Menanti Daycare Berkualitas dan Terjangkau untuk Semua

Ilustrasi daycare
Share

Ketiadaan layanan penitipan anak atau daycare yang memadai sering kali memaksa perempuan untuk mengurangi jam kerja atau bahkan meninggalkan pekerjaan mereka. Jika pemerintah serius dalam mendorong kesetaraan gender dan meningkatkan kontribusi perempuan dalam perekonomian, maka perhatian terhadap pengembangan fasilitas daycare jadi kebutuhan yang mendesak. Adakah isu ini menjadi perhatian politisi yang berkontestasi di Pilkada Jabar 2024?

Setiap pagi, Nabila Amanda (32) sibuk mempersiapkan bekal makan siang untuk sang putra, Sakha (5). Setelah itu ia melanjutkan mempersiapkan putranya bersiap pergi ke sekolah. Setelah Sakha berangkat diantar ayahnya sambil berangkat bekerja, barulah Nabila duduk di meja kerjanya dengan iPad di tangan. Sebagai ilustrator paruh waktu, pekerjaannya membutuhkan fokus tinggi—hal yang dulu sulit didapat sebelum Sakha masuk daycare atau tempat penitipan anak.

“Anakku mulai daycare sejak Januari 2022,” kenang Nabila saat ditemui di sebuah kedai kopi di Antapani, Bandung, Selasa, 26 November 2024.

Nabila sudah sejak lama bekerja sebagai ilustrator, bahkan sejak sebelum menikah. Pekerjaan ini adalah impiannya. Ia tak mau berhenti bekerja meski perannya kini bertambah setelah menjadi ibu. Apalagi biaya hidup semakin tinggi. Nabila ingin membantu perekonomian keluarga.

“Aku nggak mau berhenti jadi ilustrator cuma gara-gara punya anak dan sayang juga kalau tawaran kerjaannya nggak diambil. Ditambah sekarang ada cicilan rumah jadi aku mesti ikut kerja juga,” ujarnya.

Menjadi ibu bekerja bukan perkara mudah. “Dulu aku kerja dari malam sampai subuh, lalu paginya harus langsung ngurus anak. Itu hari-hari gelapku, sih,” lanjutnya sambil menggeleng tipis, tak mau mengulanginya lagi.

Bagi Nabila, daycare adalah solusi. Namun kenyataan tak seindah itu bagi ibu-ibu pekerja lain. Fasilitas daycare berkualitas sering kali hanya dinikmati kalangan kelas menengah ke atas. Biayanya yang mahal dan minimnya dukungan pemerintah menjadikan daycare sebagai “kemewahan” bagi sebagian orang.

Layanan daycare
Nabila Amanda (32) mengantarkan putranya ke sebuah daycare di Kota Bandung, Selasa, 26 November 2024. Daycare aman dan berkualitas merupakan sistem dukung yang diperlukan bagi perempuan pekerja.

Potret daycare di Bandung: Jarak antara harapan dan realita

Nurani Widaningsih selaku Kepala TK dan Pengelola Daycare Picupacu Kreativitas! Indonesia yang berlokasi di Antapani, Bandung, menggambarkan kondisi ini menurut pengamatannya.

“Ada daycare yang fasilitasnya lengkap, seperti ada area bermain edukatif, program tumbuh kembang anak yang terstruktur, bahkan laporan harian untuk orang tua,” jelasnya saat dihubungi via telepon, Jumat, 13 Januari 2024.

Namun di sisi lain, ada pula daycare dengan fasilitas minim. “Saya pernah temui daycare di Banjaran yang hanya sekadar pengasuhan. Tidak ada stimulasi belajar atau program tumbuh kembang anak,” tambah ibu dua anak ini.

Di daycare yang sejak 2012 Rani kelola, fasilitas yang disediakan sudah cukup lengkap. Selain area sekolahnya yang nyaman, terdapat kamar dengan beberapa tempat tidur untuk anak-anak tidur siang serta area bermain yang luas dan aman.

Menurut Rani, kualitas daycare sangat bergantung pada biaya yang dibebankan ke orang tua. Daycare dengan fasilitas lengkap umumnya mematok biaya yang lebih tinggi, sedangkan daycare sederhana cenderung berfokus pada pengasuhan dasar saja.

Biaya mahal daycare swasta

Nabila dan suami memutuskan untuk menggunakan layanan daycare yang menyatu dengan Taman Kanak-kanak (TK) yang berlokasi di Kota Bandung. Untuk memasukkan TK sekaligus daycare, biayanya mencapai Rp11 juta. Ditambah dengan biaya bulanan sebesar Rp1,9 juta. Nabila memilih untuk menyiapkan makan siang sendiri.

