digitalMamaID — Sekarang, dunia digital buat anak tidak lagi satu warna. Melalui Peraturan Pemerintah (PP) Tunas yang resmi berlaku sejak 1 April 2025, pemerintah membuat batasan kelompok usia anak di ruang digital. Tujuannya untuk memastikan ruang digital tetap aman, sehat, dan ramah anak.
Secara sederhana, PP Tunas bekerja untuk melindungi anak. Kini, anak-anak akan dikelompokkan berdasarkan usia dalam mengakses aplikasi atau platform digital. PP Tunas membagi kelompok usia anak menjadi tiga:
- Di bawah 13 tahun: hanya boleh pakai aplikasi khusus anak.
- Usia 13–16 tahun: boleh akses aplikasi dengan risiko rendah.
- Usia di atas 16 tahun: sudah boleh pakai aplikasi umum, tapi tetap perlu izin orang tua.
Selain itu, setiap akun digital anak sekarang harus disetujui orangtua dan terhubung dengan akun orangtua. Jadi, Mama bisa mengetahui teman online anak, jenis konten yang mereka lihat, dan interaksi mereka di media sosial.
Pembagian kelompok usia anak di ruang digital ini penting untuk mencegah anak terpapar konten berbahaya atau menjadi korban kekerasan daring. Rara mewakili ECPAT Indonesia mengatakan, PP Tunas dibuat bukan untuk membatasi, tapi justru buat melindungi.
“Jadi ibaratnya, PP Tunas ini untuk teman-teman, subjeknya juga teman-teman, dan yang akan menjalankannya juga teman-teman,” kata fasilitator ECPAT Indonesia Rara di #Diskoria (Diskusi Orang Muda) bertajuk “Kupas Tuntas PP Tunas Pakai Bahasa Bayi Biar Semua Ngerti” pada Sabtu, 18 Oktober 2025.
Kegiatan ini diselenggarakan oleh ECPAT Indonesia bersama Komunitas Orang Muda Anti Perdagangan Orang dan Eksploitasi Seksual Anak (KOMPAK), ICT Watch, NXG dan Youth Voice For Change (YVFC) mengupas tuntas PP Tunas ini dalam #Diskoria (Diskusi Orang Muda). Pada kegiatan ini, PP Tunas dibahas dengan cara yang seru, ringan, dan mudah dipahami. Sesuai temanya, diskusi dilakukan dengan “bahasa bayi”, bahasa yang sederhana, akrab, mudah dicerna dan relate dengan keseharian anak muda.
7 Tanda bahaya
Pembatasan kelompok usia anak di ruang digital ini dilakukan untuk meminimalisir risiko anak terpapar konten berbahaya atau mengalami kekerasan daring.
Dalam penjelasannya, Rara juga memaparkan tujuh indikator risiko aplikasi, yang bisa membantu anak mengenali apakah sebuah aplikasi berisiko tinggi atau rendah.
Anak perlu waspada jika aplikasi:
- Memudahkan komunikasi dengan orang asing,
- Menampilkan konten negatif seperti kekerasan atau pornografi,
- Penuh iklan dan transaksi mudah tanpa pengawasan,
- Mudah meminta dan mengumpulkan data pribadi,
- Membuat pengguna kecanduan,
- Mengganggu kesehatan mental, atau
- Menimbulkan gangguan fisik.
Jika salah satu dari indikator ini ada, maka aplikasi tersebut berisiko tinggi. Karena itu, penting bagi anak dan orang tua untuk bersama-sama menilai aplikasi yang digunakan agar ruang digital benar-benar aman dan sehat.
Anak dan internet
Data menunjukkan lebih dari 60% anak Indonesia usia 10 sampai 17 tahun sudah mengakses internet setiap hari, terutama lewat media sosial ataupun game online. Sementara laporan Simfoni PPA tahun 2008 mencatat ada lebih dari 23 ribu kasus kekerasan terhadap anak. Lebih dari 8 ribu di antaranya merupakan kekerasan seksual termasuk yang terjadi secara daring.
Riset UNICEF dan ECPAT Indonesia juga menemukan bahwa satu dari tiga anak Indonesia pernah mengalami kekerasan online seperti perundungan, pelecehan atau paparan konten berbahaya. Untuk menjawab tantangan ini, pemerintah menetapkan kebijakan perlindungan akses platform digital bagi anak sekaligus mendorong semua platform agar menghadirkan fitur-fitur yang pro terhadap perlindungan anak yaitu PP Tunas.
Tunas, merupakan singkatan dari Tata Kelola untuk Anak Sehat. Aturan ini berlaku bagi anak berusia nol hingga di bawah 18 tahun, dengan tujuan memastikan ruang digital menjadi tempat yang aman, sehat, dan ramah anak.
