60 Juta Penduduk Belum Terkoneksi Internet, Pemerintah Kebut Konektivitas Desa Tahun 2026

Ilustrasi internet desa
Share

digitalMamaID — Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid mengungkapkan, sekitar 60 juta warga Indonesia belum terkoneksi internet. Pemerintah menggenjot pembangunan konektivitas digital hingga ke desa-desa tertinggal melalui kolaborasi lintas kementerian.

Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) dan Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemendes PDT) sepakat meneken MoU guna mempercepat pembangunan konektivitas desa, terutama di desa-desa yang belum terjangkau jaringan internet sama sekali.

Menurut Meutya, sinergi ini memungkinkan pemerintah  untuk memetakan kebutuhan infrastruktur digital secara lebih akurat dan tepat sasaran, terutama dalam menjangkau daerah-daerah yang selama ini tertinggal.

“Dengan MoU ini, Kemkomdigi dan Kemendes PDT akan mencocokkan data desa yang belum terkoneksi untuk menentukan mana yang akan kita prioritaskan untuk dibangun koneksinya di tahun 2026,” ujar Meutya dalam siaran pers yang diunggah di Website Komdigi, Rabu, 22 Oktober 2025.

Meutya mengatakan, kerja sama ini juga sebagai upaya untuk memberikan akses informasi yang merata kepada seluruh masyarakat Indonesia. Pasalnya, hingga saat ini ada sekitar 60 juta penduduk Indonesia belum bisa mengakses internet.

“Sekitar 60 juta jiwa belum terkoneksi dengan internet sehingga kita perlu melakukan percepatan karena akses terhadap informasi merupakan hak asasi manusia sesuai amanat Undang-Undang Dasar 1945,” ujar Meutya.

Selama satu tahun ini, Kemkomdigi telah melakukan langkah-langkah konkret dalam memperluas konektivitas, antara lain membangun 397 Base Transceiver Station (BTS) dan titik akses di wilayah Papua, menyelenggarakan lelang frekuensi, serta menjalin kerja sama dengan operator seluler untuk pemerataan akses di seluruh wilayah Indonesia.

Meutya mengatakan, sinergi antara Kemkomdigi dan Kemendes PDT akan mempercepat pembangunan infrastruktur konektivitas sehingga harapannya dapat mempersempit kesenjangan digital antara masyarakat kota dan masyarakat desa. Langka ini penting agar masyarakat di pedesaan dapat turut menikmati manfaat teknologi serta dapat berpartisipasi dalam ekonomi digital layaknya masyarakat perkotaan.

“Transformasi digital harus bisa dirasakan di tingkat terkecil hingga ke desa-desa,” tegas Meutya.

Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal Yandri Susanto mengatakan, ketersediaan konektivitas menjadi faktor penting dalam kemajuan desa.

“Salah satu yang sangat menentukan maju atau tidaknya suatu desa itu adalah masalah internet dan sinyal,” tuturnya.

2.333 desa di Indonesia belum terkoneksi internet

Yandri menambahkan, banyak potensi desa yang dapat dimaksimalkan dengan ketersediaan konektivitas internet, contohnya beberapa desa telah mampu memasarkan produk unggulan desanya ke luar negeri, seperti para pembudidaya Ikan Mas Koki di Desa Kertasana, Kabupaten Pandeglang yang telah berhasil mengekspor produknya ke berbagai negara.

Yandri berharap, melalui kerja sama ini, pembangunan infrastruktur konektivitas di pedesaan diharapkan dapat berjalan lebih tepat sasaran. “Kami akan menyusun prioritas desa mana yang harus diintervensi lebih dulu, lebih cepat, lebih tepat,” ungkapnya.

Meutya juga menyebutkan sebanyak 2.333 desa di Indonesia belum memiliki akses ke internet. Menurutnya, dibutuhkan kolaborasi berbagai pihak untuk membantu mereka agar terkoneksi internet. Untuk mengatasi kesenjangan digital ini, pemerintah perlu memastikan pembangunan infrastruktur yang merata di seluruh wilayah Indonesia.

“Angka ini semua kami yakini adalah angka yang target yang masuk akal jika kita semua bergabung tangan untuk menyelesaikan PR-PR ini bersama,” kata Meutya.

Kesenjangan digital kian menyempit

Di tengah populasi lebih dari 280 juta jiwa dan geografi kepulauan yang menantang, upaya mempersempit kesenjangan digital kini menunjukkan hasil nyata: kecepatan internet seluler meningkat pesat, jangkauan 4G meluas hingga pelosok, dan fondasi 5G mulai terbentuk secara strategis.

