Perpustakaan Melbourne: Ruang Literasi, Komunitas, dan Kehangatan Sosial

Perpustakaan Melbourne
Share

digitalMamaID — Perpustakaan bukan sekadar bangunan estetik untuk menyendiri, membaca, atau meminjam buku. Lebih dari itu, perpustakaan adalah ruang hidup—tempat komunitas lokal tumbuh bersama, saling mengenal, dan berbagi pengalaman lintas usia.

Di Victoria, Australia, separuh penduduknya tercatat sebagai anggota perpustakaan umum. Salah satu yang paling terkenal adalah State Library Victoria, perpustakaan terbesar di negara bagian ini yang berdiri megah di jantung kota Melbourne. Selama satu dekade (2005–2014), jaringan perpustakaan umum di Victoria melakukan penelitian bertajuk Libraries Building Communities (LBC). Hasilnya menunjukkan bahwa perpustakaan berperan penting dalam menyediakan sumber daya, program, dan pengalaman yang menghubungkan orang-orang satu sama lain. Terutama bagi komunitas rentan, perpustakaan menjadi tempat membangun modal sosial dan rasa percaya diri di tengah masyarakat lokal.

Ruang yang menyatukan keragaman

Data LBC juga menegaskan bahwa perpustakaan umum punya peran besar dalam memperkuat hubungan sosial karena mampu menyatukan masyarakat dari berbagai latar belakang. Di sana, perbedaan justru dirayakan. Perpustakaan menjadi ruang aman untuk saling memahami, berinteraksi, dan mengakses berbagai layanan publik yang relevan, terutama bagi warga baru dan kelompok terpinggirkan.

Perpustakaan Melbourne: Ruang Literasi, Komunitas, dan Kehangatan Sosial
Perpustakaan Melbourne (Dian Hapsari/digitalMamaID)

Melbourne sendiri dikenal sebagai salah satu kota paling multikultural di dunia. Sekitar 33,2% penduduknya lahir di luar Australia, menurut World Population Review. Keragaman ini memperkaya kota melalui bahasa, makanan, festival, dan komunitas yang berwarna. Ini menjadikan Melbourne kota yang vibrant dan layak huni. Namun, keberagaman hanya bisa tumbuh sehat jika masyarakat punya kesadaran hidup berdampingan.

Di sinilah perpustakaan memainkan peran luar biasa: menjadi ruang untuk saling memahami dan berbagi cerita. Di perpustakaan, cerita ditemukan, dibagikan, dan dirayakan. Bahkan, di sanalah masa depan bersama dibayangkan.

Literasi sepanjang hidup

Budaya berbagi cerita ini sudah ditanamkan sejak usia dini. Anak-anak berusia lima tahun ke bawah datang ke perpustakaan bersama orang tua untuk mengikuti program literasi dan pengembangan bahasa. Sementara itu, para lansia yang sudah bebas dari rutinitas kerja dan keluarga mengisi waktu dengan kegiatan rekreasi membaca, kelas gaya hidup, hingga pelatihan penggunaan gawai dan media digital. Semua program ini terbuka dan inklusif untuk siapa pun yang ingin belajar.

Pada 2022, survei Perpustakaan Umum Victoria mencatat lebih dari 60.000 orang mengunjungi perpustakaan dalam satu hari, setara 0,9% populasi negara bagian. Menariknya, 92% pengunjung merasa aman berada di perpustakaan. Angka yang menunjukkan bahwa literasi di sini tak hanya tentang buku, tapi juga tentang rasa nyaman dan keterhubungan sosial.

Lebih dari sekadar buku

Meski sebagian orang masih menganggap perpustakaan hanya tempat meminjam buku, survei menunjukkan hal berbeda. Sebanyak 94% pengguna datang langsung ke perpustakaan setiap tahun, 82% meminjam buku atau majalah, dan 60% lainnya datang untuk meminta bantuan staf. Banyak di antara mereka yang datang bukan untuk membaca, melainkan bekerja, belajar, berdiskusi, atau sekadar merasa terhubung dengan orang lain.

Perpustakaan di Victoria juga berfungsi sebagai ruang publik yang hidup. Pengunjung bisa belajar sendiri, bekerja dalam kelompok, mencetak tugas, bahkan menyewa ruang rapat. Fasilitasnya lengkap: komputer, Wi-Fi, mesin fotokopi, scanner, hingga peminjaman laptop. Anggota perpustakaan bisa meminjam hingga 40–50 buku sekaligus, gratis, cukup dengan bukti alamat tempat tinggal tetap.

Selain itu, ribuan e-book dan sumber digital bisa diakses lewat situs dan aplikasi perpustakaan. Beberapa bahkan memiliki ruang cetak 3D, area bermain video game, hingga board games seperti catur, monopoli, dan ular tangga. Tak heran, perpustakaan menjadi tempat rekreasi keluarga yang hangat setiap akhir pekan.

Tempat semua diterima

Yang paling menyentuh, di musim dingin, para homeless bisa datang ke perpustakaan untuk menghangatkan diri. Tak ada yang merasa terganggu, tak ada tatapan menghakimi. Semua diterima dengan hormat dan manusiawi, seolah perpustakaan adalah rumah kedua bagi siapa pun yang membutuhkan.

Perpustakaan Melbourne (Dian Hapsari/digitalMamaID)

Kenyamanan itu juga datang dari keramahan stafnya. Mereka bukan sekadar petugas, tapi sahabat bagi pengunjung. Dengan senyum dan sapaan hangat, mereka membantu mencari buku, merekomendasikan bacaan, atau sekadar menanyakan kabar. Profesionalisme mereka tidak menciptakan jarak, justru menghadirkan kedekatan.

Di tingkat lokal, staf juga menjadi penggerak berbagai kegiatan seperti book club, storytelling untuk anak-anak, English Conversation Class, Community Language Program, hingga Free Tech Help for Seniors. Semua terasa hangat, inklusif, dan penuh kehidupan.

Tanggung jawab dan investasi pemerintah

Pemerintah Victoria pun menaruh perhatian besar pada keberlanjutan literasi publik. Pada periode 2024–2025, mereka mengalokasikan dana sebesar 50 juta dolar Australia (sekitar Rp835 miliar) untuk memperkuat infrastruktur dan program perpustakaan umum.

Lebih dari 250 cabang perpustakaan kini tersebar di seluruh Victoria, mulai dari State Library hingga perpustakaan kecil di pinggiran kota. Semua terbuka untuk umum, gratis, dan ramah bagi siapa pun, termasuk migran dan pelajar internasional. Tak heran, Victoria dikenal sebagai “Australia’s Education State”, negara bagian yang menempatkan literasi sebagai pondasi kehidupan masyarakatnya.

Karena sejatinya, perpustakaan bukan hanya tempat membaca buku, tapi tempat belajar menjadi manusia. Saling memahami, menghargai, dan tumbuh bersama. [*]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Terpopuler

ORDER MERCHANDISE

Bingung cari konten yang aman untuk anak?
 
Dapatkan rekomendasi menarik dan berikan pendapatmu di Screen Score!
Ilustrasi melatih anak bicara/Bukbis Ismet Candra Bey/digitalMamaID