Biaya layanan daycare di Kota Bandung berada di kisaran angka itu. Daycare Picupacu Kreativitas! Indonesia misalnya, menetapkan uang masuk sebesar Rp14,5 juta dan uang masuk Rp1,8 untuk biaya bulanan. Uang ini sudah termasuk buah dan catering untuk anak.

Dengan nominal tersebut, Rani menyebutkan, rata-rata orang tua pengguna layanan daycare berasal dari kalangan ekonomi menengah ke atas. Ia menambahkan biaya di daycare yang dikelolanya termasuk terjangkau karena banyak yang mematok biaya lebih mahal. “Kalau untuk di beberapa (daycare) yang lain ada yang lebih mahal juga. Rata-rata, sih, di Bandung itu Rp 2,5 juta ya (per bulan). Kita termasuk yang masih murah,” tambahnya.

Daycare Picupacu Kreativitas! Indonesia sejak pertama berdiri tahun 2012 belum pernah mendapat support dari pemerintah daerah. “Perhatian pemerintah memang masih kurang, ya, untuk operasional atau fasilitas. Picupacu belum pernah dapat, tuh,” ujar Rani.

“Triple burden” perempuan pekerja

Psikolog Tika Ariyanti menuturkan, ketersediaan daycare yang aman dan terjangkau memiliki dampak signifikan pada kesejahteraan ibu pekerja. “Daycare yang aman dan komunikatif membantu ibu merasa lebih tenang. Mereka tidak lagi dibayangi kecemasan soal kondisi anak saat bekerja,” ujar Tika saat dihubungi Kamis, 27 November 2024.

Tika menambahkan, kondisi ini membantu mengurangi risiko kecemasan, depresi, dan burnout yang sering dialami oleh perempuan pekerja. “Hal ini penting, terutama bagi ibu yang tidak memiliki pendamping anak di rumah. Dengan daycare berkualitas, mereka bisa fokus bekerja dan tetap merasa terhubung dengan perkembangan anak melalui laporan dari pengasuh daycare,” imbuhnya.

Namun, tantangan terbesar muncul dari beban ganda yang dialami perempuan. “Perempuan pekerja bukan lagi sering mengalami beban ganda, bahkan triple burden: bekerja di kantor, mengurus anak, dan menyelesaikan urusan domestik. Beban ini jauh lebih berat jika tidak ada dukungan, baik dari pasangan maupun lingkungan sosial,” jelas Tika yang juga mengasuh Tika Psychological Center di Depok, Jawa Barat.

Tika juga menyoroti budaya patriarki yang turut memperberat peran perempuan pekerja. “Dalam banyak keluarga, beban pengasuhan anak sering kali jatuh sepenuhnya pada ibu. Ini berakar dari persepsi bahwa perempuan lebih mampu melakukan multitasking dibandingkan laki-laki. Edukasi tentang peran ayah dalam pengasuhan sangat penting agar keseimbangan ini tercipta,” tambahnya.

Harapan daycare bersubsidi

Meski permintaan tinggi, mengelola daycare bukan tanpa tantangan. Biaya operasional yang besar—terutama untuk gaji pengasuh, makan anak, dan perawatan fasilitas—menjadi beban berat. Rani menambahkan, kesejahteraan tenaga pengasuh daycare harus menjadi perhatian utama.

“Pemerintah perlu memastikan ada sertifikasi bagi tenaga pengasuh daycare serta pemeriksaan kesehatan fisik dan mental mereka,” jelasnya. Menurutnya, hal ini penting untuk menghindari kasus kekerasan di daycare akibat oknum tenaga pengasuh yang tidak profesional atau kewalahan saat bekerja.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat, tingkat partisipasi perempuan pekerja meningkat menjadi 50,59 persen di tahun 2024, naik dari 49,68 persen di tahun 2023. Angka ini menunjukkan, semakin banyak perempuan yang dapat memenuhi hak mereka untuk bekerja dan berkontribusi pada perekonomian keluarga. Dalam sebuah jurnal yang diterbitkan oleh Universitas Islam Bandung, perempuan yang bekerja dapat memutus mata rantai kemiskinan karena ikut membantu pemasukan untuk keluarga selain dari kepala keluarga yaitu suami.

