digitalMamaID — Sebanyak 554 WNI, korban penipuan daring (online scam) yang terdiri dari 449 orang laki-laki dan 105 orang perempuan di Myawaddy, Myanmar berhasil pulang ke tanah air. Berniat bekerja di luar negeri, mereka justru terjebak di perusahaan yang melakukan penipuan online. Tidak hanya itu, mereka juga kerap mengalami penyiksaan.
Menurut Menteri Luar Negeri (Menlu), Sugiono, dikutip dari CNBC, proses pemulangan ini tidak mudah dan menghadapi berbagai kendala. Hal ini karena situasi di Myawaddy yang tidak stabil karena perebutan kekuasaan antar berbagai kelompok bersenjata dan koordinasi di lapangan yang kompleks.
Perjalanan harus melewati wilayah konflik dan menempuh perjalanan darat selama 10 jam melintasi perbatasan dengan 13 bus. Awalnya mereka direncanakan terbang langsung dari Maesot, Thailand. Namun, akibat keterbatasan fasilitas penerbangan, mereka harus dibawa terlebih dahulu ke Bangkok yang memakan waktu enam jam. Di Bandara Don Mueng, Bangkok, 400 WNI diterbangkan lebih dahulu pada Senin, 18 Maret 2025 dan sisanya 154 WNI dijadwalkan pada Selasa, 19 Maret 2025.
Sugiono sendiri secara langsung menyambut kedatangan pertama WNI di Bandara Soekarno-Hatta. “Arahan Presiden sangat jelas, bahwa keselamatan WNI di luar negeri adalah prioritas utama. Upaya ini merupakan bagian dari tanggung jawab negara dalam memberikan perlindungan bagi warga negara kita,” ungkapnya dalam keterangan resmi.
Kesaksian korban online scam
Akan tetapi, pernyataan berbeda diungkapkan oleh salah satu WNI, korban online scam yang tidak disebutkan namanya dalam siaran Tribun News. Ia menyebut, pelarian mereka berhasil karena ada operasi besar-besaran dari militer Myanmar, bukan karena bantuan pemerintah.
“Militer Myanmar sedang operasi besar-besaran, makanya kita bisa lepas, bukan dari pihak KBRI. Kami sudah pernah minta bantuan KBRI tapi no respon,” ungkapnya.
“Kalau bukan karena militer Myanmar, nggak tahu kita bisa lepas atau tidak. Dari sana, baru ada koordinasi dengan pemerintah Indonesia,” lanjutnya.
Beberapa WNI termasuk dirinya mengaku kerapkali disiksa dengan cara disetrum, jika tidak bekerja atau tidak memenuhi target. Jika bekerja pun terkadang mereka tidak dibayar. Noviana Indah Susanti, salah satu penyintas perdagangan orang di Myanmar pun membenarkan.
Penyiksaan
Lewat siaran BBC News, ia menceritakan apabila tidak memenuhi target perusahaan, awalnya memang hanya hukuman-hukuman militer, tapi lama-kelamaan menjadi siksaan fisik. “Satu orang disiksa delapan sampai 10 orang dengan berbagai alat penyiksaan, ada pipa paralon, pipa besi, rotan, cambuk kulit, cambuk kawat, alat setrum,” ungkapnya.
Dua tahun lalu, Novi panggilan akrabnya, mengaku tergiur tawaran pekerjaan sebagai Customer Service di Thailand. Namun, yang terjadi justru ia dijual ke Myanmar, kerja paksa di perusahaan penipu. Tugasnya adalah mencari korban untuk berinvestasi mata uang kripto palsu. Jika tidak memenuhi target, penyiksaan yang didapatnya.
“Saya tuh dari bulan Januari (2023) selalu diancam, ‘Kamu tidak berguna untuk perusahaan ini, kamu akan dijual’,” ungkapnya.
