digitalMamaID – Pemerintah harus lebih tegas memberantas judi online. Tidak cukup hanya dengan memblokir situ-situs judi online. Meski banyak pemberitaan negatif, masyarakat tidak seluruhnya kontra dengan judi online.
Center for Digital Society (CfDS) Universitas Gadjah Mada merilis hasil kajian terkait polemik judi online di Indonesia di Yogyakarta pada Kamis, 30 November 2023 lalu. Kajian ini dilakukan oleh tim riset CfDS yang terdiri atas M. Perdana Sasmita-Jati Karim selaku Research Coordinator CfDS dan Amelinda Pandu Kusumaningtyas sebagai Research Officer CfDS. Selain itu juga para Data Scientist CfDS yaitu Falah Muhammad, Irbah Asfarina, dan Muhammad Yusuf Daffa Izzalhaqqi.
Kajian ini dibuat untuk menyikapi fenomena judi online yang semakin mengganas di Indonesia. Sejak tahun 2017 hingga 2022, total uang yang berputar untuk judi online hampir mencapai angka Rp 200 triliun. Jumlah pemainnya mencapai angka 2,8 juta. Rata-rata pemain judi online bertaruh dengan nominal kecil di bawah Rp 100 ribu. Angka ini lebih kecil dibandingkan dengan data yang dilansir oleh PPATK terkait transaksi judi online.
Dari segi demografis, pemain judi online memiliki latar belakang yang bervariasi. Mulai dari pelajar, mahasiswa, buruh, petani, ibu rumah tangga, pegawai swasta, dan lain-lain.
Dalam mengkaji polemik judi online di Indonesia, CfDS menggunakan metode pengumpulan data yang holistik. CfDS melakukan data scraping pada periode Januari 2022 – November 2023 di media sosial X dan situs berita terkemuka seperti detik.com, tribunnews.com, kompas.com, cnbcindonesia.com, dan cnnindonesia.com.
Pengumpulan data tersebut berfokus pada kata-kata kunci “judi online” dan “judol”. Tak hanya itu, survei sentimen masyarakat juga dilakukan untuk memahami pemahaman dasar publik mengenai judi online, mencakup sumber informasi, pengalaman penggunaan, kemenangan/kekalahan, dan pemahaman risiko kecanduan.
“Kami menganalisis sejumlah 17.250 posts di media sosial X, dan 1.439 artikel beberapa media digital. Diskusi mengenai judi online di Indonesia ini terlihat mulai menjadi tren pada Maret 2023, dan semakin memanas hingga Oktober 2023,” ucap Karim.
Sentimen negatif
Kajian ini menunjukkan, mayoritas sentimen terkait judi online, baik di media sosial Twitter/X maupun media online, berupa sentimen negatif. Puncak pertama dari diskursus publik mengenai judi online di Indonesia ini terjadi pasca naiknya kasus penangkapan salah satu ‘bos’ judi online serta jaringannya di kompleks Cemara Asri, Deli Serdang pada 2022 silam.
Tidak lama setelahnya, pada second peak, masyarakat mulai banyak membicarakan tentang bersuaranya beberapa artis papan atas Indonesia – seperti Wulan Guritno, Sule, dan Yuki Kato – perihal promosi kegiatan judi online. “Beberapa media nasional aktif meliput pembicaraan seputar judi online di Indonesia. Detik, misalkan, dengan 750 artikel terbitan, atau bahkan CNN Indonesia dengan 268 artikel terbitan,” kata Falah.
Berkaitan dengan hal tersebut, CfDS menjumpai sentimen publik yang relatif negatif dan skeptis terhadap judi online. Dari total 17.250 posts media sosial X yang ditelaah oleh CfDS, terdapat 13.788 posts bersentimen negatif. Sentimen judul berita yang membahas tentang judi online di media digital pun tidak jauh berbeda, dengan judul bersentimen negatif sebanyak 1.329 judul dari total 1.439 judul.
Beberapa kata kunci yang kerap disebutkan oleh publik, baik lewat media sosial X maupun media digital, seperti “Apin BK”, “Wulan Guritno”, “Bos Apin”, “main judol”, “judol pinjol”, “@ccicpolri @divhumaspolri”, “judol @partaisocmed”, dan masih banyak lagi. “Menarik untuk diketahui bahwa fenomena judi online ini ternyata juga lekat dengan tren pinjaman online (pinjol) di Indonesia, seperti ada korelasi tertentu antara kedua fenomena tersebut,” tambah Irbah.
Pro dan kontra judi online
Meskipun mayoritas diterpa oleh komentar-komentar negatif, tren judi online di Indonesia ini tetap menimbulkan reaksi-reaksi positif dari kalangan masyarakat. CfDS mendapati beberapa headline artikel media digital tentang judi online dengan sentimen positif, seperti “Percaya Deh! Binary Option Sama dengan Judi Online. Nih Buktinya”, “Barang Mewah untuk Anak yang Ultah dari Bos Judi Online Apin BK”, dan lain-lain.
Dari dinamika perdebatan seputar fenomena judi online di Indonesia ini, tim riset CfDS sepakat memang terdapat pro dan kontra. “Di media sosial X dan dari beragam artikel media digital, ada saja pendapat negatif dan positif masyarakat dalam memandang maraknya kegiatan judi online di Indonesia,” simpul Daffa.
Ada yang membahas seberapa ‘cuan’nya menjadi pemain judi online, ada yang bersikeras agar judi online diberantas, ada yang sangat khawatir atas dampak buruk yang mungkin ditimbulkan. “Bermacam-macam sekali reaksi masyarakat,” tambah Daffa.
Blokir saja tidak cukup
CfDS menilai, sudah ada beberapa inisiatif dari pemerintah, terutama Kementerian Komunikasi dan Informatika, untuk memblokir situs-situs judi online. Selain itu juga menurunkan atau take down konten media sosial yang mempromosikan judi online. Namun, hal itu tidak cukup ampuh dalam memberantas judi online.
Perlu tindakan lain seperti penyuluhan kepada masyarakat mengenai bahaya dari judi online. CfDS merekomendasikan agar dilakukan kolaborasi antar media, sebagaimana media memiliki peran besar untuk mengedukasi masyarakat. Pemberitaan yang meliputi judi online perlu diperbanyak lagi. Tidak hanya memberitakan isu terkini tentang judi online, tetapi juga konten-konten edukasi mengenai bahaya dari judi online.
Dalam menghadapi kompleksitas fenomena judi online, riset CfDS memberikan gambaran bahwa masyarakat memiliki pandangan yang beragam. Terdapat pro dan kontra terkait dampak ekonomi, sosial, dan moral dari judi online. Pendukung menyebutnya potensi pendapatan negara dan lapangan kerja, sementara penentang khawatir akan dampak sosial dan moral, serta kerugian materi.
Oleh karena itu, perlu adanya kolaborasi antara pemerintah dan para pemangku jabatan lainnya untuk memberantas judi online. Upaya ini tentu diperlukan demi melindungi masyarakat dan mencegah kerugian yang mungkin timbul. [*]