digitalMamaID – Semua sepakat, anak-anak tidak bisa memilih orang tuanya. Sayangnya, sebagian anak tumbuh dengan orangtua yang tidak biasa membicarakan emosi dengan terbuka. Bahkan, ada anak yang harus tumbuh bersama orangtua yang emosinya tidak matang.
Secara fisik anak mengetahui orangtua hadir di hadapannya, bekerja keras untuk keluarganya, berusaha memenuhi semua kebutuhan anaknya, tetapi kadang secara emosional ada jarak yang jauh. Anak harus menebak apa yang ada di pikiran orangtua, apa yang sedang mereka rasakan sampai tidak bisa memahami apa yang sebenarnya terjadi dalam hubungan anak dan orangtua ini.
Ada sebuah buku yang ketika pertama kali membacanya, terasa seperti membuka pintu ke ruang-ruang lama di dalam diri, menyusuri lagi inner child kita. Buku itu berjudul “Adult Children of Emotionally Immature Parents – Memulihkan Diri dari Orangtua yang Berjarak, Menolak, atau Egois” karya Lindsay C. Gibson, PsyD. Ditulis oleh seorang psikolog klinis, buku ini mengungkapkan, sifat-sifat orangtua yang tidak matang secara emosi atau bahkan tidak hadir bisa memberikan dampak negatif kepada anak, terutama anak yang sensitif secara emosi. Orangtua bisa membuat anak merasa diabaikan dan kesepian secara emosi.
Empat tipe orangtua yang belum dewasa secara emosional
Gibson dalam bukunya menjelaskan, orangtua yang belum dewasa secara emosional bukan berarti mereka jahat atau tidak sayang. Mereka tidak punya kapasitas yang cukup untuk merespons kebutuhan emosional anak secara konsisten, bahkan terkadang mereka kewalahan dan tidak bisa merespons. Akhirnya anak yang justru belajar untuk menyesuaikan diri dengan mereka. Penyesuaian itu terbawa sampai anak dewasa.
Gibson membagi orangtua yang belum dewasa secara emosional ke empat tipe utama, yaitu:
- Orangtua emosional: menanamkan perasaan tidak stabil dan kecemasan.
- Orangtua penuntut: selalu berusaha menyempurnakan segala sesuatu dan semua orang.
- Orangtua pasif: menghindari berurusan dengan hal-hal yang menjengkelkan.
- Orangtua yang menolak: menarik diri, meremehkan, dan menghina.
Dampaknya di usia dewasa
Yang membuat buku ini terasa nyata dan bukan hanya teori adalah bagaimana Gibson menjelaskan setiap perasaan dan tindakan yang dilakukan orangtua atau seorang anak berdasarkan kisah-kisah dari para kliennya. Pengalaman masa kecil itu nyatanya bukan sekadar masa lalu. Pengalaman itu masih hidup dalam diri kita saat ini. Sehingga memengaruhi setiap keputusan yang kita buat dalam kehidupan. Bagaimana cara menghadapi masalah, sulit sekali menetapkan batasan untuk diri sendiri, menjadi “people pleaser”, atau bahkan merasa tidak pantas menerima cinta yang stabil dan takut ketika berada dalam hubungan yang sehat serta suportif.
Gibson menjelaskan hal ini dengan sangat sistematis dan detail, sehingga perasaan samar yang kita alami saat dulu mulai terlihat. Kita bisa mengenali pola apa saja yang masih terbawa hingga saat ini.
Bagaimana memulihkannya?
Buku ini tidak hanya memetakan luka pada seseorang atau menyalahkan orangtua dan masa lalu. Akan tetapi di beberapa bab terakhirnya akan menuntun dan memberikan jalan untuk bisa perlahan pulih dan memahami kebutuhan emosi di dalam diri tanpa harus merasa bersalah dengan orang lain. Pendekatan yang dilakukan Gibson juga terasa lembut dan manusiawi, dia memahami bahwa perjalanan untuk memahami diri sendiri itu adalah proses yang panjang yang dilalui seorang anak yang tumbuh dewasa dengan pola pengasuhan bertahun-tahun.
Buku ini terasa sangat relevan untuk para ibu. Bukan sekadar membahas teori kepribadian atau pola asuh, melainkan mengajak Mama memahami apa saja yang terjadi dalam hubungan kita dengan orangtua dahulu. Memahami luka lama dan bagaimana itu membentuk diri kita sebagai orang dewasa. Lalu kini sebagai orangtua yang mempunyai warisan emosional tersebut, yang ingin memutus rantai pengasuhan itu.
Jika Mama sedang dalam fase memahami diri, memperbaiki pola komunikasi dalam keluarga, buku Adult Children of Emotionally Immature Parents ini sangat penting dibaca. Memberikan kesadaran untuk bisa menjadi orangtua yang hadir, kita perlu merawat diri sendiri dahulu. Kita perlu menyembuhkan luka pengasuhan yang masih tersimpan. Sejatinya menjadi orangtua itu tidak pernah ada sekolahnya, tapi proses belajarnya seumur hidup. [*]