Bagi masyarakat di pedesaan, hal ini bukan sekadar statistik. Internet yang lebih cepat berarti akses lebih mudah ke pendidikan daring, layanan kesehatan digital, hingga peluang ekonomi baru.

“Kinerja jaringan seluler di Indonesia meningkat signifikan. Ini adalah capaian penting bagi pemerataan akses digital di seluruh wilayah nusantara,” ujar Meutya.

Jarak digital kian terpangkas

Data Speedtest Intelligence® menunjukkan bahwa median kecepatan unduh nasional melonjak dari 17,54 Megabyte per second (Mbps) pada 2022 menjadi 30,5 Mbps pada pertengahan 2025 atau meningkat hampir dua kali lipat. Namun yang lebih menarik adalah peningkatan pada kelompok pengguna dengan koneksi terendah, dari hanya 2,66 Mbps menjadi 5,69 Mbps. Artinya, bukan hanya kota besar yang merasakan dampak digitalisasi, tetapi juga komunitas pedesaan dan wilayah terpencil.

“Peningkatan di segmen terbawah ini sangat penting. Ia menunjukkan bahwa digitalisasi tidak lagi elitis, tetapi benar-benar menjangkau rakyat di lapisan bawah,” kata Meutya.

Wilayah yang sebelumnya tertinggal, seperti Maluku Utara, kini mengalami peningkatan kecepatan dari 13,39 Mbps menjadi 20,49 Mbps. Di Papua, lonjakannya bahkan mencapai lebih dari dua kali lipat. Perbaikan ini mencerminkan strategi digital inklusif yang menjadi bagian dari Asta Cita pemerintahan Prabowo–Gibran: memperkuat pemerataan pembangunan melalui transformasi digital dan teknologi informasi.

5G mulai tumbuh

Ketersediaan jaringan 4G kini telah melampaui 90 persen di seluruh pulau besar Indonesia. Pulau Jawa mencatat tingkat tertinggi sebesar 96,4 persen, diikuti Bali dan Nusa Tenggara 95,2 persen, sementara wilayah-wilayah yang sebelumnya sulit dijangkau seperti Sulawesi dan Maluku kini juga menembus angka 90 persen.

Menurut Meutya, peningkatan ini tidak terjadi secara kebetulan. Di baliknya terdapat kombinasi investasi infrastruktur, kemitraan publik-swasta, dan kebijakan pro-pemerataan.

Program Kewajiban Pelayanan Universal (KPU) yang dikelola oleh Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) memainkan peran penting. Melalui dana kontribusi operator, pemerintah berhasil menyelesaikan 6.672 menara BTS di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, terluar) dan menghadirkan konektivitas 4G ke sekolah, puskesmas, dan kantor desa.

“Ini bukan sekadar pembangunan infrastruktur, tapi tentang keadilan digital. Kita ingin setiap anak Indonesia, dari Aceh sampai Merauke, memiliki peluang yang sama untuk belajar dan tumbuh,” ujar Meutya.

Sementara itu, teknologi 5G berkembang lebih bertahap dan strategis. Wilayah Bali dan Nusa Tenggara mencatat ketersediaan tertinggi di angka 17 persen, berkat fokus penggelaran di kawasan pariwisata dan bisnis.

Meskipun pertumbuhan 5G masih terbatas, pendekatan ini dianggap realistis: memastikan kesiapan spektrum, efisiensi biaya, dan keberlanjutan infrastruktur sebelum memperluas cakupan nasional.

Kebijakan digital

Dalam satu tahun terakhir, Kementerian Komdigi terus memperkuat kolaborasi dengan operator seluler, lembaga keuangan, dan pemerintah daerah untuk mempercepat transformasi digital. Melalui Peta Jalan Indonesia Digital 2021–2024 dan inisiatif baru yang diintegrasikan dengan Asta Cita 2045, pemerintah menegaskan bahwa infrastruktur digital adalah fondasi kemajuan ekonomi nasional.

Pertumbuhan konektivitas ini juga menopang target ekonomi digital Indonesia yang diproyeksikan mencapai 2,8 triliun dolar AS pada 2040. Dengan konektivitas yang lebih merata, pelaku UMKM kini lebih mudah menjangkau pasar global, petani dapat mengakses informasi harga langsung saat ini (real time), dan masyarakat di daerah terpencil bisa menikmati layanan kesehatan digital. [*]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Terpopuler

ORDER MERCHANDISE

Bingung cari konten yang aman untuk anak?
 
Dapatkan rekomendasi menarik dan berikan pendapatmu di Screen Score!
Ilustrasi melatih anak bicara/Bukbis Ismet Candra Bey/digitalMamaID