Pemerintah dalam hal ini pemangku kebijakan harus ikut hadir karena kenaikan presentase perempuan pekerja juga membantu mengurangi kemiskinan. Berdasarkan pemantauan platform daring yang dilakukan pada pasangan calon Pemilihan Kepala Daerah (pilkada) Jawa Barat akhir November lalu, dari 4 kontestan hanya Jeje Wiradinata dan Ronal Surapradja yang menyampaikan visinya untuk berfokus pada kebutuhan perempuan pekerja, terutama dengan pengadaan daycare gratis. Tentu hal ini tidak semudah kedengarannya, realisasi ide ini butuh persiapan yang matang.

“Berikutnya kami berdua adalah orang yang sangat memuliakan perempuan. Kami mendukung perempuan Jawa Barat untuk maju tumbuh dan berkembang. Untuk yang masih muda sudah punya anak, tenang, jangan takut, kami akan menyiapkan daycare gratis buat anak-anaknya dititipkan dan kami juga akan memberikan kuota minimum 35 persen di instansi yang ada di Pemprov Jawa Barat. 35 persen ini lebih besar dari kuota perempuan yang ada di DPR,” kata Ronal saat debat perdana Pemilihan Gubernur Jawa Barat, Senin, 11 November 2024. Pernyataan ini juga diunggah di laman instagram resmi @jejeronalofficial dengan kolaborasi dengan @konsep.for.jabar di tanggal yang sama saat debat perdana dilakukan.

 
 
 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by Konsep For Jeje-Ronal (@konsep.for.jabar)

Sedangkan 3 kontestan lain, secara eksplisit tidak ada yang menyebutkan program daycare sebagai salah satu prioritas dalam kampanye mereka. Pasangan Aceng Adang Ruhiyat – Gita KDI, Ahmad Syaikhu – Ilham Habibie, juga Dedi Mulyadi dan Erwan Setiawan memang mengangkat isu pemberdayaan perempuan, keluarga, dan anak. Meski begitu, ketiga pasangan calon ini tidak menyebut daycare dalam program yang mereka susun. 

Jalan panjang menuju daycare yang inklusif

Jika pemerintah serius mengatasi persoalan perempuan pekerja ini, Rani menyarankan agar pemerintah membuat banyak daycare kecil yang tersebar di beberapa titik. Pemerintah perlu mengikutsertakan pengelola daycare yang sudah ada saat ini untuk membantu membuat kebijakan ini. “Pengelola daycare yang sudah lama pasti lebih tahu dibandingkan membuat dari nol. Pemerintah juga lebih baik mendukung daycare yang sudah ada dengan subsidi operasional atau bantuan khusus untuk ibu pekerja berpenghasilan rendah,” usulnya.

Tika menambahkan, pemerintah juga perlu fokus pada pengawasan dan izin pendirian daycare. “Monitoring berkala serta standar pelayanan daycare harus diperketat agar kualitas pengasuhan tetap terjaga,” ujarnya.

“Kalau pemerintah membuat layanan daycare yang baik, itu bisa jadi prototipe yang bagus dan diadopsi secara nasional,” tutur Tika.

Waktu menunjukkan pukul 5 sore, hujan di Bandung mulai mereda. Saatnya Nabila menjemput Sakha dari daycare. Seperti biasa ia tak langsung mau diajak pulang, Sakha bermain sebentar di halaman daycare bersama mainan kesayangannya. Tak lama kemudian, sebuah ojek online membawa Nabila dan Sakha menembus dinginnya Bandung menuju rumah.

Bagi Nabila, daycare adalah jembatan yang memungkinkan ia mengejar mimpi tanpa mengorbankan tumbuh kembang sang buah hati. Belum semua ibu bisa menjangkau layanan daycare ini. Jika pemerintah serius mendukung perempuan pekerja, kebijakan daycare gratis atau bersubsidi harus segera dipikirkan. Sayangnya, soal daycare ini tak banyak bergaung di Pilkada Jabar 2024.

Daycare yang baik bukan sekadar tempat menitipkan anak, layanan ini harus mampu memberi jaminan keamanan. Layanan daycare yang berkualitas dan terjangkau membantu ibu bekerja dengan tenang. Ibu yang tenang adalah kunci kesejahteraan keluarga. Ibu perlu sistem dukung yang memadai, seperti ungkapan yang masih relevan sampai hari ini: It takes a village to raise a child. (Alin Imani) [*]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Terpopuler

ORDER MERCHANDISE

Bingung cari konten yang aman untuk anak?
 
Dapatkan rekomendasi menarik dan berikan pendapatmu di Screen Score!
Ilustrasi melatih anak bicara/Bukbis Ismet Candra Bey/digitalMamaID