Perusahaan saat itu menawarkan dua opsi untuk menyelamatkan diri, yaitu dengan membayar uang tebusan atau merekrut orang baru. “Saya bilang mau nominalnya berapapun, keluarga saya nggak akan bisa tebus. Mereka lalu memberi keringanan, jika saya bisa memberangkatkan lima orang ke perusahaan ini, itu tiket saya pulang,” lanjutnya.
Novi menolak dan berakhir disekap. Awalnya ia bersama rekan-rekannya akan dijual lagi ke Laos, ke penadah organ tubuh. Ia pun kemudian nekat membuat video permintaan tolong walau sadar akan konsekuensinya. Tak disangka video itu viral pada April 2023.
Video itu pun terbongkar dan Novi disiksa secara membabi buta dan diancam akan mati disana hari itu akan tetapi, leader tim datang dan meminta paspor Novi dan rekan-rekannya dan menyuruh membawa tas-tas yang sudah di kemas keluar. “Ternyata kami di evakuasi,” kenangnya.
Gagal lindungi WNI
Sebetulnya apa sih online scam? Online scam atau penipuan daring adalah upaya penipuan, biasanya dilakukan oleh sekelompok, individu atau perusahaan yang dilakukan melalui internet. Biasanya aksi penipuan ini berkedok penjualan suatu produk, penawaran hadiah, penipuan pinjaman, penawaran kerjasama yang menjanjikan keuntungan dan sebagainya, sehingga calon korban percaya pada pelaku dengan memberikan sejumlah uang dan informasi data pribadi yang dapat disalahgunakan oleh pelaku (scammer).
Berdasarkan data pendampingan yang dilakukan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), SBMI yang telah menangani 344 kasus pekerja migran Indonesia yang dipekerjakan secara paksa sebagai online scammer sepanjang 2020-2024. Sejak tahun 2022 hingga Februari 2025, SBMI menerima dan menangani sebanyak 174 kasus WNI yang terjebak dala kejahatan online scam di Myanmar. Sebanyak 95 persen kasusnya memenuhi unsur tindak pidana perdagangan orang.
SBMI sendiri dalam siaran persnya menyambut baik repatriasi ratusan WNI dari Myanmar. Namun, repatriasi ini mereka nilai menjadi bukti atas kegagalan pemerintah dalam mencegah dan melindungi WNI dari kejahatan tindak pidana perdagangan orang ke Myawaddy, Myanmar yang merupakan bagian dari sindikat kriminal Asia Tenggara.
Percepatan evakuasi
SBMI menegaskan bahwa proses repatriasi ini tidak boleh menjadi akhir dari perlindungan. Pemerintah harus segera mengambil tindakan untuk menyelamatkan dan memulangkan korban lainnya yang masih tertinggal di Myanmar dengan melakukan percepatan evakuasi yang aman bagi korban. Kedua, SBMI mendesak aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas jaringan perdagangan orang yang terlibat dalam kasus ini, termasuk perekrut, agen dan pihak yang mendapat keuntungan dari eksploitasi para korban.
Terakhir, pemerintah harus menerbitkan kebijakan pencegahan, mekanisme mitigasi, serta pengawaan yang lebih ketat. Langkah ini mencakup peningkatan koordinasi antar instansi di tingkat Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, menyusun peta wilayah rentan untuk deteksi dini, penguatan regulasi terkait perekrutan buruh migran, pengawasan dan diseminasi informasi kerja ke Thailand dan Myanmar di berbagai media sosial, serta memperkuat edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat agar tidak mudah terjebak dalam modus penipuan dan perdagangan orang ke luar negeri.
Semakin pesatnya perkembangan internet, semakin canggih dan bervariasi juga modus-modus penipuan. Ini merupakan masalah serius yang harus dituntaskan, perlu upaya kolektif dari berbagai pihak. Selain itu, penting bagi kita untuk lebih waspada dan bijak dalam beinteraksi dan menggunakan media sosial. [*]