Sejak hadirnya internet dan media sosial, banyak orang tua yang gemar membagikan foto dan aktivitas anak-anaknya di Facebook, Instagram, YouTube, atau blog. Banyak alasan mengapa orang tua melakukan hal ini. Ada yang menjadikan media sosial sebagai album foto digital agar lebih mudah ditelusuri di kemudian hari. Ada yang ingin berbagi pengalaman dan hikmah pengasuhan dengan orang tua lain, atau sebaliknya, ingin meminta saran tentang problem pengasuhannya. Ada pula yang ingin membanggakan kehebatan anak, atau mendapat pengakuan akan keberhasilan pengasuhannya. Fenomena ini dikenal sebagai sharenting, kombinasi antara share dan parenting.
Sharenting tentu memiliki sisi positif dan negatif yang patut kita pertimbangkan. Agar tetap bisa melakukan sharenting dengan aman dan positif, berikut beberapa tips seputar hal yang sebaiknya dilakukan oleh orang tua dalam aktivitas sharenting yang patut Mama pertimbangkan.
1. Mengatur privasi unggahan kita di media sosial
Siapa saja yang bisa melihat unggahan kita di media sosial? Periksa ulang siapa saja yang ada di lingkaran pertemanan kita. Adakah seseorang yang tidak kita inginkan untuk melihat foto anak-anak kita di sana?
Pelajarilah bagaimana cara mengubah setelan privasi sesuai kebutuhan. Misalnya, foto atau video anak bisa kita bagikan hanya untuk keluarga dekat, sedangkan tulisan tentang hikmah pengasuhan, jika dirasa memang akan bermanfaat bagi orang banyak, bisa kita bagikan untuk publik.
2. Menghormati perasaan anak
Selalu pertimbangkan bagaimana perasaan anak jika melihat apa yang kita bagikan tentangnya di ruang publik. Jika ia belum melihatnya sekarang, misalnya ketika anak masih berusia dini, selalu ada kemungkinan ia akan melihatnya di kemudian hari. Apabila apa yang kita unggah beresiko membuat anak merasa malu, terhina, atau marah, pikir ulang apakah kita memang perlu membagikan hal tersebut pada orang lain.
3. Berbagi secara privat atau anonim tentang perilaku anak yang menyulitkan
Karena alasan sebelumnya, pertimbangkan untuk bertanya secara anonim atau secara privat tentang problematika pengasuhan kepada pihak yang kita rasa memang dapat memberikan bantuan alih-alih memberikan informasi detail tentang identitas anak di ruang publik.
4. Memberikan hak veto sharing pada anak yang lebih besar
Sharenting dapat berawal sejak dini, bahkan sejak anak masih berada dalam kandungan. Tidak aneh bagi kita untuk menemukan foto janin hasil USG yang diunggah ke media sosial saat ini. Saat anak masih berusia dini, orang tua memang seakan memegang kontrol penuh terhadap apa yang dibagikan tentang anak ke media sosial. Semakin bertambah usia anak, kesadaran mereka tentang diri, privasi, dan hak mereka untuk memilih pun semakin bertambah.
Pertimbangkan baik-baik, kapan informasi tentang diri anak mulai menjadi hak milik anak? Kapan mereka mulai boleh punya suara untuk menentukan apa yang boleh dan tidak boleh dibagikan oleh orang tuanya tentang diri mereka di internet? Tidak ada batas usia yang tegas, namun ketika anak mulai menyadari tentang media sosial, ada baiknya mereka mulai diberikan hak yang lebih besar untuk menentukan citra diri mereka sendiri di ruang digital.
5. Membentuk jejak digital yang baik sebagai profil online anak
Ketika kita membagikan sesuatu tentang anak di dunia maya, kita sesungguhnya sedang menorehkan
jejak digital untuknya. Semakin banyak sekolah, universitas, dan perusahaan yang menggunakan jejak digital untuk menyeleksi profil calon siswa atau karyawannya. Jejak digital semacam apa yang kita inginkan bagi anak-anak kita untuk masa depan mereka?
6. Memberikan teladan bagi anak bagaimana berbagi di dunia maya
Salah satu
peran orang tua di era digital adalah menjadi teladan bagi anak, termasuk dalam hal penggunaan teknologi. Aktivitas
sharing kita akan menjadi contoh bagi anak untuk melakukan hal yang sama pada saatnya nanti. Jika kita terobsesi pada jumlah komentar atau
likes pada unggahan kita di media sosial, hal ini tentu juga akan berpengaruh pada bagaimana anak mengukur nilai dan kebahagiaan dirinya di kemudian hari.
7. Berpikir sebelum berbagi (think before you share)
Apakah hal yang akan kita unggah memang perlu didokumentasikan? Apakah dunia memang perlu tahu tentang setiap milestone pertumbuhan anak yang sudah berhasil dicapainya?
8. Tidak mengunggah foto atau video anak dalam keadaan tidak berpakaian lengkap
Hindari mengunggah foto dan video anak yang bisa mengundang maksud buruk orang lain, termasuk ketika anak berpakaian tidak lengkap seperti hanya berpakaian dalam, berpakaian renang yang minim, sedang mandi, atau yang lain.
9. Tidak memberikan detail lokasi dan jadwal rutin aktivitas anak
Selalu mencantumkan lokasi dan waktu aktivitas anak memiliki resiko tersendiri. Oknum yang berniat jahat bisa memanfaatkannya untuk mencoba menemui anak berdasarkan unggahan kita di dunia maya.
Nah, itu dia beberapa hal yang sebaiknya kita lakukan saat sharenting di dunia maya. Mari berbagi secara aman, positif, dan bermanfaat tentang pengasuhan anak-anak kita di era digital!