Dalam diskusi #Diskoria, Rara juga berbagi pengalaman yang tidak menyenangkan di dunia digital khususnya gim daring. “Game yang seharusnya tempat kita buat bersenang-senang, game yang harusnya tempat kita buat melupakan beban-beban duniawi kayak banyak PR, ulangan tapi, ternyata malah di sana juga ada pengalaman yang tidak menyenangkan, bullying, konten-konten pornografi, kekerasan seksual,” ungkapnya.
Rara menilai kehadiran PP Tunas sangat penting untuk melindungi anak-anak di dunia digital. “Jadi ibaratnya adalah PP Tunas ini untuk teman-teman dan subjeknya juga teman-teman, yang akan menjalankan juga teman-teman,” lanjutnya.
Perlindungan data pribadi
Salah satu fokus utama PP Tunas adalah perlindungan data pribadi anak. Data pribadi adalah serangkaian informasi tentang diri kamu di dunia digital, yang bisa menunjukkan siapa kamu (pengguna). Beberapa PSE meminta data diri dalam suatu fitur tanpa disadari.
Pemerintah menekankan bahwa data seperti alamat, tanggal lahir, kebiasaan digital, hingga foto, data biometrik dan lokasi termasuk data sensitif yang tidak boleh disalahgunakan oleh platform digital.
“Kenapa sih data pribadi ini penting banget buat kita sebagai anak-anak muda? Karena, kita nggak tahu nih, 10 tahun, 15 tahun kedepannya itu seperti apa gitu ya. Masa depan kita kan masih jauh banget dan masih sangat-sangat cerah gitu ya,” kata Rara.
PP Tunas atur kewajiban PSE
Selain mengatur perilaku dan perlindungan bagi anak-anak, PP Tunas juga menetapkan kewajiban bagi Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) seperti media sosial, platform gim, belanja daring, serta dompet daring untuk menyediakan fitur yang ramah anak.
PSE punya serangkaian kewajiban-kewajiban yang harus mereka lakukan. Yang paling utamanya adalah mereka harus menyediakan produk, layanan atau fitur yang memperhatikan keamanan anak.
“Misalkan pertama, kita harus lihat dalam pembuatan akun. Apakah di situ dikasih tahu verifikasi umur? Terus juga harus ada layanan kebijakan dan aturan yang mudah untuk disampaikan. Biasanya tulisan banyak dan kecil-kecil tuh, tiba-tiba di bawahnya menyetujui,” katanya.
Mulai sekarang seharusnya PSE memberikan kebijakan-kebijakan dengan cara mudah dimengerti oleh anak-anak. PSE wajib memberikan informasi yang jelas. Kemudian iklan dan promosi, anak-anak tidak boleh menjadi target. Lalu PSE juga punya kewajiban untuk men-take down konten-konten mereka sendiri bahkan sampai ke elemen desain dan animasi.
“Jadi, kalau misalkan yang main game nih ya, kadang kan ada karakter-karakter yang bajunya terbuka atau mungkin yang menampilkan adegan-adegan dewasa itu tidak diperbolehkan. Lalu, yang paling penting dan yang paling utama adalah mereka harus menyediakan channel pelaporan,” katanya.
Jika PSE melanggar kewajiban tersebut, mereka dapat dikenakan sanksi mulai dari teguran tertulis, denda administratif, penghentian sementara layanan, hingga pemutusan akses di Indonesia.
Peran orangtua dan masyarakat
PP Tunas juga mengatur peran orangtua, masyarakat, dan pemerintah. Orangtua wajib membantu anak memilih aplikasi yang aman dan memantau aktivitas digital mereka. Masyarakat pun didorong untuk melaporkan jika menemukan kasus kekerasan atau pelanggaran terhadap anak di ruang digital.
“Sekarang bukan cuma anak yang harus hati-hati, tapi semua pihak punya peran. Orangtua, masyarakat, bahkan platform digital juga harus ikut bertanggung jawab,” jelasnya.
Meski ditujukan untuk melindungi anak, Rara masih menilai pelibatan anak dalam penyusunan dan implementasi PP Tunas masih minim. Rara berharap anak-anak bisa lebih dilibatkan secara aktif dalam sosialisasi, pengawasan, maupun evaluasi kebijakan ini.
“Kalau anak yang diatur, ya anak juga harus punya peran. Biar kita nggak cuma jadi objek, tapi juga bagian dari solusi,” katanya.
Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, juga menegaskan hal yang sama “Perlindungan anak di dunia digital bukan hanya tugas pemerintah ataupun platform, tapi juga tanggung jawab kita bersama. Teman-teman bisa ikut berperan dengan cara sederhana seperti bijak membagikan informasi, berani melaporkan jika menemukan kekerasan di internet, dan saling mengingatkan agar ruang digital tetap positif,” ujarnya dalam sambutan di acara #Diskoria.
Pada akhirnya, PP Tunas hadir bukan untuk membatasi anak di dunia digital, melainkan untuk memastikan mereka aman, terlindungi, dan bisa tumbuh sebagai warga digital yang cerdas dan berdaya. [*]






