digitalMamaID — Diaspora Indonesia di Melbourne, Australia, melayangkan kritik atas satu tahun pemerintahan Prabowo–Gibran yang dinilai gagal membawa perubahan signifikan. Kegagalan ini terlihat di berbagai sektor mulai dari kesejahteraan sosial, penegakan hukum, pengelolaan sumber daya alam, hingga ekonomi dan politik.
Mahasiswa dan warga Indonesia yang tergabung dalam Melbourne Bergerak mengadakan aksi unjuk rasa sebagai ungkapan kekecewaan memasuki satu tahun masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden yang resmi dilantik pada 20 Oktober 2024. Unjuk rasa digelar di depan State Library Victoria, pada Senin sore, 20 Oktober 2025.
Secara umum, terdapat delapan tuntutan yang disampaikan dalam aksi protes damai ini. Melbourne Bergerak, sebagai salah satu kelompok gerakan masyarakat Indonesia di luar negeri, menyatakan keprihatinannya terhadap kondisi tanah air yang dianggap mengalami kemunduran di berbagai aspek.
“Politik bagi-bagi kue dalam Kabinet Merah Putih dan rezim penuh konflik kepentingan menunjukkan bagaimana Prabowo berupaya mengakomodasi para kelompok pendukungnya saja. Alih-alih memilih menteri maupun kepala badan/lembaga berdasarkan kompetensi serta prinsip penyelenggaraan negara yang efektif dan efisien,” kata Pipin Jemson, Dinamisator Melbourne Bergerak.
Evaluasi program populis MBG
Melbourne Bergerak juga menyoroti implementasi program populis Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dinilai bermasalah. Berdasarkan data Badan Gizi Nasional (BGN) hingga September 2025, tercatat sedikitnya 4.711 anak mengalami keracunan akibat program tersebut. Selain itu, kasus gagal bayar dan dugaan korupsi juga ditemukan dalam pelaksanaannya.
“Prabowo dinilai kerap mengabaikan fakta di lapangan. Memaksakan program populis dengan memotong anggaran di beberapa sektor penting, secara tidak langsung berdampak pada penurunan kualitas pelayanan publik di sektor pendidikan dan kesehatan masyarakat,” lanjut Pipin, yang juga prihatin atas banyaknya pelajar menjadi korban keracunan dari program MBG tersebut.

Kemunduran demokrasi
Selama satu tahun pemerintahan Prabowo, Melbourne Bergerak menilai telah terjadi kemunduran dalam kebebasan sipil, penghormatan HAM, dan praktik demokrasi. Penyerangan serta penahanan terhadap warga yang menyampaikan kritik kepada pemerintah, baik melalui demonstrasi langsung maupun di ruang digital, menunjukkan pemerintahan Prabowo–Gibran bersikap anti kritik.
“Bukannya memperbaiki diri atas kritik yang disampaikan oleh masyarakat, Prabowo justru menuduh protes tersebut sebagai tindakan makar dan campur tangan asing. Padahal, jika melihat kebijakan yang dikeluarkan, seperti pengangkatan warga negara asing sebagai pengurus Danantara dan diperbolehkannya menjadi direksi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), justru memperlihatkan bagaimana Prabowo sendiri membuka ruang bagi keterlibatan asing,” lanjut Pipin.
Penolakan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional
Rencana pemerintah mengangkat Soeharto sebagai pahlawan nasional serta pemberian penghargaan kepada mantan narapidana korupsi turut menjadi sorotan sebagai bentuk kemunduran demokrasi di era Prabowo–Gibran.
“Romantisme Orde Baru terasa sejak Prabowo menjabat. Mulai dari tradisi militer yang disisipkan dalam setiap agenda negara maupun penyelenggaraan pemerintahan hingga upaya legitimasi Soeharto untuk diberikan gelar pahlawan nasional. Padahal, sudah menjadi rahasia umum bagaimana Orde Baru bersama para kroninya memiliki sejarah kelam dalam pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dan korupsi,” kata Jesslyn, pelajar dan pegiat Melbourne Bergerak.
Selain itu, praktik KKN ala Orde Baru dianggap dihidupkan kembali melalui pemberian Bintang Mahaputra Adipradana kepada Burhanuddin Abdullah, mantan narapidana kasus penyalahgunaan dana Yayasan Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (YLPPI). Kebijakan tersebut dinilai bertolak belakang dengan semangat reformasi 27 tahun silam.
Menurut data Transparency International Indonesia (TII) 2025, sedikitnya 33 wakil menteri dan satu pejabat dari Kantor Komunikasi Presiden diketahui merangkap jabatan sebagai komisaris di BUMN. Padahal, Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengeluarkan putusan pada Agustus lalu yang melarang wakil menteri rangkap jabatan.
Dalam aksi tersebut, Melbourne Bergerak juga mengajak masyarakat Indonesia di Melbourne dan sekitarnya untuk menandatangani dua petisi: “Tolak Soeharto Sebagai Pahlawan Nasional” dan “Bebaskan Para Aktivis yang Ditahan.”
Sikap terhadap Palestina
Selain kebijakan dalam negeri yang dinilai bermasalah, sikap politik luar negeri Prabowo juga menuai kritik, khususnya terkait isu genosida di Palestina. Dalam pidatonya di United Nations General Assembly (UNGA), Prabowo dianggap tidak berpihak pada rakyat Palestina.
“Secara terang-terangan Prabowo mempromosikan solusi dua negara dengan janji memberikan pengakuan pada Israel sebagai negara yang sah dan berdaulat, tanpa mengutuk genosida dan menuntut akuntabilitas Israel,” kata Pipin.
Sikap ini, kata dia, memperkuat keberpihakan Prabowo pada Israel dan sekutunya. “Sebelumnya, (Prabowo) juga sempat mengusulkan relokasi warga Palestina ke Pulau Galang,” ujar Pipin. [*]






