indonesia,” kata dr Meta dalam unggahannya di media sosial. [*]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Terpopuler

ORDER MERCHANDISE

Bingung cara ajak anak diskusi soal bahaya online tanpa menghakimi? 

Dapatkan solusi anti-panik untuk mengatasi hoaks, cyberbullying, dan mengatur screen time dalam Panduan Smart Digital Parenting