digitalMamaID — Perusahaan teknologi Meta meluncurkan fitur keamanan baru di aplikasi WhatsApp dan Messenger. Fitur baru ini bertujuan untuk mencegah penipuan online yang kerap menargetkan orang dengan lanjut usia (lansia).
Lansia kerap menjadi sasaran empuk para pelaku kejahatan siber karena kerentanan mereka dalam menggunakan teknologi. Banyak dari mereka yang kurang paham dengan ancaman siber dan berbagai jenis kejahatan siber seperti phishing, penipuan, dan rekayasa sosial.
Mereka juga kerap percaya ketika mendapatkan pesan lalu diminta untuk mengklik tautan tertentu yang tampak berasal dari sumber yang terpercaya, seperti bank, instansi pemerintah, maupun sumber lain yang bertujuan mencuri data informasi pribadi.
Kasus-kasus penipuan dan kejahatan siber yang menargetkan lansia ini bukan hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di banyak negara. Oleh karena itu, Meta merilis fitur keamanan baru sebagai upaya untuk memberantas penipuan online yang menyasar para lansia.
Dilansir dari Engadget pada Rabu, 22 Oktober 2025, Meta mengatakan timnya telah mendeteksi dan menonaktifkan sebanyak 8 juta akun yang terhubung dengan pusat-pusat penipuan di Myanmar, Laos, Kamboja, Uni Emirat Arab (UEA), dan Filipina sejak awal tahun 2025. Meta juga telah mengambil tindakan terhadap 21.000 halaman di akun Facebook yang berpura-pura menjadi layanan dukungan pelanggan untuk mencuri data pengguna.
Peringatan otomatis saat berbagi layar
Meski tindakan-tindakan tegas dan pencegahan telah dilakukan, Meta menilai masih banyak yang perlu dilakukan untuk menekan angka penipuan daring tersebut. Khususnya yang menargetkan orang tua yang belum melek teknologi dan berbagai modus kejahatan digital.
Di aplikasi WhatsApp, Meta akan mengirimkan peringatan otomatis kepada pengguna jika mereka mencoba berbagi layar dengan seseorang yang tidak ada dalam daftar kontak. Langkah ini bertujuan untuk mencegah penipu mencuri informasi data pribadi, termasuk data perbankan atau kode verifikasi. Menurut Meta, penipu kerap menggunakan metode berbagi layar untuk mencuri data pribadi calon korban.
Dalam jendela peringatan, Meta mengimbau pengguna secara langsung untuk hanya membagikan layar mereka dengan orang yang mereka percayai, karena semua informasi di layar termasuk informasi perbankan dan kata sandi dapat terlihat oleh penerima.
Kemudian pada aplikasi Messenger, Meta sedang menguji alat deteksi penipuan berbasis kecerdasan buatan atau AI. Fitur ini akan memberikan peringatan ketika pengguna menerima pesan mencurigakan yang berpotensi sebagai penipuan.
Ketika peringatan muncul, pengguna dapat meneruskan pesan mencurigakan tersebut untuk ditinjau oleh Meta AI. Jika sistem mendeteksi adanya indikasi penipuan, maka Meta AI akan menunjukkan kepada pengguna daftar tanda-tanda penipuan umum, seperti tawaran pekerjaan dari rumah dengan imbalan yang mudah dan cepat, atau lowongan kerja jarak jauh lainnya yang tidak masuk akal.
Meta AI juga mengingatkan pengguna untuk tidak mentransfer uang atau kartu hadiah, yang merupakan metode yang sangat umum digunakan penipu untuk mencuri uang dari korban mereka. Di bagian bawah halaman, pengguna akan memiliki opsi untuk melaporkan dan memblokir akun pengirim pesan mencurigakan tersebut.
Meta juga mendorong pengguna untuk mengaktifkan fitur passkey sebagai metode verifikasi identitas tambahan serta menjalankan Security Checkup untuk meninjau pengaturan keamanan akun mereka dan memperbarui kata sandi mereka secara berkala.
Dilansir dari TechCrunch, Meta menambahkan bahwa penipu dalam menjalankan misinya kerap menggunakan teknik rekayasa sosial atau pendekatan emosional untuk memikat calon korban. Selain lansia, penipu juga sering menyasar orang-orang yang kesepian atau yang mengharapkan perhatian. Penipu memanfaatkan faktor-faktor ini untuk memeras tabungan mereka.
Meta juga menyatakan telah melakukan sejumlah langkah lainnya untuk mencegah kejahatan di platformnya, termasuk menghadirkan kartu konteks, pengingat, dan peringatan tentang modus penipuan pengiriman barang dan pembayaran instan, serta layanan WhatsApp Safety Center.
Meta juga telah bergabung dengan National Elder Fraud Coordination Center, sebuah organisasi nirlaba yang menyatukan lembaga penegak hukum dengan perusahaan seperti AARP, Amazon, Capital One, Google, Microsoft, dan Walmart untuk memerangi penipuan yang menargetkan lansia. [*]






